Social Icons

Pages

Selasa, 16 Desember 2008

Membangun dan Membina Militansi Kita

Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.

Ba'da tahmid wa shalawat

Ikhwah rahimakumullah, Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an Surat 19 Ayat 12 : .....
Ya Yahya hudzil kitaaba bi quwwah ..." (QS. Maryam (19):12)

Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, Ia tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.

Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.

Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya, oleh karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan: "Al-haq yang tidak ditata dengan baik akan dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan baik".

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.

Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam:

"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada perintah-perintahnya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq".(QS. Al-A'raaf (7):145)

Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12 :

"Hudzil kitaab bi quwwah" (Ambil kitab ini dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban amanah-Nya dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan). Jiddiyah ini juga nampak pada diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang dianggap memiliki azam terkuat).

Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.

Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita: "Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian".

Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.
Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya: "Ah itu kan Nabi, kita bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan istri Nabi". Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.

Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri. Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.

Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.

Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana kesabaran, keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan Allah membuat Nabi Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari belenggu tirani dan kejahatan Fir'aun.

Berkat do'a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara penyelamatan yang spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para pengikutnya menyeberangi Laut Merah yang dengan izin Allah terbelah menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir'aun beserta bala tentaranya.

Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum yang tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala yang serupa untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama menderita di bawah kezaliman Fir'aun dan kemudian diselamatkan Allah, tentunya merasa sangat bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Kurangnya iman, pemahaman dan kesungguh-sungguhan membuat mereka terjerumus kepada kejahiliyahan.

Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin pada sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa as dan kaumnya.

Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 : "Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain".

"Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi".

"Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu. Jika mereka keluar dari negri itu, pasti kami akan memasukinya".

"Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".

"Mereka berkata: "Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja".

"Berkata Musa: "Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu".

"Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq itu".
Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri".

Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka, seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun beserta bala tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do'a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS. Asy-Syu'ara (26):61-62, "Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia pasti akan memberi petunjuk kepadaku".

Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah "qaumun jabbarun" yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.

Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat.

Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam QS. 47:7, "In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam" (Jika engkau menolong Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan Tuhanmu". Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu.

Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.

Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis makanan.

Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat mereka begitu kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka berkata: "Ud'uulanaa robbaka" (Mintakan bagi kami pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata: "Pimpinlah kami untuk berdo'a pada Tuhan kita".

Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.

Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: "Kelak kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa". Sahabat bertanya: "Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?". Beliau menjawab: "Siapa lagi?".

Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin.
Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.

Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun adalah mentalitas anjing sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada Musa, malah memihak pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu dibayang-bayangi, didampingi syaithan. Ulama jenis Bal'am tidak mau berpihak dan menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan duniawi yang rendah.

Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga, hingga ia tenggelam dan mati.

Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.

Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah malah bebas.

Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona melihat Nabi Yusuf. "Demi Allah, ini pasti bukan manusia". Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.

Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.

Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Amin.
Wallahu a'lam bis shawab

Catatan Untuk Murabbi: Setelah mendapatkan taujih ini diharapkan kader Memahami urgensi militansi kader dalam pemenangan dakwah serta memahami cara-cara membina militansi kader

Kematian Hati

Kematian Hati
(alm) Ust. Rahmat Abdullah

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.



Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.



Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.

Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"

-disadur dari sebuah situs- Selengkapnya...

Jumat, 12 Desember 2008

kalender FKMKI For Sale


aslm..info buat teman2 smua...

Menyambut datangnya tahun 2009, LDK FKMKI UNHAS kembali menyediakan Kalender Cantik buat teman2 semua..

Kalender berbentuk mini berukuran 25 x 40 cm ini ditujukan spesial buat teman2 semua (desainnya bisa diliat pd lampiran)

Harganya terjangkau, Rp 10.000 Only...
Penasaran ingin memiliki n memajang di kamar aau di pondokan???ayo buruan pesan

Pesan sekarang via email atau bisa juga dgn menghubungi pengurus fkmki (tlp / sms)

Selasa, 09 Desember 2008

Bulan pernah terbelah

Allah berfirman: "Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah (Q.S. Al-Qamar: 1)" Apakah kalian akan membenarkan kisah yang dari ayat Al-Qur'an ini menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris ??. Di bawah ini adalah kisahnya:

Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah ?


Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut:
Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur'an. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, "Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi [Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah] mengandung mukjizat secara ilmiah ? Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjagkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Dan mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dan memang Allah ta'alaa benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu.

Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Mekah Mukarramah ke Madinah. Orang-orang musyrik berkata, "Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?" Rasulullah bertanya, "Apa yang kalian inginkan ? Mereka menjawab: Coba belah bulan, .."

Maka Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Maka Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan, dan terbelahlah bulat itu dengan sebenar-benarnya. Maka serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, "Muhammad, engkau benar-benar telah menyihir kami!" Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir, memang benar bisa saja "menyihir" orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada ditempat itu. Maka mereka pun pada menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan. Maka orang-orang Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, maka orang-orang musyrik pun bertanya, "Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?"Mereka menjawab, "Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dansaling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali...!!!"

Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya:

"Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, "Ini adalah sihir yang terus-menerus", dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap.... " sampai akhir surat Al-Qamar.

Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, "Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan??"

Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati."

Daud Musa Pitkhok berkata, "Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna-makna Al-Qur'an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku membuka-buka terjemahan Al-Qur'an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya:

Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah...
Maka aku pun bergumam: Apakah kalimat ini masuk akal?? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali?? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu??? Maka, aku pun menghentikan dari membaca ayat-ayat selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi Allah Yang Maha Tahu tentang tingkat keikhlasam hamba-Nya dalam pencarian kebenaran.

Maka aku pun suatu hari duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi diantara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besardalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter pun berkata, " Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak berguna". Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, "Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, akan tetapi hal itu dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.

Dan diantara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakiknya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar. Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget danberkata, "Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?" Mereka pun menjawab, "Tidak, ..!!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun. Maka presenter itu pun bertanya, "Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya. Mereka menjawab, "Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!! Presenter pun bertanya, "Bagaimana kalian bisa yakin akanhal itu?" Mereka menjawab, "Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Maka kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, "Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali".

Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, "Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, "Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad sallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!! Maka, agama Islam ini tidak mungkin salah ... Maka aku pun berguman, "Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf Al-Qur'an dan aku baca surat Al-Qamar, dan ... saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.

Pengembangan Diri: Memenuhi Sepuluh Wasiat

Keberadaan wasiat
Dari Ibnu Umar r.a bersabda Rasulullah saw, bahwa: Seorang muslim yang mempunyai harta dan ingin diwasiatkannya, hendaklah wasiat itu telah ditulisnya dua malam sesudah itu (HR Muslim). Harta warisan yang ditinggalkan seorang mati, sangat berbeda-beda, Hadits menyebutkan dalam bentuk: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak sholeh yang selalu mendoakan orang tuanya. Wasiat berupa pesan-pesan ilmu yang bermanfaat adalah hal yang luar biasa. Wasiat berupa pendidikan dan ilmu hingga mampu membentuk seseorang yang sholeh adalah hal yang luar biasa.
Sepuluh Wasiat: Baca, renungkan dan kerjakan


Seorang pemikir besar Hasan Al Banna, pernah memberi 10 nasehat kepada mujahid muda. Wasiat tersebut diawali dengan kata-kata: Baca, renungkan dan kerjakan sepuluh wasiat berikut ini. Pesan wasiat tersebut menunjukkan begitu penting dan serius, perlu direnungkan dengan baik dan dijabarkan dengan rinci, serta harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Adapun sepuluh wasiat tersebut adalah:
1.Dalam kondisi bagaimanapun, dirikan sholat ketika mendengar adzan.
2.Baca atau dengarkan Al Qur-an dan ingatlah Allah, jangan habiskan sebagian waktu anda pada hal-hal yang tidak berguna.
3.Berusahalah untuk bisa berbicara bahasa Arab fushhah (baik, tidak pasaran) sebab itu termasuk doktrin Islam.
4.Jangan memperbanyak debat dalam setiap urusan bagaimanapun bentuknya, sebab pamer kepandaian dan apa yang dinamakan riya’ itu tak akan mendatangkan kebaikan sama sekali.
5.Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berinteraksi dengan Allah adalah hati yang tenang dan khusyu’.
6.Jangan bergurau sebab sebuah ummat yang gigih berjuang tak mengenal selain kesungguhan.
7.Jangan mengeraskan suara melebihi apa yang dibutuhkan oleh pendengar, sebab itu merupakan kecerobohan dan menyakitkan yang lain.
8.Jauhi dari mengunjing orang dan menjelek-jelekkan kelompok atau organisasi, jangan membicarakannya selain kebaikan saja.
9.Kenalkan diri anda kepada saudara-saudara seagama dan seperjuangan walaupun anda tak dituntut, sebab dasar da’wah kita adalah cinta dan kenal.
10.Ketahuilah bahwa kewajiban itu lebih banyak dari pada waktu yang terluang, maka bantulah saudaramu untuk menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya dan jika anda punya kepentingan (tugas) selesaikan segera.

Dari sepuluh wasiat tersebut, ada beberapa kata kunci penting, yaitu: kondisi bagaimanapun, sholat, Al quran, ingat Allah, waktu, bahasa arab, depat, riya, hati, kesungguhan, menyakitkan yang lain, mengunjing, kelompok atau organisasi, Kenalkan diri, cinta dan kenal, kewajiban, bantulah saudaramu, sebaik-baiknya dan selesaikan segera.

Senin, 03 November 2008

Hal-hal yang merusak hati

Hati bisa rusak sebagaimana badan juga bisa rusak. Rusaknya hati bisa disebabkan banyak hal diantaranya:


1.Karena sibuknya hati pada selain Allah SWT. Dan bergantung pada selain-Nya. Ada beberapa hal yang menjadikan hati itu sibuk pada selain Allah, diantaranya adalah;

a.Cinta dunia dan tamak terhadapnya
b.Mencari aib orang lain. Membenci, dengki terhadap mereka.
c.Karena kurangnya dzikir terhadap Allah. Sebagaimana dalam sabda Rasul, “Perumpamaan orang yang ingat terhadap Allah dan yang tidak, adalah sebagaimana orang mati dan hidup”. Ibnu Qayyim mengomentari hadis ini, dan memberikan contoh, “Manusia dan dzikir bagaikan ikan dan air. Maka apabila ikan dipisah dari air niscaya akan mati. Demikian pula halnya manusia dengan dzikir”.

1.Dosa-dosa. Sebagaimana kita ketahui, banyaknya dosa menjadikan hati menjadi hitam. Allah SWT berfirman; “Sekali-kali (tidak), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka” (QS al-Muthaffifin 14). Makna “Raana atau ar-Raun” di ayat itu telah dijelaskan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin, apabila ia melakukan dosa, maka akan terbetik dihatinya noda hitam, apabila ia taubat dan beristighfar dari dosa tersebut. Maka noda itu akan hilang. Tetapi bila ia tambah maka akan bertambah pula noda tersebut, maka ia akan menutupi hatinya. Itulah “ar-Raun” yang disebutkan oleh Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Muthaffifin” (HR Ahmad dalam musnadnya, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Jarir).

2.Terlalu banyak bergaul dengan manusia. Hal ini perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan banyak bergaul, ialah yang membuat lupa kepada Allah SWT. Sekiranya bergaul itu bermanfaat, maka tidak menjadi masalah. Seperti melakukan amar makruf dan nahi mungkar.

3.Banyaknya makan dan minum. Imam Fudhail bin Iyad berkata, “Ada dua perbuatan yang membuat hati mati, banyak bicara dan banyak makan”. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, beliau juga menjelaskan. ”Beliau ditanya tentang kebanyakan penyebab orang masuk kedalam Neraka, maka beliau menjawab, “Mulut dan kemaluan”.
Imam Syafi’i berkata dalam Nuzhatul Fudlola’ 2/667, “Saya tidak pernah kenyang selama 16 tahun kecuali sekali. Lalu aku masukkan tangan ke mulut kemudian aku muntahkan kembali. Karena kenyang membuat badan berat, mematikan hati, mengurangi kecerdasan, membuat tidur dan melemahkan dalam ibadah”.
Abu Sulaiman berkata segala sesuatu berkarat, dan karat hati adalah kenyang.

4.Banyak tidur, banyak manusia menyia-yiakan umurnya untuk tidur. Yang bagus adalah sepertiga umurnya digunakan untuk tidur, dan selebihnya digunakan untuk beribadah. Apabila melewati batas sehingga banyak meningalkan hal-hal yang wajib maka hatinya akan mati.

Adapun penyebab yang dapat menghidupkan hati, di antaranya adalah;

1.Dzikrullah. Manfaatnya telah diketahui bahwa orang yang mengingat Allah tidak akan mati hatinya dan tidak rusak. Rasul bersabda, “Perumpamaan orang yang ingat pada Allah dan yang tidak, seperti mati dan hidup” (Bukhari dalam bab keutamaan dzikir pada Allah)

2.Mengingat maut. Hal ini akan memendekkan khayalan. Dan mendorong untuk banyak beramal dan mengurangi dosa. Said Ibnu Jubair berkata; “Seandainya mengingat mati itu berpisah dari hatiku, saya takut hatiku akan rusak” (Nuzhatul Fudlala’ I/394).

3.Ziarah kubur. Ini sunah yang banyak ditinggalkan oleh kebanyakan orang shaleh, bahkan kaum muslimin pada umumnya. Padahal dia salah satu penghidup hati yang menghubungkan antara dia dan Rabnya.
Sofwan bin Salim biasa datang ke Baqi’. Suatu hari salah seorang yang shalih mengikutinya karena ingin melihat apa yang ia perbuat. Orang shalih itu bercerita, “Lalu duduklah Sofwan dan ia masih saja menangis, sehingga saya kasihan padanya. Saya mengira bahwa yang dikubur salah satu keluarganya. Dan ia melakukan demikian pada kesempatan yang lain. Lalu aku mengikutinya kemudian ia duduk di samping kuburan yang lain.
Dan ia melakukan hal yang serupa. Maka saya tanyakan hal ini pada Muhammad bin al Munkadir. Dan aku berkata, “ Sesungguhnya aku mengira yang dikubur sebagian keluarganya”. Maka Muhammad menjawab, “Mereka itu semuanya keluarga dan saudaranya. Memang dia itu adalah orang yang menggerakkan hatinya untuk mengingat mati setiap dia merasa hatinya keras”. (Nuzhatul Fudlala’ I/49.

4.Berkunjung ke orang yang shalih dan melihat apa yang mereka lakukan. Hal ini bermanfaat untuk menghidupkan hati, tetapi bila tidak bisa mengunjunginya, kita bisa membaca sejarah kehidupannya.
Jakfar bin Sulaiman berkata, “Saya dulu apabila merasa hatiku keras, maka saya pergi dan melihat wajah Muhammad bin Wasi’, dia dulu seperti kematian (mampu melunakkan hati)”.
Abu Hasf An Naisaburi berkata, “Saya menjaga hatiku 20 tahun kemudian Allah menjagaku 20 tahun” (Nuzhatul Fudlola’ II/913).

Abdurrahman bin Auf

Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan sahabat yang mula-mula masuk Islam. Ia termasuk sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasululah. Selain itu, ia juga termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah menggantikan Umar bin Khaththab. Ia adalah seorang mufti yang dipercaya Rasulullah untuk berfatwa di Madinah.
Abdurrahman bin Auf masuk Islam sebelum Rasulullah SAW melakukan pembinaan di rumah Arqam bin Abil Arqam, kira-kira dua hari setelah Abu Bakar masuk Islam.


Ketika hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi' Al-Anshari, salah seorang kaya yang pemurah di Madinah. Abdurrahman pernah ditawari Sa'ad untuk memilih salah satu dari dua kebunnya yang luas. Tapi, Abdurrahman menolaknya. Ia hanya minta kepada Sa'ad ditunjuki lokasi pasar di Madinah.

Sejak itu, Abdurahman bin Auf berprofesi sebagai pedagang dan memperoleh keuntungan yang cukup besar. Omset dagangannya pun makin besar, sehingga ia dikenal sebagai pedagang yang sukses.

Tapi, kesuksesan itu tak membuatnya lupa diri. Ia tak pernah absen dalam setiap peperangan yang dipimpin Rasulullah. Suatu hari, Rasulullah SAW berpidato membangkitakn semangat jihad dan pengorbanan kaum Muslimin. Beliau berkata, "Bersedekahlah kalian, karena saya akanmengirim pasukan ke medan perang."

Mendengar ucapan itu, Abdurrahman bin Auf bergegas pulang dan segera kembali ke hadapan Rasulullah. "Ya, Rasulullah, saya mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah, dan sisanya aya tinggalkan untuk keluarga saya," ucap Abdurrahman. Lalu Rasulullah mendoakannya agar diberi keberkahan oleh Allah SWT.

Ketika Rasulullah SAW membutuhkan banyak dana untuk menghadapi tentara Rum dalam perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu pelopor dalam menyumbangkan dana. Ia menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Melihat hal itu, Umar bin Khathab berbisik kepada Rasulullah SAW, "Agaknya Abdurrahman berdosa, dia tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya."

Maka, Rasulullah pun bertanya kepada Abdurrahman, "Adakah engkau tinggalkan uang belanja untuk keluargamu?"
Abdurrahman menjawab, "Ada, ya Rasulullah. Mereka saya tinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripda yang saya sumbangkan."
"Berapa?" Tanya Rasulullah.
Abdurrahman menjawab, "Sebanyak rizki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah." Subhanallah.

Sejak itu, rizki yang dijanjikan Allah terus mengalir bagaikan aliran sungai yang deras. Abdurrahman bin Auf kini telah menjadi orang terkaya di Madinah.

Suatu hari, iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman bin Auf yang terdiri dari 700 ekor unta yang dimuati bahan pangan, sandang, dan barang-barang kebutuhan penduduk tiba di Madinah. Terdengar suara gemuruh dan hiruk-pikuk, sehingga Aisyah bertanya kepada seseorang, "Suara apakah itu?"
Orang itu menjawab, "Iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman."
Aisyah berkata, "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepada Abdurrahman di dunia dan akhirat. Saya mendengar Rasulullah bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak."

Orang itu langsung menemui Abdurrahman bin Auf dan menceritakan apa yang didengarnya dari Aisyah. Mendengar hal itu, ia pun bergegas menemui Aisyah. "Wahai Ummul Mukminin, apakah ibu mendengar sendiri ucapan itu dari Rasulullah?"
"Ya," jawab Aisyah.
"Seandainya aku sanggup, aku ingin memasuki surga dengan berjalan. Sudilah ibu menyaksikan, kafilah ini dengan seluruh kendaraan dan muatannya kuserahkan untuk jihad fi sabilillah."

Sejak mendengar bahwa dirinya dijamin masuk surga, semangat berinfak dan bersedekahnya makin meningkat. Tak kurang dari 40.000 dirham perak, 40.000 dirham emas, 500 ekor kuda perang,dan 1.500 ekor unta ia sumbangan untuk peruangan menegakkan panji-panji Islam di muka bumi. Mendengar hal itu, Aisyah mendoakan, "Semoga Allah memberinya minum dengan air dari telaga Salsabil (nama sebuah telaga di surga)."

Menjelang akhir hayatnya, Abdurrahman pernah disuguhi makanan oleh seseorang -- padahal ia sedang berpuasa. Sambil melihat makanan itu, ia berkata, "Mush'ab bin Umair syahid di medan perang. Dia lebih baik daripada saya. Waktu dikafan, jika kepalanya ditutup, makakakinya terbuka. Dan jika kakinya ditutup, kepalanya terbuka. Kemudian Allah membentangkan dunia ini bagi kita seluas-luasnya. Sungguh, saya amat takut kalau-kalau pahala untuk kita disegerakan Allah di dunia ini." Setelah itu, ia menangis tersedu-sedu.

Abdurrahman bin Auf wafat dengan membawa amalnya yang banyak. Saat pemakamannya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, "Anda telah mendapat kasih sayang Allah, dan anda telah berhasil menundukan kepalsuan dunia. Semoga Allah senantiasa merahmati anda. Amin." (sh)[masjid_annahl]

Jumat, 17 Oktober 2008

Abu Ubaidah bin al-Jarrah

Orang Kepercayaan Umat Ini
Beliau termasuk orang yang pertama masuk Islam. Kualitasnya dapat kita ketahui melalui sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya setiap umat mempunyai orang kepercayaan, dan kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”

Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah yang dijuluki dengan nama Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah seorang yang berperawakan tinggi, kurus, berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu. Beliau termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan, beliau disenangi oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang mengikutinya akan merasa tenang.

Abu Ubaidah termasuk orang yang masuk Islam dari sejak awal, beliau memeluk Islam selang sehari setelah Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra memeluk Islam. Beliau masuk Islam bersama Abdurrahman bin ?Auf, Uthman bin Mazun dan Arqam bin Abu al-Arqam, di tangan Abu Bakar as-Shiddiq. Saidina Abu Bakarlah yang membawakan mereka menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan syahadat di hadapan Baginda.

Kehidupan beliau tidak jauh berbeza dengan kebanyakan sahabat lainnya, diisi dengan pengorbanan dan perjuangan menegakkan Deen Islam. Hal itu tampak ketika beliau harus hijrah ke Ethiopia pada gelombang kedua demi menyelamatkan aqidahnya. Namun kemudian beliau balik kembali untuk menyertai perjuangan Rasulullah SAW.

Abu Ubaidah sempat mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah SAW. Beliaulah yang membunuh ayahnya yang berada di pasukan musyrikin dalam perang Uhud, sehingga ayat Al-Quran turun mengenai beliau seperti yang tertera dalam surah Al Mujadilah ayat 22, artinya:

?Engkau tidak menemukan kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat yang mengasihi orang-orang yang menentang Allah SWT dan Rasulullah, walaupun orang tersebut ayah kandung, anak, saudara atau keluarganya sendiri. Allah telah mematri keimanan di dalam hati mereka dan mereka dibekali pula dengan semangat. Allah akan memasukkan mereka ke dalam syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka akan kekal di dalamnya. Akan menyenangi mereka, di pihak lain mereka pun senang dengan Allah. Mereka itulah perajurit Allah, ketahuilah bahwa perajurit Allah pasti akan berjaya.?

Masih dalam perang Uhud, ketika pasukan muslimin kucar kacir dan banyak yang lari meninggalkan pertempuran, justeru Abu Ubaidah berlari untuk mendapati Nabinya tanpa takut sedikit pun terhadap banyaknya lawan dan rintangan. Demi didapati pipi Nabi terluka, iaitu terhujamnya dua rantai besi penutup kepala beliau, segera ia berusaha untuk mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi SAW.

Abu Ubaidah mulai mencabut rantai tersebut dengan gigitan giginya. Rantai itu pun akhirnya terlepas dari pipi Rasulullah SAW. Namun bersamaan dengan itu pula gigi seri Abu Ubaidah ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap dipipi Rasulullah SAW hingga terlepas. Dan kali ini pun harus juga diikuti dengan lepasnya gigi Abu Ubaidah sehingga dua gigi seri sahabat ini ompong karenanya. Sungguh, satu keberanian dan pengorbanan yang tak terperikan.

Rasulullah SAW memberinya gelaran “Gagah dan Jujur”. Suatu ketika datang sebuah delegasi dari kaum Kristen menemui Rasulullah SAW. Mereka mengatakan, “Ya Abul Qassim! Kirimkanlah bersama kami seorang sahabatmu yang engkau percayai untuk menyelesaikan perkara kebendaan yang sedang kami pertengkarkan, karena kaum muslimin di pandangan kami adalah orang yang disenangi.” Rasulullah SAW bersabda kepada mereka, “Datanglah ke sini nanti sore, saya akan kirimkan bersama kamu seorang yang gagah dan jujur.”

Dalam kaitan ini, Saidina Umar bin Al-Khattab ra mengatakan, “Saya berangkat mahu shalat Zuhur agak cepat, sama sekali bukan karena ingin ditunjuk sebagai delegasi, tetapi karena memang saya senang pergi shalat cepat-cepat. Setelah Rasulullah selesai mengimami salat Zuhur bersama kami, beliau melihat ke kiri dan ke kanan. Saya sengaja meninggikan kepala saya agar beliau melihat saya, namun beliau masih terus membalik-balik pandangannya kepada kami. Akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu beliau memanggilnya sambil bersabda, ‘Pergilah bersama mereka, selesaikanlah kasus yang menjadi perselisihan di antara mereka dengan adil.’ Lalu Abu Ubaidah pun berangkat bersama mereka.”

Sepeninggalan Rasulullah SAW, Umar bin Al-Khattab ra mengatakan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah di hari Saqifah, “Hulurkan tanganmu! Agar saya baiat kamu, karena saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sungguh dalam setiap kaum terdapat orang yang jujur. Orang yang jujur di kalangan umatku adalah Abu Ubaidah.’ Lalu Abu Ubaidah menjawab, ?Saya tidak mungkin berani mendahului orang yang dipercayai oleh Rasulullah SAW menjadi imam kita di waktu shalat (Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra), oleh sebab itu kita sayugia membuatnya jadi imam sepeninggalan Rasulullah SAW.?

Sisi lain dari kehebatan sahabat yang satu ini adalah kezuhudannya. Ketika kekuasaan Islam telah meluas dan kekhalifahan dipimpin oleh Saidina Umar ra, Abu Ubaidah menjadi pemimpin di daerah Syria. Saat Umar mengadakan kunjungan dan singgah di rumahnya, tak terlihat sesuatu pun oleh Umar ra kecuali pedang, perisai dan pelana tunggangannya. Umar pun lantas berujar, “Wahai sahabatku, mengapa engkau tidak mengambil sesuatu sebagaimana orang lain mengambilnya?”

Beliau menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, ini saja sudah cukup menyenangkan.”

Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra ikut serta dalam semua peperangan Islam, bahkan selalu mempunyai andil besar dalam setiap peperangan tersebut. Beliau berangkat membawa pasukan menuju negeri Syam, dengan izin Allah beliau berhasil menaklukan semua negeri tersebut.

Ketika wabak penyakit Taun bermaharajalela di negari Syam, Khalifah Umar bin Al-Khattab ra mengirim surat untuk memanggil kembali Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi,

“Hai Amirul Mukminin! Sebenarnya saya tahu, kalau kamu memerlukan saya, akan tetapi seperti kamu ketahui saya sedang berada di tengah-tengah tentera Muslimin. Saya tidak ingin menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang menimpa mereka dan saya tidak ingin berpisah dari mereka sampai Allah sendiri menetapkan keputusannya terhadap saya dan mereka. Oleh sebab itu, sesampainya surat saya ini, tolonglah saya dibebaskan dari rencana baginda dan izinkanlah saya tinggal di sini.”

Setelah Umar ra membaca surat itu, beliau menangis, sehingga para hadirin bertanya, “Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal?” Umar menjawabnya, “Belum, akan tetapi kematiannya sudah di ambang pintu.”

Sepeninggalan Abu Ubaidah ra, Saidina Muaz bin Jabal ra berpidato di hadapan kaum Muslimin yang berbunyi, “Hai sekalian kaum Muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita kematian seorang pahlawan, yang demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang lebih baik hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian dan sangat senang memberi nasihat kepada semua orang dari beliau. Oleh sebab itu kasihanilah beliau, semoga kamu akan dikasihani Allah.”

Menjelang kematian Abu Ubaidah ra, beliau memesankan kepada tenteranya, “Saya pesankan kepada kalian sebuah pesan. Jika kalian terima, kalian akan baik, ‘Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, berdermalah, tunaikanlah ibadah haji dan umrah, saling nasihat menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat kepada pimpinan kalian, jangan suka menipunya, janganlah kalian terpesona dengan keduniaan, karena betapa pun seorang melakukan seribu upaya, beliau pasti akan menemukan kematiannya seperti saya ini. Sungguh Allah telah menetapkan kematian untuk setiap pribadi manusia, oleh sebab itu semua mereka pasti akan mati. Orang yang paling beruntung adalah orang yang paling taat kepada Allah dan paling banyak bekalnya untuk akhirat. Assalamu?alaikum warahmatullah.”

Kemudian beliau melihat kepada Muaz bin Jabal ra dan mengatakan, “Ya Muaz! Imamilah shalat mereka.” Setelah itu, Abu Ubaidah ra pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Allahu a’lam bisshawab.

Ali bin Abi Thalib

Nama beliau ra. adalah ’Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib (namanya Syaibah) bin Hasyim (namanya ’Amr) bin Abdu Manaf (namanya Mughirah) bin Qushay (nama aslinya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah. Beliau ra. dipanggil Abul Husein dan Abu Turab oleh RasuluLlah saw.

Beliau ra. suami dari Fathimah ra., penghulu wanita sedunia, puteri RasuluLlah saw., sehingga ‘Ali ra. adalah juga menantu dari RasuluLlah saw. ‘Ali ra. adalah juga sepupu RasuluLlah saw., putera paman RasuluLlah saw., Abi Thalib, sehingga ‘Ali ra. merupakan Ahlul Bait RasuluLlah saw. Putera-puteri ’Ali ra. dari Fathimah ra. adalah: Al-Hassan ra., Al-Husein ra. (keduanya adalah penghulu pemuda penduduk Surga), Ruqayah ra., Ummu Kultsum ra. (kedua puteri tsb, sama dengan nama 2 kakak Fathimah ra.). ’Ali ra. juga memiliki putera dari seorang isteri wanita Bani Hanifah (setelah Fathimah ra. wafat), bernama Muhammad (bin) Al-Hanafiyah (demikian beliau dipanggil), seorang Tabi’in besar.

Ibunda ’Ali ra. adalah Fathimah binti Asad bin Hasyim, seorang wanita Bani Hasyim yang melahirkan seorang Bani Hasyim. Beliau ra. (ibunda ’Ali ra.) masuk Islam dan hijrah. ’Ali ra. sendiri termasuk salah seorang dari 10 sahabat ra. yang dijamin masuk surga.

BEBERAPA KEUTAMAAN ‘ALI RA.
‘Ali ra. adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Sebagian riwayat mengatakan bahwa saat masuk Islam, beliau ra. baru berumur 10 tahun. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad bahwa Al-Hassan bin Zaid bin Al-Hassan berkata: “‘Ali tidak pernah menyembah berhala sama sekali karena dia memang masih kecil.”

Saat hijrah RasuluLlah saw, ’Ali ra. dengan penuh keberanian, tidur di atas tempat tidur RasuluLlah saw., sehingga para pengepung mengira RasuluLlah saw. masih di dalam rumah, sedang beliau saw. telah meninggalkan rumah tsb.

‘Ali adalah salah satu dari 3 orang sahabat ra. yang melakukan perang tanding satu lawan satu melawan 3 tokoh kafir Quraisy saat Perang Badar. ‘Ali ra. berkata: ‘Utbah bin Rabiah (dari Kafir Quraisy, pen.) maju diikuti putra (Al-Walid, pen.) dan saudaranya (Syaibah, pen.). Ia berseru: ‘Siapa mau bertarung?’ Kemudian ditampilkan kepadanya seorang pemuda Anshar. Ia bertanya: ‘Siapa kamu?’ Maka mereka mengabarinya. ‘Utbah berkata: ‘Kami tidak membutuhkan kamu, tetapi kami inginkan putera-putera paman kami.’ Kemudian RasuluLlah saw. bersabda: ”Berdirilah, hai Hamzah! Majulah, hai ’Ali! Majulah hai ’Ubaidah bin Harits!” Kemudian Hamzah ra. menghadapi ’Utbah (dan berhasil membunuhnya, pen.) dan aku menghadapi Syaibah (dan membunuhnya, pen.). ’Ubaidah dan Al-Walid saling menyerang. Masing-masing saling melukai lawannya. Kemudian kami menyerang Al-Walid dan membunuhnya dan kami bawa ’Ubaidah.” (HR. Abu Daud)

Abu Dzar ra. bersumpah, kalau ayat:
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka...“ (Q. S. Al-Hajj : 19)

Turun mengenai orang-orang yang bertarung dalam Perang Badar; “Hamzah, ’Ali, ’Ubaidah ibnul Harits, ’Utbah bin Rabiah dan Syaibah bin Rabi’ah serta Al-Walid bin ’Utbah.“ (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad, dia berkata bahwa RasuluLlah saw. bersabda pada Perang Khaibar: “Saya sungguh-sungguh akan berikan bendera perang esok hari kepada orang yang dengannya Khaibar akan dibuka dan dia mencintai Allah dan Rasul Nya, sebagaimana Allah dan Rasul Nya mencintainya.” Malam itu para sahabat ramai membincangkan siapa yang akan mendapat kehormatan untuk mendapatkan bendera perang itu. Tatkala pagi menjelang, para sahabat segera menemui RasuluLlah saw. Semuanya berharap semoga bendera itu diberikan kepadanya. Lalu RasuluLlah saw. berkata: “Di mana ‘Ali?” Orang yang hadir saat itu berkata: “Dia sedang sakit mata.” RasuluLlah saw. bersabda: “Datangkan dia ke sini!” Lalu para sahabat ra. menjemputnya untuk menghadap RasuluLlah saw. ‘Ali ra. datang menemui RasuluLlah saw., dan RasuluLlah saw. menyemburkan ludah kepada kedua matanya dan berdoa. Dan sembuhlah kedua mata ‘Ali seakan-akan dia tidak pernah merasa sakit. Lalu RasuluLlah saw. serahkan bendera itu kepadanya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir bahwa Jabir bin ‘AbduLlah berkata: Pada saat perang Khaibar, ‘Ali mampu menjebol pintu Khaibar sendirian, hingga akhirnya kaum muslimin mampu masuk ke dalam benteng dan menaklukkan musuh-musuhnya. Lalu mereka menarik pintunya dan pintu tersebut tidak mampu ditarik kecuali oleh 40 orang.

‘Ali ra. mengikuti semua perang yang diikuti oleh RasuluLlah saw., kecuali Perang Tabuk. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. bahwa RasuluLlah saw. memerintahkan ‘Ali ra. untuk menggantikan beliau saw. sementara di Madinah pada saat kaum muslimin akan menuju Perang Tabuk. ‘Ali ra. saat itu berkata: “Engkau tempatkan aku bersama para wanita dan anak-anak di Madinah?” RasuluLlah saw. bersabda: “Tidakkah engkau rela menjadi laksana Harun di samping Musa di sisiku? Hanya saja memang tidak ada Nabi setelahku.”

Imam Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. dia berkata: Tatkala turun ayat:
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak Kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri Kami dan isteri-isteri kamu, diri Kami dan diri kamu; kemudian Marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta".” (Q. S. Ali ‘Imraan : 61)

Beliau saw. memanggil ‘Ali, Fathimah, Hassan , Husein (radhiyaLlahu ‘anhum) lalu berkata: “Ya Allah, mereka adalah keluargaku.”

Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Ali ra., dia berkata: “Demi Dzat Yang Membelah biji-bijian dan Menciptakan makhluk yang bernyawa, sesungguhnya RasuluLlah yang ummi (Muhammad saw.) mengatakan kepada saya bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali seorang mukmin dan tidak ada yang membenciku kecuali seorang munafik.” Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa dari Said Al-Khudri, dia berkata: Kami mengetahui seorang munafik dari kebencian mereka kepada ‘Ali bin Abi Thalib (ra.).

Imam Ath-Thabarani dengan isnad shahih meriwayatkan dari Ummu Salamah ra. dari RasuluLlah saw, beliau saw. bersabda:
“Barangsiapa mencintai ‘Ali, maka dia berarti mencintai saya, dan siapa yang mencintai saya, berarti dia mencintai Allah. Barangsiapa membenci ‘Ali, berarti dia membenci saya dan barangsiapa yang membenci saya berarti dia membenci Allah.”

Al-Bara’ bin ‘Azib ra. berkata, bahwa RasuluLlah saw. bersabda kepada ‘Ali ra: “Engkau dari aku dan aku dari kamu.” (HR. Bukhari)

Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata: Beberapa orang mengeluh tentang ‘Ali. Maka berdirilah RasuluLlah saw. seraya berkata di depan publik:
“Janganlah kalian mengeluhkan tentang ‘Ali, sesungguhnya dia adalah orang yang paling takut kepada Allah, dan paling berani dalam jihad di Jalan Allah.”

Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Al-Hakim meriwayatkan dari ‘Ali ra., dia berkata, RasuluLlah saw. memanggil saya lalu berkata:
“Wahai ‘Ali, sesungguhnya dalam dirimu ada sesuatu yang menyerupai ‘Isa, dia dibenci orang Yahudi hingga mereka melecehkan ibunya, dan dicintai oleh orang-orang Nashrani hingga mereka mendudukkannya pada posisi yang tidak benar. Ketahuilah, sesungguhnya ada dua golongan yang akan hancur karena perlakuan mereka terhadapmu: Golongan yang berlebih-lebihan dalam mencintaimu hingga mereka mendudukannmu pada posisi yang tidak benar, dan golongan yang membencimu dengan keterlaluan hingga mereka melecehkanmu.”

RasuluLlah saw. mengutus ‘Ali ke Yaman. Maka ia (’Ali ra., pen.) berkata: ”Wahai RasuluLlah, engkau utus diriku kepaa suatu kaum yang lebih tua dariku supaya aku putuskan perkara di antara mereka.” Nabi saw. berkata: ”Pergilah, karena Allah Ta’ala akan meneguhkan lisanmu dan memberi petunjuk kepada hatimu!” (HR. Ahmad)

Al-Hakim meriwayatkan dari ‘AbduLlah bin Mas’ud dia berkata: Kami sama-sama mengatakan bahwa penduduk Madinah yang paling pandai dalam memutuskan perkara adalah ‘Ali (ra.).

Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Sa’id bin Musayyib dia berkata: ‘Umar bin Khaththab ra. selalu memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan dalam memutuskan perkara sulit jika saat itu ‘Ali ra. tidak hadir.

KEKHILAFAHAN ‘ALI RA.
Setelah ‘Utsman ra. syahid, ‘Ali ra. diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau ra. menolak, namun akhirnya beliau ra. menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata: .....Sementara orang banyak datang di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka: "Beliau (‘Utsman ra.) telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda (‘Ali ra.)". ‘Ali ra. berkata kepada mereka: "Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi wazir (pembantu) bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab: "Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". ‘Ali ra. menjawab: "Jika kalian tak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Pergilah ‘Ali ra. ke masjid dan orang-orang berbaiat kepadanya.

Dalam Tarikh Al-Ya’qubi dikatakan: ‘Ali bin Abi Thalib (ra.) menggantikan ‘Utsman sebagai khalifah... dan dia (ra.) dibaiat oleh Thalhah (ra.), Zubair (ra.), Kaum Muhajirin dan Anshar (radhiyaLlahu ‘anhum). Sedangkan orang yang pertama kali membaiat dan menjabat tangannya adalah Thalhah bin ‘Ubaidillah (ra.).

Imam Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzy mentakhrij hadits berasal dari Safinah ra., ia berkata: Aku mendengar RasuluLlah saw. bersabda:
“Kekhilafahan berlangsung selama 30 tahun dan setelah itu adalah kerajaan.” Safinah ra. berkata: “Mari kita hitung, Khilafah Abu Bakar ra. berlangsung 2 tahun, Khilafah ‘Umar ra. 10 tahun, Khilafah ‘Utsman ra. 12 tahun, dan Khilafah ‘Ali ra. 6 tahun.”

’Ali ra. bekerja keras pada masa kekhilafahannya guna mengembalikan stabilitas dalam tubuh umat setelah sebelumnya Ibnu Saba’ dan Sabaiyahnya melancarkan konspirasi dan provokasinya guna menghancurkan Islam dari dalam. Pada masa kekepemimpinan ‘Ali ra. ini, Ibnu Saba’ dan Sabaiyah nya pun kembali melancarkan konspirasi dan makar mereka, sehingga membuat keadaan menjadi semakin rumit. Diriwayatkan bahwa pada akhirnya ‘Ali ra. membakar banyak dari pengikut Sabaiyah ini dan juga mengasingkan Ibnu Saba’ ke Al-Madain.

‘ALI RA. MEMERANGI KHAWARIJ
Semula orang-orang yang kelak dikenal dengan khawarij ini turut membaiat ‘Ali ra., dan ‘Ali ra. tidak menindak mereka secara langsung mengingat kondisi umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun telah berbaur di Kota Madinah, hingga dapat mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang Badui. Jika ‘Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya ‘Ali ra, memilih untuk menunggu waktu yang tepat, setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan persoalan yang ada dengan menegakkan qishash.

Kaum khawarij sendiri pada akhirnya menyempal dari Pasukan ‘Ali ra. setelah beliau ra. melakukan tahkim dengan Mu’awiyah ra. setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka berdua ra. (‘Ali ra. dan Mu’awiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak tahkim seraya mengumandangkan slogan: “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Tidak boleh menggantikan hukum Allah dengan hukum manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim dengan jalan diperangi sehingga kembali ke jalan Allah.” Ungkapan mereka: ‘Tiada ada hukum kecuali hukum Allah’, dikomentari oleh Ali: “Ungkapan benar, tetapi disalahpahami. ”

Pada akhirnya ‘Ali ra. memerangi khawarij tsb., dan berhasil menghancurkan mereka di Nahrawan, di mana hampir seluruh dari orang Khawarij tsb berhasil dibunuh, sedangkan yang terbunuh di pihak ‘Ali ra. hanya 9 orang saja.

Bersabda RasuluLlah saw.:
“Suatu kelompok akan melepaskan diri dari komunitas umat (yaitu Khawarij, pen.) ketika terjadi pertikaian di kalangan Kaum Muslimin, yang itu akan diperangi oleh golongan yang lebih utama dengan kebenaran (awla ath-thaa-ifataini bilhaq).” (HR. Muslim)

SYAHIDNYA ‘ALI RA.
Dari Muhammad bin Sa’d, dari beberapa orang syaiknya, mereka berkata: “Ada 3 orang pemuka Khawarij (setelah peristiwa Nahrawan, pen.) yaitu AbdurRahman Ibnu Muljam, Al-Barak bin AbduLlah dan Amr bin Bakar At-Tamimy yang berkumpul di Makkah. Mereka berembug dan membuat kesepakatan bersama untuk membunuh tiga orang, yaitu ‘Ali ra., Mu’awiyah ra. dan ‘Amr bin Al-‘Ash ra....” Dari tiga orang tsb, hanya Ibnu Muljam yang berhasil melaksanakan rencana busuk tersebut. ‘Ali ra. terbunuh sebagai syahid saat beliau ra. sedang keluar untuk Shalat Subuh.

‘Ali ra. berkata (mengenai orang yang menyerangnya -yang menyebabkan syahidnya beliau ra.): “Beri ia makanan yang baik, dan sediakan untuknya tempat tidur yang empuk. Dan apabila aku masih hidup, maka aku lebih berhak untuk menuntuk balas kepadanya dengan memberikan maaf atau qishash. Akan tetapi jika aku mati, maka susulkan ia kepadaku, dan aku akan berbantahan dengan dirinya di hadapan Rabbul ‘Alamiin.”

Imam Ahmad dan Al-Hakim dengan sanad shahih meriwayatkan dari ‘Ammar bin Yasir bahwa RasuluLlah saw. bersabda kepada ‘Ali ra.:
“Manusia yang paling celaka adalah dua orang: Pembunuh unta Nabi Shaleh dari Kaum Tsamud dan orang yang memukul kepalamu hingga jenggotmu berlumuran darah karenanya.”

BEBERAPA PERKATAAN HIKMAH ‘ALI RA.
Berkata ‘Ali ra.: “Ambillah lima nasehat dariku: Janganlah sekali-kali seseorang takut kecuali atas dosa-dosanya. Janganlah menggantungkan harapan kecuali kepada Tuhannya. Janganlah orang yang tidak berilmu merasa malu untuk belajar. Janganlah seseorang yang tidak mengerti sesuatu merasa malu untuk mengatakan “Allahu A’lam” saat dia tidak bisa menjawab suatu masalah. Sesungguhnya kedudukan sabar bagi iman laksana kedudukan kepala pada jasad. Jika kesabaran hilang, maka akan lenyap pula keimanan, dan jika kepala hilang maka tidak akan ada artinya jasad.” (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam Sunannya)

Juga diriwayatkan dari ‘Ali ra., dia berkata: “Akibat maksiat adalah lemah dalam ibadah, sempit dalam riizki, berkurang lezatnya kehidupan.” Lalu ditanyakan kepadanya, apa yang dia maksud berkurang lezatnya kehidupan. Beliau ra. menjawab: “Tidak merasakan nikmat pada yang halal, namun akhirnya dia mendapatkan yang mengakibatkan habisnya kenikmatan itu.”

‘Ali ra., dia berkata: “Dua hal yang paling kutakuti atas kalian adalah panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Angan-angan yang panjang dapat melalaikan akhirat, sedang mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi seseorang dari kebenaran. Ingatlah, sesungguhnya dunia ini akan ditinggalkan dan akan datang penggantinya. Masing-masing, diantara dunia dan akhirat memiliki anak. Jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini (dunia) ada amal dan tidak ada hisab, sedangkan hari esok (akhirat) ada hisab dan tidak ada lagi amal.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)


Dikutip, diringkas dan disusun kembali oleh PIP PKS ANZ wil. NSW dari:
Tarikh Khulafa’ (Imam Suyuthi), Jejak Para Tabi’in (AbdurRahman Ra’fat Basya), Ramalan-Ramalan RasuluLlah saw. (An-Nadwi), Terjemah ’Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fil Fitnah’ (Muhammad Amhazun), Kelompok Parsial dalam Memahami Aqidah (Hidayat Nurwahid), Keutamaan Para Sahabat Nabi Saw. (Mustafa Al-‘Adawi), Zuhud (Imam Ahmad), Terjemah ‘Talbis Iblis’ (Ibnul Jauzy)

( YP | PIPPKS-ANZ | www.pks-anz.org )

Sabtu, 11 Oktober 2008

Agar Anak Mencintai Ilmu

Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu pada waktu kecil adalah seperti memahat batu, sedangkan perumpamaan mempelajari ilmu ketika dewasa adalah seperti menulis di atas air. (HR ath-Thabrani dari Abu Darda’ ra.).

Dalam sejarah, tidak ditemukan suatu agama yang mendorong pemeluk-nya untuk memberikan pengajaran kepada anak-anak seperti Islam. Islam menjadikan seorang Muslim memiliki antusiasme yang sangat tinggi untuk belajar dan mengajar. Antusiasme inilah yang menjadikan mereka sangat isimewa sepanjang sejarahnya yang panjang. Apalagi bagi mereka, menuntut ilmu adalah ibadah yang paling utama, yang bisa dijadikan media untuk mendekatkan diri kepada Alllah.
Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur untuk melakukan pembinaan keilmuan dan pemikiran. Pada masa ini daya tangkap dan daya serap otak mereka berada pada kemampuan maksimal; dada mereka lebih longgar dan lebih hapal terhadap apa yang mereka dengar. Abu Hurairah ra. meriwayatkan secara marfû’, bahwa Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Siapa yang mempelajari al-Quran ketika masih muda, maka al-Quran itu akan menyatu dengan daging dan darahnya. Siapa yang mempelajarinya ketika dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan tidak melekat pada dirinya, maka ia mendapatkan pahala dua kali. (HR al-Baihaqi, ad-Dailami, dan al-Hakim).
Agar para orangtua dapat mengarahkan anak melangkah menuju ilmu, belajar, serta mencintai ilmu dan ulama, ada beberapa hal penting yang harus ditempuh:

1. Tanamkan bahwa menuntut ilmu adalah perintah Allah Swt.
Kecintaan anak kepada Allah, yang seyogyanya sudah terlebih dulu ditanamkan, akan memunculkan ketaatan pada perintah-Nya dan takut akan azab-Nya, termasuk dalam menuntut ilmu. Cinta dan takut kepada Allah akan memunculkan sikap konsisten dalam mencari ilmu tanpa bosan dan dihinggapi rasa putus asa.

2. Tanamkan bahwa al-Quran adalah sumber kebenaran.
Al-Quran sebagai sumber kebenaran (QS al-Maidah [5]: 48) sejak awal harus disampaikan oleh orangtua kepada anak. Semua yang benar menurut al-Quran itulah yang harus dan boleh dilakukan. Ini memerlukan keteladanan orangtua. Dengan begitu, anak akan melihat realisasi al-Quran sebagai sumber kebenaran dalam setiap perilaku orangtuanya. Begitu pula ketika menilai suatu keburukan, semuanya dinilai dengan standar al-Quran.

3. Ajarkan metode belajar yang benar menurut Islam.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitab As-Syakhshiyah al-Islâmiyyah jilid 1, bahwa Islam mengajarkan metode belajar yang benar, yaitu:
1. Mempelajari sesuatu dengan mendalam hingga dipahami apa yang dipelajari dengan benar.
2. Meyakini ilmu yang sedang dipelajari hingga bisa dijadikan dasar untuk berbuat.
3. Sesuatu yang dipelajari bersifat praktis, bukan sekadar teoretis, hingga dapat menyelesaikan suatu masalah.

Dalam mempelajari alam semesta, misalnya, dikatakan secara teoretis bahwa bulan mengelilingi bumi. Untuk menjadikannya sebagai pemahaman yang mendalam haruslah anak diajak melihat fakta bulan, yang dari hari ke hari berubah bentuk dan besarnya. Dengan demikian, anak pun menjadi yakin bahwa perubahan tanggal setiap harinya adalah karena peredaran bulan. Dengan begitu, ia dapat mengetahui bahwa menentukan tanggal satu Ramadhan, misalnya, adalah dengan melihat bulan.

4. Memilihkan guru dan sekolah yang baik bagi anak.
Guru adalah cermin yang dilihat oleh anak sehingga akan membekas di dalam jiwa dan pikiran mereka. Guru adalah sumber pengambilan ilmu. Para Sahabat dan Salaf ash-Shâlih sangat serius di dalam memilih guru yang baik bagi anak-anak mereka.
Ibnu Sina dalam kitabnya, As-Siyâsah, mengatakan, “Seyogyanya seorang anak itu dididik oleh seorang guru yang mempunyai kecerdasan dan agama, piawai dalam membina akhlak, cakap dalam mengatur anak, jauh dari sifat ringan tangan dan dengki, dan tidak kasar di hadapan muridnya.”
Imam Mawardi (dalam Nashîhah al-Mulûk hlm. 172) menegaskan urgensi memilih guru yang baik dengan mengatakan, “Wajib bersungguh-sungguh di dalam memilihkan guru dan pendidik bagi anak, seperti kesungguhan di dalam memilihkan ibu dan ibu susuan baginya, bahkan lebih dari itu. Seorang anak akan mengambil akhlak, gerak-gerik, adab dan kebiasaan dari gurunya melebihi yang diambil dari orangtuanya sendiri.”
Begitupun memilihkan sekolah yang baik yang di dalamnya diajarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama, apalagi yang merusak akidah anak-anak Muslim. Banyak orangtua memilih sekolah untuk anaknya sekadar agar anak dapat memperoleh ilmu dan prestasi yang bagus, tetapi lupa akan perkembangan kekokohan akidah dan akhlaknya.
Namun demikian, tentulah guru yang paling pertama dan utama adalah orangtuanya, dan sekolah yang paling pertama dan utama adalah rumah tempat tinggalnya bersama orangtua.

5. Mengajari anak untuk memuliakan para ulama.
Abu Umamah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Ada tiga manusia, tidak ada yang meremehkan mereka kecuali orang munafik. Mereka adalah orangtua, ulama, dan pemimpin yang adil. (HR ath-Thabrani).
Ulama adalah pewaris para nabi. Memuliakan dan menghormati mereka, bersikap santun dan lembut di dalam bergaul dengan mereka, adalah di antara adab yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak. Memuliakan ulama menjadikan anak akan memuliakan ilmu yang diterimanya, yang dengannya Allah menghidupkan hati seseorang. Abu Umamah ra. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Sesungguhnya Luqman berkata kepada putranya, “Wahai anakku, engkau harus duduk dekat dengan ulama. Dengarkanlah perkataan para ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati dengan hujan deras.” (HR ath-Thabrani).

6. Membiasakan seluruh keluarga membaca dan menghapal ayat-ayat al-Quran dan Hadis Nabi saw.
Dalam membina akidah anak, mengajarkan al-Quran dan Hadis Nabi saw. adalah hal yang utama dalam membentuk mentalitas anak. Keduanya merupakan sumber untuk menghidupkan ilmu yang akan menyinari dan menguatkan akal. Para Sahabat ra. sangat berambisi sekali mengikat anak-anak mereka dengan al-Quran. Anas bin Malik ra., setiap kali mengkhatamkan al-Quran, mengumpul-kan istri dan anak-anaknya, lalu berdoa untuk kebaikan mereka.
Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, Ibnu Abbas ra. telah hapal al-Quran pada usia sepuluh tahun. Imam Syafii rahimahullâh telah hapal al-Quran pada usia tujuh tahun. Imam al-Bukhari mulai menghapal hadis ketika duduk dibangku madrasah dan mengarang kitab At-Târîkh pada usia 18 tahun.

7. Membuat perpustakaan rumah, sekalipun sederhana.
Mempelajari ilmu tak akan lepas dari kitab ataupun buku-buku sebagai media referensi yang senantiasa akan memenuhi kebutuhan ilmu. Keberadaan perpustakaan rumah menjadi hal yang sangat penting untuk mengkondisikan anak-anak seantiasa dekat dengan ilmu dan bersahabat dengan kitab-kitab ilmu.
Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam Risâlah-nya, Sarana Paling Efektif dalam Mendidik Generasi Muda dengan Pendidikan Islam yang Murni, mengatakan, “Adalah sangat penting adanya perpustakaan di dalam rumah, sekalipun sederhana. Koleksi bukunya dipilihkan dari buku-buku sejarah Islam, biografi Salafus Shâlih, buku-buku akhlak, hikmah, kisah perjalanan para ulama ke berbagai negeri, kisah-kisah penaklukan berbagai negeri, dan semisalnya….”

8. Mengajak anak menghadiri majelis-majelis kaum dewasa.
Nabi saw. pernah menceritakan bahwa beliau ketika masih kecil juga turut menghadiri majelis-majelis kaum dewasa. Beliau mengatakan: “Aku biasa menghadiri pertemuan-pertemuan para pemuka kaum bersama paman-pamanku….” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad sahih dalam Musnad-nya [2/157] dan oleh Ahmad [1/190]).
Dengan membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, akalnya akan meningkat, jiwanya akan terdidik, semangat dan kecintaannya kepada ilmu akan semakin kuat. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []


Kebaikan-Kebaikan Akan Menghapus Kejahatan

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, sholawat dan salam untuk nabi dan rasul yang paling mulia, nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.

Ini adalah ulasan tentang beberapa amalan yang mudah dilaksanakan dan akan mendapatkan ganjaran pahala yang sangat besar dengan karunia dari Allah. Amalan-amalan ini banyak dilalaikan dan diremehkan oleh sebagian besar manusia, padahal di dalamnya terdapat banyak pahala, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Memperbanyak sholat di al-Haramain asy-Syarifain (Masjid Haram dan Masjid Nabawi). Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra. Rasulullah saw. bersabda: "Shalat di masjidku ini lebih afdhal dari 1000 sholat di masjid lainnya kecuali masjid Haram, dan sholat di masjid Haram lebih afdhal dari 100.000 sholat di masjid lainnya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Dan sholat seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada sholat di masjid Haram dan masjid Nabawi.

2. Sholat di masjid Quba'. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang keluar hingga sampai ke masjid ini, masjid Quba', lalu sholat di dalamnya, maka baginya pahala yang sama dengan (pahala) umroh." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah).

3. Rutin melaksanakan sholat Dhuha. Dan waktu yang terbaik untuk melaksanakannya adalah ketika matahari sudah semakin terik, Rasulullah saw. bersabda: "Sholatnya orang-orang yang bertaubat adalah ketika unta kecil telah merasakan panasnya (matahari)." (HR. Muslim).

4. Menggandakan istighfar, seperti dengan membaca doa: "Ya Allah, ampunilah orang-orang mukminin dan mukminat, orang-orang muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup di antara mereka maupun yang sudah meninggal." Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang meminta ampun untuk orang-orang mukmin dan mukminat maka Allah akan menuliskan untuknya setiap mukmin dan mukminat satu kebaikan." (HR. Thabrani).

5. Qiyamul Lail pada saat Lailatul Qodar. Tahukah Anda bahwa pahala orang yang melaksanakan qiyamul lail pada saat lailatul qodar lebih afdhal dari pahala ibadah selama kira-kira 83 tahun lebih 3 bulan? Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qodar: 1-5).

6. Menggandakan tasbih, yaitu dengan membaca: "Maha suci Allah dan dengan memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, keridhoan diri-Nya, seberat Ars-Nya, dan sepanjang kalimat-Nya."

7. Membaca doa ketika akan memasuki pasar. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang memasuki pasar maka hendaklah ia membaca [Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wayumiitu, wa huwa hayyun laa yamuutu, biyadihil khoir, wa huwa 'alaa kulli syai'in qodiir.] (Tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian, Yang menghidupkan dan Mematikan. Ia hidup dan tidak mati, di Tangan-Nya kebaikan dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu.), maka Allah akan menulis baginya satu juta kebaikan, dihapuskan darinya satu juta kejelekan dan diangkat derajatnya satu juta derajat." Dan dalam riwayat lain disebutkan: "Dan akan dibangun untuknya rumah di surga." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim).

8. Berumroh di bulan Romadhon. Karena berumroh di bulan Romadhon sama dengan berhaji sekali. Sebagaimana sebda Rasulullah saw. kepada Ummu Sinan: "Bila bulan Romadhon tiba maka berumrohlah karena berumroh di saat tersebut sama dengan berhaji sekali." Atau bersabda: "sama dengan berhaji bersamaku." (Muttafaqun 'alaihi).

9. Mengamalkan adab-adab pada hari Jumat. Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang memandikan atau mandi lalu bersegera dan berjalan kaki, tidak dengan mengendarai sesuatu, lalu mendekati imam, menyimak dan tidak bercanda, maka baginya setiap langkah amal setahun pahala puasa dan sholatnya." (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai).

10. Puasa. Nabi saw. menganjurkan untuk memperbanyak puasa sunnah dalam beberapa hari tertentu dalam satu tahun, misalnya puasa dua hari (Senin dan Kamis), hari-hari putih (13, 14, 15 setiap bulan Hijriah), bulan Sya'ban, enam hari di bulan Syawal, Muharrom, sepuluh Dzulhijjah, puasa hari Arafah bagi selain jemaah haji dan pada hari Asyura. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya (dirinya) dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan." (HR. Ahmad).

11. Memberi buka puasa bagi orang-orang yang berpuasa. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang memberi buka pada orang yang berpuasa maka baginya sama dengan pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun." (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

12. Memperbanyak ucapan: [Laa haula walaa quwwata illaa billah] ("Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah."). Karena ucapan ini adalah salah satu kekayaan surga, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits Muttafaqun 'alaihi dari Rasulullah.

13. Memenuhi kebutuhan manusia. Rasulullah saw. bersabda dalam salah satu hadits yang panjang: "Aku berjalan beriring dengan saudaraku sesama muslim dalam suatu keperluan lebih aku senangi daripada beri'tikaf di masjid selama satu bulan." (HR. Thabrani dan ditahsin oleh Al-Albani).

14. Sholat dua rokaat setelah terbitnya matahari. Dari Anas bin Malik ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang sholat subuh berjamaah lalu duduk-duduk berdzikir kepada Allah hingga terbitnya matahari kemudian sholat dua rokaat maka ia akan mendapatkan pahala haji dan umroh." Beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sempurna, sempurna, sempurna." (HR. Tirmidzi dan ditahsin oleh Al-Albani).

15. Menyantuni anak yatim. Dari Sahal bin Saad bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Saya dan pengasuh anak yatim di surga seperti ini." (HR. Bukhari) "Beliau memberi isyarat dengan kedua jarinya, jari telunjuk dan tengah." Dan Anda bisa melakukan itu melalui salah satu yayasan atau lembaga sosial lainnya.

16. Senantiasa sholat jenazah. Dari Abu Hurairah ra. berkata: "Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menghadiri jenazah hingga disholati maka baginya pahala satu qirath, dan siapa yang menghadirinya hingga dimakamkan maka ia akan mendapatkan dua pahala qirath." Dikatakan kepada beliau: "Apakah qirath itu?" Beliau menjawab: "Yaitu seperti dua gunung yang besar." (Muttafaqun 'alaihi).

17. Memperbanyak sholawat untuk Nabi saw. Jadi barangsiapa yang bersholawat untuk nabi saw. sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, dan akan menjadi manusia paling utama nanti pada hari kiamat. Allah swt. mewakilkan malaikat yang berkeliling menyampaikan salam ummatnya kepada nabi mereka.

18. Sholat Isya dan Subuh secara berjamaah. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang sholat isya secara berjamaah maka seakan-akan ia telah melaksanakan sholat tengah malam, dan barangsiapa yang sholat subuh berjamaah maka seakan-akan ia telah melaksanakan sholat sepanjang malam." (HR. Muslim).

19. Membaca tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing 33 kali pada setiap selesai sholat, lalu membaca: laa ilaaha illallahu, wahdahuu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu, wahuwa 'alaa kulli syai'in qodiir. Ucapan ini memiliki keutamaan yang sangat besar sebagaimana diriwayatkan dalam hadits tentang orang-orang fakir Muhajirin yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah (hadits panjang Muttafaqun 'alaihi) dalam bab "Dzikir-dzikir yang dibaca setelah sholat fardhu."

20. Dakwah kepada Allah dan menasihati orang lain. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia pun akan menanggung dosa yang sama dengan dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun." (HR. Muslim). Jadi bila Anda menasihati orang lain untuk menuju Allah maka pahala nasihat itu ukan mengalir untukmu selama nasihat itu masih berguna bagi dirinya hingga hari kiamat. Misalnya dengan menyebarkan kebaikan seperti tulisan-tulisan yang ada di hadapan Anda sekarang ini, maka Anda akan mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya hingga hari kiamat dengan adzin Allah swt..

21. Sholat empat rokaat sebelum ashar. Sabda Rasulullah saw.: "Semoga Allah merahmati seseorang yang sholat 4 rokaat sebelum ashar." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Empat rokaat itu dilakukan dengan dua salam setelah adzan dan sebelum iqomah.

22. Mengunjungi orang yang sakit. Sabda Rasulullah saw.: "Barangsiapa mengunjungi orang yang sakit, maka ia akan tetap di khurfah surga." Rasulullah saw. ditanya: "Apakah khurfah surga itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Buah surga yang dipetik." (HR. Muslim). "Dan Anda akan diampuni oleh 70.000 malaikat." (Sebagaimana yang terdapat dalam hadits panjang.)

23. Puasa, mengikuti jenazah, menengok orang yang sakit, dan memberi makan orang miskin. Bila semua ini terkumpul pada seorang muslim pada satu hari maka ia akan masuk surga dengan karunia Allah, sebagaimana yang terjadi pada diri Abu Bakar ra., di mana Rasulullah saw. bersabda dalam hadits yang panjang: "Tidaklah hal itu semua berkumpul pada seseorang kecuali ia akan masuk surga." (HR. Muslim).

24. Mengadakan perdamaian di antara manusia. Allah swt. berfirman: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shodaqoh atau berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia." (QS. An-Nisa: 114). Dan banyak hadits yang menunjukkan keutamaan hal itu, yang tidak mungkin kita membahasnya semua karena kesempatan yang terlalu sempit.

25. Memperbanyak ucapan [Subhaanallahi walhamdulillahi walaailaaha illallahu wallahu akbar]. Ucapan ini lebih afdhal daripada hari terbitnya matahari, sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Nabi saw.. Ucapan ini juga termasuk yang paling disenangi oleh Allah swt. sebagaimana dalam hadits shohih.

26. Membaca QS. Al-Ikhlas berulang-ulang. Karena surat ini sebanding dengan sepertiga Al-Quran dalam hal pahala dan kandungan maknanya, di mana surat ini mengandung Tauhid, pengagungan dan penghormatan kepada Allah swt.. Rasulullah saw. bersabda: "Qul huwallahu ahad, sebanding dengan sepertiga Al-Quran, dan Qul yaa ayyuhal kaafirun, sebanding dengan seperempat Al-Quran." (HR. Thabrani dan ditashih oleh as-Suyuti dan al-Albani). Dan perlu diperhatikan bahwa sepertiga dalam keutamaan tidak berarti merasa cukup membacanya dan meninggalkan bacaan surat-surat Al-Quran lainnya.

27. Shodaqoh jariyah. Misalnya dengan membantu pembangunan masjid, penggalian sumur, madrasah, tempat pengungsian, pendidikan anak tentang agama yang benar dan adab-adab Islam serta pendidikan anak untuk selalu melakukan kebaikan, karena bila anak Adam meninggal maka amalannya akan terputus kecuali tiga hal, di antaranya adalah anak sholeh yang mendoakan orang tuanya. Termasuk pula mencetak, menyebarkan dan membagikan buku-buku dan kaset-kaset yang berguna ataupun memberikan dukungan dana melalui kantor-kantor kerjasama dakwah, penyuluhan dan bimbingan untuk orang-orang asing atau yayasan dan lembaga keagamaan.

28. Sholat empat rokaat sebelum dhuhur dan empat rokaat setelahnya. Dari Ummu Habibah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang senantiasa melaksanakan sholat sunnat 4 rokaat sebelum dhuhur dan 4 rokaat setelah dhuhur maka Allah akan mengharamkan baginya neraka." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Empat rokaat itu dengan dua salam antara adzan dan iqomah, dan 4 rokaat dengan dua salam setelah sholat dhuhur.

29. Qiyamul Lail, menyebarkan salam dan memberi makan. Dari Abdullah bin Salam ra., Nabi saw. bersabda: "Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makan dan sholatlah di waktu malam sementara manusia sedang tidur, maka kalian akan masuk surga dengan selamat." (HR. Tirmidzi). Rasulullah saw. bersabda: "Sholat yang paling afdhal setelah sholat fardhu adalah sholat lail." (HR. Muslim).

30. Mengikuti ucapan muadzin. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan: [Allahumma rabba hadzihidda'watittaammati washsholatil qooimati aati Muhammadanil wasiilata walfadhiilata wab'atshu maqoomam mahmuudanilladzi wa 'adtah] ("Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini (adzan) dan sholat (wajib) yang ditegakkan ini. Berilah wasilah (derajat yang tinggi) dan fadhilah kepada Rasulullah dan bangkitkanlah beliau pada maqom yang terpuji yang telah Engkau janjikan.") Maka ia berhak mendapatkan syafaatku nanti pada hari kiamat." (HR. Bukhari).

31. Memperbanyak membaca dan menghapal Al-Quran. Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi." (QS. Faathir: 29). Dari Ibnu Mas'ud ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah maka baginya satu kebaikan dan kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan bahwa 'alif laam mim' itu satu huruf, tetapi 'alif' satu huruf, 'laam' satu huruf, dan 'mim' satu huruf." (HR. Tirmidzi dan berkata: "Hadits hasan shohih").

32. Memperbanyak dzikir kepada Allah. Sabda Rasulullah saw.: "Maukah kalian aku kabarkan kepada kalian amalan yang paling baik dan suci yang kalian miliki, yang paling tinggi dalam derajat kalian, paling baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak dan lebih baik daripada ketika kalian bertemu musuh lalu kalian memenggal lehernya atau mereka memenggal leher kalian?" Mereka menjawab: "Tentu". Beliau bersabda: "Yaitu dzikir kepada Allah Ta'ala." (HR. Tirmidzi).

Sholawat dan salam untuk nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.

(Diambil dari buletin Daar Al-Gasem, For Publishing & Distribution, Saudi Arabia P.O. Box 6373 Riyadh 11442, telp. 4775311 - Fax 4774432)

AMALAN PASCA RAMADHAN

Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan kemuliaan, di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya sama dengan seribu bulan. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, Rasul pilihan, penghulu para nabi, pelita umat di kegelapan dan kepekatan jahiliyah, uswah terbaik bagi umat seluruhnya.

Sudah menjadi keharusan, bahwa setiap yang datang, pasti akan pergi. Demikian halnya dengan bulan Ramadhan, sebentar lagi ia akan meninggalkan kita…. Tapi apakah kita siap melepas kepergiannya, hingga ia memberi atsar (pengaruh) dalam kehidupan kita.

Bulan Ramadhan sesungguhnya adalah saksi atas amalan yang selama ini kita kerjakan, apakah itu berupa keburukan dan maksiat, ataukah ibadah dan amal shaleh. Maka sudah selayaknya jika kita melakukan kembali instrospeksi mulai sekarang, melakukan muhasabah terhadap semua yang pernah kita perbuat selama berada di bulan ini, agar Ramadhan tidak berlalu begitu saja seperti tahun-tahun sebelumnya.

Ada beberapa amalan yang harus kita laksanakan, baik yang wajib ataupun yang sunnah, setelah Ramadhan seperti :


1. Menunaikan Zakat Fithrah

Zakat merupakan salah satu kewajiban dan rukun Islam.
" Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah satu sha' dari gandum atau satu sha' dari korma atas anak kecil, orang besar, orang merdeka, dan budak. Pada riwayat lain:"Atas laki-laki, wanita, orang merdeka, dan budak" HR. Bukhari.

2. Menjaga Shalat Fardlu berjamaah dan shalat-shalat sunnah

Pada bulan Ramadhan kita telah membiasakan diri kita untuk selalu terikat dengan masjid. Setiap adzan terdengar, kita ayunkan langkah untuk mengerjakan kewajiban shalat bersama-sama dengan muslimin yang lain berjamaah. Ketika Ramadhan berakhir, muncul semangat baru yang bermula dari kebersihan hati dan jiwa. Dan ini harus kita jaga agar bisa terlaksana sampai Ramadhan berikutnya. Kalau semangat bisa kita jaga, kita akan semakin mudah untuk melaksanakan shalat berjama'ah terlebih lagi pahala shalat ini sangat besar sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW

Dari Abdullah bin umar r.a., Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Shalat berjamaa'ah itu lebih mulia dari shalat sendirian duapuluh tujuh derajat, (H.R. Bukhari dan Muslim).
Disamping itu kita tambah amalan shalat wajib kita dengan melakukan shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat wajib), shalat tahajjud, shalat witir dll, sebagai wujud dari ketaqwaan kita kepada-Nya.

3. Sholat 'Iedul Fitri

Shalat 'Ied Fitri hukumnya sunnah muakkadah. Shalat 'iedul fitri adalah salah satu syi'ar Islam sekaligus bukti atas kekuatan keimanan seseorang. Rasulullah SAW senantiasa mengerjakan dan memerintahkan kepada umatnya untuk mengerjakannya baik laki-laki ataupun perempuan. Hari itu adalah hari kebahagiaan dan kegembiraan, setelah selesai meksanakaan ibadah puasa Ramadhan satu bulan penuh. Namun kita dilarang mengkhususkan satu jenis ibadah pada hari ini yang tidak pernah diperintahkan dalam agama seperti mengkhususkan ziarah kubur pada hari itu, karena hal itu adalah termasuk bid'ah yng nyata.

Hal-hal yang disunnahkan dalam shalat 'ied seperti : mandi dan memakai wewangian, mengenakan pakaian yang terbaik, makan sebelum melaksanakan shalat, mengumandangkan takbir, berdo'a untuk kebaikan kaum muslimin, berjalan kaki dengan menempuh jalan yang berbeda antara berangkat dan pulang, melaksanakan shalat 'ied di mushalla (tanah lapang tempat shalat 'ied dikerjakan). Bagi kaum wanita dianjurkan untuk bershadaqah sebagaimana yang diriwayatkan dari shahabat Bilal Bin Rabah r.a., bahwa beliau di masa Rasulullah SAW membentangkan kain untuk mengumpulkan shadaqah dari para wanita.

Karena begitu pentingnya, sehingga Rasulullah SAW memerintahkan seluruh anggota keluarga untuk berbondong-bondong menunaikannya. Orang tua, remaja, anak-anak, wanita-wanita yang sebelumnya dipingit, bahkan wanita-wanita yang sedang haid diperintahkan beliau untuk bersama menghadiri mushalla (tanah lapang tempat shalat 'ied dikerjakan). Mengucapkan takbir, berdo'a dan mendengarkan khutbah. Bagi wanita-wanita dilarang melakukan tabarruj (berdandan, membuka aurat memakai wewangian didepan laki-laki lain yang bukan mahram).

Disunnatkan kaum muslimin untuk saling mengucapkan do'a Taqabbalallahu minnaa wa minkum. Sebagaimana hadits dari Jubair bin Nufail, dia berkata :

"Apabila para shahabat Rasulullah SAW bertemu pada hari 'Iedul Fitri, mereka saling mengucapkan (mendo'akan) Taqabalaahu minnaa wa minkum." (Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, isnad hadits ini hasan).

4. Berpuasa sunnah 6 hari setelah 'iedul fitri, dan puasa sunnah lainnya

Puasa 6 hari setelah 'idul fitri adalah ibadah yang sangat dianjurkan, Allah SWT menjanjikan pahala yang sangat besar bagi siapa saja yang mau mengamalkannya. Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu dilanjutkan dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka nilainya seperti berpuasa sepanjang tahun". (HR. Muslim, Abu Dawud dan At Tirmidzi).

Puasa ini boleh dikerjakan secara berturut-turut dan dapat pula berselang waktunya, di awal bulan Syawal setelah 'iedul fitri, di pertengahannya atau di akhir bulan. Puasa-puasa yang lain yang disunnahkan seperti ; puasa Senin dan Kamis, puasa tiga hari pada tiap pertengahan bulan qamariyah (tanggal 13, 14 dan 15), puasa di hari arafah dan 'Asyura, puasa di bulan Sa'ban, puasa nabi Daud (berpuasa sehari dan berbuka sehari secara kontinyu), ada hadits dari Ummu Salamah menerangkan bahwa Rasulullah SAW sering berpuasa di hari sabtu dan Minggu sebagai pengingkaran terhadap orang musyrik karena kedua hari itu adalah 'ied mereka (hadits tadi dishahihkan oleh Ibn Khuzaimah, Bulughul maram, hal 139, no. 711).

5. Menghiasi diri dengan sifat mahmudah dan akhlaq karimah

Ramadlan dapat dijadikan sebagai moment penting untuk memulai perbuatan baik/ibadah, sifat-sifat baik dan akhlaq yang mulia. Dan ketika memasuki bulan-bulan setelahnya kita kondisikan diri untuk tetap melakukan ibadah yang sudah kita lakukan dibulan Ramadhan, kita jauhi perbuatan dosa serta kemungkaran yang kita tinggalkan pada bulan itu disertai dengan menghiasi diri dengan taqwa, hilm, amanah, sabar, istiqomah dll.

Aminuddin
Maraji': Fiqih Wanita, Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah, Majlis Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin, Bulughul Maram, Al Hafidz Ibn Hajar al asqalani ditashhih dan di ta'liq oleh Muhammad Hamid Al Fiqiy.