Social Icons

Pages

Selasa, 29 April 2008

Penemuan Tuhan

Sosok dalam keremangan senja itu tercenung. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat bintang, lalu dia berkata, ``Inilah Tuhanku``. Namun, tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata, ``Saya tidak suka kepada yang tenggelam.`` Kemudian, tatkala dia melihat bulan terbit, dia
berkata, ``Inilah Tuhanku``.
 
Namun, setelah bulan itu terbenam, dia berkata, ``Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang sesat.`` Kemudian, tatkala dia melihat matahari terbit, dia
berkata, ``Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar``, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata, ``Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.`` (QS Al-An``am: 76--78).
Demikianlah, proses pencarian sang Pencipta yang pernah dilakukan oleh Bapak Para Nabi, Ibrahim Khalilullah, dengan memahami fenomena alam disertai dengan kesadaran jernih, dimulai dari awal rangkaian sebab-sebab dan mencapai penemuan Tuhan Alam Semesta.
 
Begitu pula kita, tiap-tiap kita telah dianugerahi kemampuan untuk meneliti alam dengan pandangan komprehensif. Melalui indra, kita tidak lagi melihat alam sebagai sekadar kumpulan bagian-bagian yang saling
terisolasi, tetapi harus dapat memperhatikan kesalinghubungan di antarbagian itu dan kesamaan asal-usulnya.
 
Peredaran matahari dan bulan (QS Ar-Rahman: 5), turunnya hujan dan ragam buah-buahan (QS Al-Baqarah:22), tiupan angin untuk penyerbukan (QS Al- Hijr: 22), geografi dan kosmologi (QS Al-Ghasyiyah: 18--20), dan manfaat
besi (QS Al-Hadid: 25), adalah sebagian dari fenomena alam yang harus secara integral kita pahami. Kemudian sampailah pada kesimpulan dankeyakinan tentang keberadaan Tuhan, Sang Pencipta (QS Fussilat:53).
 
Selanjutnya, seperti yang dikatakan oleh Rasulullah bahwa beliau diutus kepada seluruh manusia sejak zamannya hingga akhir zaman nanti, dengan membawa Alquran sebagai mukjizat, untuk melemahkan (li ikjazi) argumentasi orang-orang kafir. Telah terbukti bahwa Alquran itu adalah benar-benar kalam Allah, bukan buatan Muhammad SAW yang ummi, ataupun
buatan penyair-penyair Arab tersohor (QS Al-Baqarah:23).
 
Terakhir, dengan diutusnya Rasulullah SAW dan pemberitahuan Alquran, barulah kita mengetahui bahwa Tuhan (Ilah) itu adalah Allah, seperti dijelaskan dalam Surat Luqman ayat 25, ``Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, ``Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?`` Tentu mereka
akan menjawab, ``Allah``. Katakanlah, ``Segala puji bagi Allah``, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.`` Wallahu a``lam.

 

Disalin dari Message Gamais ITB di Friendster FKMKI Unhas

Senin, 14 April 2008

Pembentukan Hujan



Pembentukan Hujan

Oleh : Harun Yahya


Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi
orang- orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa
didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan..


Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan
baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan
terlihat.


Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur'an berabad-abad
yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,


"Dialah Allah Yang mengirimkan angin,
lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut
yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air
hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya
yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)




Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah
tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air
dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal,
menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam
Al Qur'an. Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.


TAHAP KE-1: "Dialah Allah
Yang mengirimkan angin..."


Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang
dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel
air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu
diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini,
yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya,
yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut
"perangkap air".


TAHAP KE-2: "...lalu angin
itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya,
dan menjadikannya bergumpal-gumpal..."


Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling
butir- butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam
hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu
bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan
awan-awan.


TAHAP KE-3: "...lalu kamu
lihat air hujan keluar dari celah- celahnya..."


Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan
partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan
ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh
ke tanah sebagai hujan.


Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat
Al- Qur'an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar.
Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al- Qur'anlah yang
menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah
mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang- orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan
oleh ilmu pengetahuan.


Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan
dijelaskan:


"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian
mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih,
maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah- celahnya dan Allah (juga)
menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan
awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada
siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya.
Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an,
24:43)


Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan
temuan yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya
awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan
tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah
sebagai berikut:


TAHAP - 1, Pergerakan awan oleh
angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.


TAHAP - 2, Pembentukan awan yang
lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin,
saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.


TAHAP - 3, Pembentukan awan yang
bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk
awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat.
Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian
tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara
vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan
secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah
atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai
terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi
berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka
mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes,
Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The
Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of
Meteorology, s. 141-142)


Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru
ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta
bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat
terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu
kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.



Minggu, 13 April 2008

Kegelapan dan Gelombang di Dasar Lautan



Kegelapan dan Gelombang
di Dasar Lautan





Pengukuran yang dilakukan dengan teknologi masa kini berhasil mengungkapkan
bahwa antara 3 hingga 30% sinar matahari dipantulkan oleh permukaan laut. Jadi,
hampir semua tujuh warna yang menyusun spektrum sinar matahari diserap satu
demi satu ketika menembus permukaan lautan hingga kedalaman 200 meter, kecuali
sinar biru (lihat gambar di samping). Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak dijumpai
sinar apa pun. (lihat gambar atas). Fakta ilmiah ini telah disebutkan dalam
ayat ke-40 surat An Nuur sekitar 1400 tahun yang lalu..




"Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam,
yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan;
gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah
dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk)
oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun." (Al Qur'an, 24:40)


Keadaan umum tentang lautan yang dalam dijelaskan dalam buku
berjudul Oceans:


Kegelapan dalam lautan dan samudra yang dalam dijumpai pada
kedalaman 200 meter atau lebih. Pada kedalaman ini, hampir tidak dijumpai cahaya.
Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak terdapat cahaya sama sekali. (Elder, Danny;
and John Pernetta, 1991, Oceans, London, Mitchell Beazley Publishers, s. 27)


Kini, kita telah mengetahui tentang keadaan umum lautan tersebut,
ciri-ciri makhluk hidup yang ada di dalamnya, kadar garamnya, serta jumlah air,
luas permukaan dan kedalamannya. Kapal selam dan perangkat khusus yang dikembangkan
menggunakan teknologi modern, memungkinkan para ilmuwan untuk mendapatkan informasi
ini.


Manusia tak mampu menyelam pada kedalaman di bawah 40 meter
tanpa bantuan peralatan khusus. Mereka tak mampu bertahan hidup di bagian samudra
yang dalam nan gelap, seperti pada kedalaman 200 meter. Karena alasan inilah,
para ilmuwan hanya baru-baru ini saja mampu menemukan informasi sangat rinci
tersebut tentang kelautan. Namun, pernyataan "gelap gulita di lautan yang
dalam" digunakan dalam surat An Nuur 1400 tahun lalu. Ini sudah pasti salah
satu keajaiban Al Qur'an, sebab infomasi ini dinyatakan di saat belum ada perangkat
yang memungkinkan manusia untuk menyelam di kedalaman samudra.


Selain itu, pernyataan di ayat ke-40 surat An Nuur "Atau
seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan…"
mengarahkan
perhatian kita pada satu keajaiban Al Qur'an yang lain.


Para ilmuwan baru-baru ini menemukan keberadaan gelombang di
dasar lautan, yang "terjadi pada pertemuan antara lapisan-lapisan air laut
yang memiliki kerapatan atau massa jenis yang berbeda." Gelombang yang
dinamakan gelombang internal ini meliputi wilayah perairan di kedalaman lautan
dan samudra dikarenakan pada kedalaman ini air laut memiliki massa jenis lebih
tinggi dibanding lapisan air di atasnya. Gelombang internal memiliki sifat seperti
gelombang permukaan. Gelombang ini dapat pecah, persis sebagaimana gelombang
permukaan. Gelombang internal tidak dapat dilihat oleh mata manusia, tapi keberadaannya
dapat dikenali dengan mempelajari suhu atau perubahan kadar garam di tempat-tempat
tertentu. (Gross, M. Grant; 1993, Oceanography, a View of Earth, 6. edition,
Englewood Cliffs, Prentice- Hall Inc., s. 205)


Pernyataan-pernyataan dalam Al Qur'an benar-benar bersesuaian
dengan penjelasan di atas. Tanpa adanya penelitian, seseorang hanya mampu melihat
gelombang di permukaan laut. Mustahil seseorang mampu mengamati keberadaan gelombang
internal di dasar laut. Akan tetapi, dalam surat An Nuur, Allah mengarahkan
perhatian kita pada jenis gelombang yang terdapat di kedalaman samudra. Sungguh,
fakta yang baru saja diketemukan para ilmuwan ini memperlihatkan sekali lagi
bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah.


Pergerakan Gunung

Pergerakan Gunung


Dalam sebuah ayat, kita diberitahu bahwa gunung-gunung tidaklah
diam sebagaimana yang tampak, akan tetapi mereka terus-menerus bergerak.


"Dan kamu lihat gunung-gunung itu,
kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya awan.
(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al Qur'an, 27:88)


Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi
tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma
yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah,
seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua
pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser
ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.


Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru
pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan
oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun
lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan
yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.


Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian
yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau
benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika
dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika
Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana
dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.


Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah
bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter
per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara
wilayah daratan dan lautan di Bumi.


Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi
yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana
berikut:


Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar
100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan
utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik,
lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar
lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5
cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan
perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera
Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel
F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985,
s. 30)


Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam
ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya
perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah "continental
drift" atau "gerakan mengapung dari benua" untuk gerakan ini.
(National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)


Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur'an
bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah
dinyatakan dalam Al Qur'an.


Pemisahan Langit dan Bumi




Pemisahan Langit dan Bumi




Gambar ini menampakkan peristiwa Big Bang, yang sekali lagi mengungkapkan
bahwa Allah telah menciptakan jagat raya dari ketiadaan. Big Bang adalah teori
yang telah dibuktikan secara ilmiah. Meskipun sejumlah ilmuwan berusaha mengemukakan
sejumlah teori tandingan guna menentangnya, namun bukti-bukti ilmiah malah
menjadikan teori Big Bang diterima secara penuh oleh masyarakat ilmiah. Satu
ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:



"Dan apakah orang-orang yang kafir
tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"
(Al Qur'an, 21:30)


Kata "ratq" yang di
sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu"
digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan.
Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya"
adalah terjemahan kata Arab "fataqa",
dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau
pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan
biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan
dengan menggunakan kata ini.


Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan
ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq".
Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu
sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big
Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta.
Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang
saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih
berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat,
sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa"
(terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut,
bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.


Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai
penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu
sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan- penemuan ini belumlah terjadi
sebelum abad ke-20.



Kesombongan Atheis


Kesombongan Ateis




Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi sesudah mati -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; Sesungguhnya (semua itu) terdapat tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan. (QS 2 : 164)




Suatu ketika seorang ateis menentang ulama besar Bagdad Hasan al-Bashri untuk
berdebat tentang keberadaan Tuhan. Karena kepercayaan diri yang besar, laki-laki
tak percaya Tuhan itu mengajukan syarat bahwa yang kalah harus dipancung, Al-Bashri
pun sepakat.


Waktu yang mereka sepakati pun tiba. Di suatu tempat, masyarakat
Bagdad berjubel untuk menyaksikan perdebatan teologis yang monumental itu. Mereka
ingin tahu bagaimana ''nasib'' Tuhan ditentukan. Ketika Al-Bashri belum tiba,
si Ateis telah berada di atas mimbar dan langsung berkoar-koar bahwa Tuhan hanya
rekayasa manusia. Ia menunjukkan argumentasi bahwa Tuhan tidak ada, dan mereka
yang percaya akan keberadaan Tuhan hanyalah orang-orang tolol yang gampang dibodohi
halusinasi.


Menjelang zuhur, Al-Bashri belum juga tiba. Hadirin mulai cemas.
Sementara itu, si ateis tampak gembira, seolah-olah kemenangan sudah digapainya.

''Lihatlah, guru kalian tidak datang. Ia tahu akan kalah, maka dia memilih tidak
hadir untuk menghindari maut. Akulah yang menang. Tuhan tidak ada. Ikutilah
aku,'' teriaknya.

Tiba-tiba Al-Bashri datang tergopoh-gopoh saat forum itu hendak disudahi dan
kemenangan bagi si ateis sudah di pelupuk mata. Dengan nada menyentak si ateis
bertanya, ''Kenapa kamu datang terlambat? Kamu takut kalah dan takut dipenggal,
ya?''


''Maaf,'' jawab Al-Bashri serius. ''Sebenarnya sejak pagi aku
telah berusaha menuju tempat ini. Seperti kamu ketahui, untuk menuju ke sini,
aku harus melintasi sungai Tigris. Namun, tidak biasanya, di sungai itu tidak
ada satu pun perahu melintas. Akhirnya aku shalat dan berdoa kepada Tuhan. Cukup
lama aku berdoa, lalu aku melihat papan-papan bertebaran di sungai itu. Lalu
papan-papan itu menyusun satu sama lainnya menjadi sebuah perahu. Dengan perahu
itulah aku melintasi sungai dan sampai di sini. ''Si ateis menyela, ''Ah, mustahil.
Kamu dusta, kamu mengada-ada. Mana mungkin papan-papan itu tersusun menjadi
perahu tanpa ada yang membuatnya?''


Hasan Al-Bashri menjawab, ''Ya, kamu benar. Itu mustahil. Mana
mungkin papan-papan itu terbentuk perahu tanpa ada yang menyusunnya. Kalau begitu,
mana mungkin jagat raya yang mahaluas ini berwujud, berjalan teratur dengan
sendirinya, tanpa ada yang mencipta dan yang mengaturnya. Bagaimana mungkin
darah, tulang, daging, kulit bisa terbentuk sendiri menjadi seperti kamu?''


Si ateis terdiam, tidak berkutik. Argumentasinya kalah oleh
ucapannya sendiri. Hadirin tertegun dan memuji kebesaran Allah, Subhanallah.
Benar kata nabi saw, ''Bertafakurlah tentang ciptaan Allah, dan jangan berpikir
tentang wujud Allah.'' Akal dan kekuatan kita tidak akan pernah bisa mengetahui
wujud Allah.







Shalat Membuat Otak Menjadi Sehat

Shalat itu bikin otak kita
sehat...

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa
menghadap Allah (meninggal dunia), sedangkan ia biasa melalaikan Shalatnya,
maka Allah tidak mempedulikan sedikit-pun perbuatan baiknya (yang telah ia kerjakan
tsb)".
Hadist Riwayat Tabrani.


Sholat itu Bikin Otak Kita Sehat "Maka
dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan Berkurbanlah" (Q.S Al Kautsar:2)


Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui
semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya.
Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita ?


Seorang Doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa
keajaiban yang di temuinya didalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan
tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran.


Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam
dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu itu telah membukasebuah
klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian pengobatan
melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat
didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.


Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka
Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat
beberapa urat saraf didalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal
setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara
yang lebih normal.


Setelah membuat kajian yang memakan waktu akkhirnya dia menemukan
bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf didalam otak tersebut melainkan ketika
Seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan
darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian
urat tersebut mengikut kadar sembahyang waktu yang diwajibkan oleh Islam. Begitulah
keagungan ciptaan Allah.


Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak
tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh
karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam
"sepenuhnya" karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan
oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.


Kesimpulannya :




Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang apalagi lagi bukan
yang beragama Islam walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya
di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan
secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan
untuk melakukan hal hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun
akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai
dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan Secara
lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial
Masyarakat saat ini.


MEMPERINDAH HATI


MEMPERINDAH HATI


Setiap manusia tentulah sangat menyukai dan merindukan keindahan. Banyak orang
yang menganggap keindahan adalah pangkal dari segala puji dan harga. Tidak usah
heran kalau banyak orang memburunya. Ada orang yang berani pergi beratus bahkan
beribu kilometer semata-mata untuk mencari suasana pemandangan yang indah. Banyak
orang rela membuang waktu untuk berlatih mengolah jasmani setiap saat karena
sangat ingin memiliki tubuh yang indah. Tak sedikit juga orang berani membelanjakan
uangnya berjuta bahkan bermilyar karena sangat rindu memiliki rumah atau kendaraan
mewah.


Akan tetapi, apa yang terjadi? Tak jarang kita menyaksikan betapa terhadap
orang-orang yang memiliki pakaian dan penampilan yang mahal dan indah, yang
datang ternyata bukan penghargaan, melainkan justru penghinaaan. Ada juga orang
yang memiliki rumah megah dan mewah, tetapi bukannya mendapatkan pujian, melainkan
malah cibiran dan cacian. Mengapa keindahan yang tadinya disangka akan mengangkat
derajat kemuliaan malah sebaliknya, padahal kunci keindahan yang sesungguhnya
adalah jika sesorang merawat serta memperhatikan kecantikan dan keindahan hati.
Inilah pangkal kemuliaan sebenarnya.


Rasulullah SAW pakaiannya tidak bertabur bintang penghargaan, tanda jasa,
dan pangkat. Akan tetapi, demi Allah sampai saat ini tidak pernah berkurang
kemuliaannya. Rasulullah SAW tidak menggunakan singgasana dari emas yang gemerlap,
ataupun memiliki rumah yang megah dan indah. Akan tetapi, sampai detik ini sama
sekali tidak pernah luntur pujian dan penghargaan terhadapnya, bahkan hingga
kelak datang akhir zaman. Apakah rahasianya? Ternyata semua itu dikarenakan
Rasulullah SAW adalah orang yang sangat menjaga mutu keindahan dan kesucian
hatinya.


Rasulullah SAW bersabda, "Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal
daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya.
Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging
itu bernama qolbu!" (HR. Bukhari dan Muslim).


Boleh saja kita memakai segala apapun yang indah-indah. Namun, kalau tidak
memiliki hati yang indah,demi Allah tidak akan pernah ada keindahan yang sebenarnya.
Karenanya jangan terpedaya oleh keindahan dunia. Lihatlah, begitu banyak wanita
malang yang tidak mengenal moral dan harga diri. Mereka pun tidak kalah indah
dan molek wajah, tubuh, ataupun penampilannya. Kendatipun demikian, mereka tetap
diberi oleh Allah dunia yang indah dan melimpah.


Ternyata dunia dan kemewahan bukanlah tanda kemuliaan yang sesungguhnya karena
orang-orang yang rusak dan durjana sekalipun diberi aneka kemewahan yang melimpah
ruah oleh Allah. Kunci bagi orang-orang yang ingin sukses, yang ingin benar-benar
merasakan lezat dan mulianya hidup, adalah orang-orang yang sangat memelihara
serta merawat keindahan dan kesucian qalbunya.


Imam Al Ghazali menggolongkan hati ke dalam tiga golongan, yakni yang sehat
(qolbun shahih), hati yang sakit (qolbun maridh), dan hati yang mati (qolbun
mayyit).


Seseorang yang memiliki hati sehat tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Ia
akan berfungsi optimal. Ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas
suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar-benar sudah melewati
perhitungan yang jitu berdasarkan hati nurani yang bersih.


Orang yang paling beruntung memiliki hati yang sehat adalah orang yang dapat
mengenal Allah Azza wa Jalla dengan baik. Semakin cemerlang hatinya, maka akan
semakin mengenal dia. Penguasa jagat raya alam semesta ini. Ia akan memiliki
mutu pribadi yang begitu hebat dan mempesona. Tidak akan pernah menjadi ujub
dan takabur ketika mendapatkan sesuatu, namun sebaliknya akan menjadi orang
yang tersungkur bersujud. Semakin tinggi pangkatnya, akan membuatnya semakin
rendah hati. Kian melimpah hartanya, ia akan kian dermawan. Semua itu dikarenakan
ia menyadari, bahwa semua yang ada adalah titipan Allah semata. Tidak dinafkahkan
di jalan Allah, pasti Allah akan mengambilnya jika Dia kehendaki.


Semakin bersih hati, hidupnya akan selalu diselimuti rasa syukur. Dikaruniai
apa saja, kendati sedikit, ia tidak akan habis-habisnya meyakini bahwa semua
ini adalah titipan Allah semata, sehingga amat jauh dari sikap ujub dan takabur.
Persis seperti ucapan yang terlontar dari lisan Nabi Sulaiman AS, tatkala dirinya
dianugerahi Allah berbagai kelebihan, "Haadzaa min
fadhli Rabbii, liyabluwani a-asykuru am afkuru." (QS. An Naml [27] : 40)
.
Ini termasuk karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku
mampu bersyukur atau malah kufur atas nikmat-Nya.


Suatu saat bagi Allah akan menimpakkan ujian dan bala. Bagi orang yang hatinya
bersih, semua itu tidak kalah terasa nikmatnya. Ujian dan persoalan yang menimpa
justru benar-benar akan membuatnya kian merasakan indahnya hidup ini. Karena,
orang yang mengenal Allah dengan baik berkat hati yang bersih, akan merasa yakin
bahwa ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah, yang membuat seseorang
semakin bermutu.


Dengan persoalan akan menjadikannya semakin bertambah ilmu. Dengan persoalan
akan bertambahlah ganjaran. Dengan persoalan pula derajat kemuliaan seorang
hamba Allah akan bertambah baik, sehingga ia tidak pernah resah, kecewa, dan
berkeluh kesah karena menyadari bahwa persoalan merupakan bagian yang harus
dinikmati dalam hidup ini.


Oleh karenanya, tidak usah heran orang yang hatinya bersih, ditimpa apapun
dalam hidup ini, sungguh bagaikan air di relung lautan yang dalam. Tidak pernah
akan berguncang walaupun ombak badai saling menerjang. Ibarat karang yang tegak
tegar, dihantam ombak sedahsyat apapun tidak akan pernah roboh. Tidak ada putus
asa, tidak ada keluh kesah berkepanjangan. Yang ada hanya kejernihan dan keindahan
hati. Ia amat yakin dengan janji Allah, "Laa yukalifullahu
nafasan illa wus’ahaa." (QS. Al Baqarah [2] : 286).
Allah
tidak akan membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Pasti
semua yang menimpa sudah diukur oleh-Nya. Mahasuci Allah dari perbuatan zhalim
kepada hamba-hamba-Nya.


Ia sangat yakin bahwa hujan pasti berhenti. Badai pasti berlalu. Malam pasti
berganti menjadi siang. Tidak ada satu pun ujian yang menimpa, kecuali pasti
akan ada titik akhirnya. Ia tidak berubah bagai intan yang akan tetap kemilau
walaupun dihantam dengan apapun jua.


Memang luar biasa orang yang memiliki hati yang bersih. Nikmat datang tak
pernah membuatnya lalai bersyukur, sementara sekalipun musibah yang menerjang,
sama sekali tidak akan pernah mengurangi keyakinan akan curahan kasih sayang-Nya.
Semua itu dikarenakan ia bisa menyelami sesuatu secara lebih dalam atas musibah
yang menimpa dirinya, sehingga tergapailah sang mutiara hikmah. Subhanallaah,
sungguh teramat beruntung siapapun yang senantiasa berikhtiar dengan sekuat-kuatnya
untuk memperindah qolbunya.



(Sumber : Tabloid MQ EDISI 05/TH.1/SEPTEMBER 2000)

Tak Sesulit Yang Anda Bayangkan.



Tak Sesulit Yang Anda Bayangkan.




Di sebuah ladang terdapat sebongkah batu yang amat besar. Dan seorang petani
tua selama bertahun-tahun membajak tanah yang ada di sekeliling batu besar
itu. Sudah cukup banyak mata bajak yang pecah gara-gara membajak di sekitar
batu itu. Padi-padi yang ditanam di sekitar batu itu pun tumbuh tidak baik.



Hari ini mata bajaknya pecah lagi. Ia lalu memikirkan bahwa
semua kesulitan yang dialaminya disebabkan oleh batu besar ini. Lalu ia memutuskan
untuk melakukan sesuatu pada batu itu.


Lalu ia mengambil linggis dan mulai menggali lubang di bawah
batu. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa batu itu hanya setebal sekitar
6 inchi saja. Sebenarnya batu itu bisa dengan mudah dipecahkan dengan palu biasa.
Kemudian ia lalu menghancurkan batu itu sambil tersenyum gembira. Ia teringat
bahwa semua kesulitan yang di alaminya selama bertahun-tahun oleh batu itu ternyata
bisa diatasinya dengan mudah dan cepat.


Renungan:



Kita sering ditakuti oleh bayangan seolah permasalahan yang kita hadapi tampak
besar, padahal ketika kita mau melakukan sesuatu, persoalan itu mudah sekali
diatasi. Maka, atasi persoalan anda sekarang. Karena belum tentu sebesar yang
anda takutkan, dan belum tentu sesulit yang anda bayangkan.

Faktor-Faktor Apakah Yang Menyebabkan Manusia Tidak Mau Berpikir


Faktor-Faktor Apakah Yang Menyebabkan
Manusia Tidak Mau Berpikir


Ada banyak sebab yang menghalangi manusia untuk berpikir.Satu,
atau beberapa, atau semua sebab ini dapat mencegah seseorang untuk berpikir
dan memahami kebenaran. Oleh karena itu, perlu kiranya setiap orang mencari
faktor-faktor yang menyebabkan mereka berada dalam kondisi yang kurang baik
tersebut, dan berusaha melepaskan diri darinya. Jika tidak dilakukan, ia tidak
akan mampu mengetahui realitas yang sebenarnya dari kehidupan dunia yang pada
akhirnya menghantarkannya kepada kerugian besar di akhirat. Dalam Al-Qur'an
Allah memberitakan keadaan orang-orang yang terbiasa berpikir dangkal:




"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai Dan
mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak
menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan
tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di
antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya". (QS.
Ar-Ruum, 30: 7-8)


Kelumpuhan mental akibat mengikuti
kebanyakan orang


Satu sebab yang membuat kebanyakan orang tersesat adalah keyakinannya
bahwa apa yang dilakukan "sebagian besar" manusia adalah benar. Manusia
biasanya lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh orang-orang disekitarnya,
daripada berpikir untuk mencari sendiri kebenaran dari apa yang diajarkan tersebut.
Ia melihat bahwa hal-hal yang pada mulanya kelihatannya janggal seringkali dianggap
biasa oleh kebanyakan orang, atau bahkan tidak terlalu dipedulikan. Maka setelah
beberapa lama, ia kemudian menjadi terbiasa juga dengan hal-hal tersebut.

Sebagai contoh: sebagian besar dari teman-teman di sekitarnya tidak berpikir
bahwa suatu hari mereka akan mati. Mereka bahkan tidak membiarkan satu orang
pun berbicara mengenai masalah ini untuk mengingatkan tentang kematian. Seseorang
yang berada dalam lingkungan yang demikian akan berkata,"Karena semua orang
seperti itu, maka tidak ada salahnya jika saya berperilaku sama seperti mereka."
Lalu orang tersebut menjalani hidupnya tanpa mengingat kematian sama sekali.
Sebaliknya, jika orang-orang di sekitarnya bertingkah laku sebagai orang yang
takut kepada Allah dan beramal secara sungguh-sungguh untuk hari akhir, sangat
mungkin orang ini akan juga berubah sikap.


Sebagai contoh tambahan: ratusan berita tentang bencana alam,
ketidakadilan, ketidakjujuran, kedzaliman, bunuh diri, pembunuhan, pencurian,
penggelapan uang diberitakan di TV dan majalah-majalah. Ribuan orang yang membutuhkan
bantuan disebutkan setiap hari. Tetapi banyak dari mereka yang membaca berita-berita
tersebut, membolak-balik halaman surat kabar atau menekan tombol TV dengan tenangnya.
Pada umumnya, manusia tidak memikirkan mengapa berita-berita semacam ini demikian
banyak; apa yang harus dilakukan dan persiapan-persiapan apa yang harus dilakukan
untuk mencegah terjadinya peristiwa yang sedemikian mengenaskan; serta apa yang
dapat mereka lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kebanyakan manusia menuding
orang atau pihak lain bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tersebut. Dengan
seenaknya mereka melontarkan kata-kata seperti "apakah menjadi tanggung
jawab saya untuk menyelamatkan dunia ini?"




Kemalasan mental




Kemalasan adalah sebuah faktor yang menghalangi kebanyakan manusia dari berpikir.Akibat
kemalasan mental, manusia melakukan segala sesuatu sebagaimana yang pernah mereka
saksikan dan terbiasa mereka lakukan. Untuk memberikan sebuah contoh dari kehidupan
sehari-hari: cara yang digunakan para ibu rumah tangga dalam membersihkan rumah
adalah sebagaimana yang telah mereka lihat dari ibu-ibu mereka dahulu. Pada
umumnya tidak ada yang berpikir, "Bagaimana membersihkan rumah dengan cara
yang lebih praktis dan hasil yang lebih bersih" dengan kata lain, berusaha
menemukan cara baru. Demikian juga, ketika ada yang perlu diperbaiki, manusia
biasanya menggunakan cara yang telah diajarkan ketika mereka masih kanak-kanak.
Umumnya mereka enggan berusaha menemukan cara baru yang mungkin lebih praktis
dan berdaya guna. Cara berbicara orang-orang ini juga sama. Cara bagaimana seorang
akuntan berbicara, misalnya, sama seperti akuntan-akuntan yang lain yang pernah
ia lihat selama hidupnya. Para dokter, banker, penjual…..dan orang-orang
dari latar belakang apapun mempunyai cara bicara yang khas. Mereka tidak berusaha
mencari yang paling tepat, paling baik dan paling menguntungkan dengan berpikir.
Mereka sekedar meniru dari apa yang telah mereka lihat.


Cara pemecahan masalah yang dipakai juga menunjukkan kemalasan
dalam berpikir. Sebagai contoh: dalam menangani masalah sampah, seorang manajer
sebuah gedung menerapkan metode yang sama sebagaimana yang telah dipakai oleh
manajer sebelumnya. Atau seorang walikota berusaha mencari jalan keluar tentang
masalah jalan raya dengan meniru cara yang digunakan oleh walikota-walikota
sebelumnya. Dalam banyak hal, ia tidak dapat mencari pemecahan yang baru dikarenakan
tidak mau berpikir.

Sudah pasti, contoh-contoh di atas dapat berakibat fatal bagi kehidupan manusia
jika tidak ditangani secara benar. Padahal masih banyak masalah yang lebih penting
dari itu semua. Bahkan jika tidak dipikirkan, akan mendatangkan kerugian yang
besar dan kekal bagi manusia. Penyebab kerugian tersebut adalah kegagalan seseorang
dalam berpikir tentang tujuan keberadaannya di dunia; ketidakpedulian akan kematian
sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari; dan kepastian akan hari
penghisaban setelah mati. Dalam Al-Qur'an, Allah mengajak manusia untuk merenungkan
fakta yang sangat penting ini:




"Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. Pasti
mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi. Sesungguhnya orangorangyang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka,
mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Perbandingan
kedua golongan itu (orangorang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang
buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua
golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran
(daripada perbandingan itu)?" (QS. Huud, 11: 21-24)


"Maka apakah (Allah) yang menciptakan
itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ? Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 17)




Anggapan bahwa berpikir secara mendalam tidaklah
baik




Ada sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa berpikir secara mendalam
tidaklah baik. Mereka saling mengingatkan satu sama lain dengan mengatakan "jangan
terlalu banyak berpikir, anda akan kehilangan akal". Sungguh ini tidak
lain hanyalah omong kosong yang didengung-dengungkan oleh mereka yang jauh dari
agama. Yang seharusnya dihindari bukanlah tidak berpikir, akan tetapi memikirkan
keburukan; atau terjerumus dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan atau angan-angan
kosong.


Mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah
dan hari akhir, tidak berpikir mengenai hal-hal yang baik dan bermanfaat, akan
tetapi hal-hal yang negatif. Sehingga hasil yang tidak bermanfaatlah yang pada
akhirnya muncul dari perenungan mereka. Mereka berpikir, misalnya, bahwa hidup
di dunia adalah sementara, dan bahwa mereka suatu hari akan mati, akan tetapi
hal ini menjadikan mereka putus harapan. Sebab secara sadar mereka tahu bahwa
menjalani kehidupan tanpa mengikuti perintah Allah hanya akan menyengsarakan
mereka di akhirat. Sebagian dari mereka bersikap pesimistik karena berkeyakinan
bahwa

mereka akan lenyap sama sekali setelah mati.

Orang yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian memiliki pola
pikir yang sama sekali berbeda ketika mengetahui bahwa hidup di dunia hanyalah
sementara. Pertama-tama, kesadarannya akan kehidupan dunia yang sementara mendorongnya
untuk memulai sebuah perjuangan atau kerja keras yang sungguh-sungguh untuk
kehidupannya yang hakiki dan abadi di akhirat. Karena tahu bahwa hidup ini cepat
atau lambat akan berakhir, ia tidak terlenakan oleh ambisi syahwat dan kepentingan
dunia. Ia terlihat sangat tenang. Tak satupun peristiwa yang menimpanya dalam
kehidupan yang sementara ini membuatnya marah.


Dengan ceria ia selalu berpikir tentang harapan untuk meraih
kehidupan yang abadi dan menyenangkan di akhirat. Ia juga sangat menikmati keberkahan
dan keindahan dunia. Allah telah menciptakan kehidupan dunia dengan tidak sempurna
dan penuh kekurangan sebagai ujian bagi manusia. Ia berpikir bahwa jika dalam
kehidupan di dunia yang tidak sempurna dan cacat ini terdapat demikian banyak
kenikmatan untuk manusia, maka sudah pasti kehidupan surga amat tak terbayangkan
lagi keindahannya. Ia mendambakan untuk melihat keindahan yang hakiki di akhirat.
Dan ia memahami semua hal tersebut setelah berpikir secara mendalam.




Berlepas diri dari tanggung jawab melaksanakan
apa yang diperoleh dari berpikir




Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat mengelak dari berbagai macam
tanggung jawab dengan menghindarkan diri dari berpikir, dan mengalihkan akalnya
untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan melakukan yang demikian di dunia,
mereka berhasil melepaskan diri mereka sendiri dari beragam masalah. Satu diantara
banyak hal yang sangat menipu manusia adalah anggapan bahwa mereka akan dapat
membebaskan diri dari kewajiban mereka kepada Allah dengan cara tidak berpikir.
Inilah sebab utama yang membuat mereka tidak berpikir tentang kematian dan kehidupan
setelahnya. Jika seseorang berpikir bahwa ia suatu hari akan mati dan selalu
ingat bahwa ada kehidupan abadi setelah mati, maka ia wajib bekerja keras untuk
kehidupannya setelah mati. Tetapi ia telah menipu dirinya sendiri ketika berkeyakinan
bahwa kewajiban tersebut akan lepas dengan sendirinya ketika ia tidak berpikir
tentang keberadaan akhirat. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar, dan jika
seseorang tidak mendapatkan kebenaran di dunia dengan berpikir, maka setelah
kematiannya ia baru akan menyadari bahwa tidak ada jalan keluar baginya untuk
meloloskan diri.




"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.
Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari
terlaksananya ancaman." (QS. Qaaf, 50: 19-20)


Tidak berpikir akibat terlenakan
oleh kehidupan sehari-hari




Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan hidup mereka dalam "ketergesa-gesaan".
Ketika mencapai umur tertentu, mereka harus bekerja dan menanggung hidup diri
mereka dan keluarga mereka. Mereka menganggap hal ini sebagai sebuah "perjuangan
hidup". Dan, karena harus bekerja keras, jungkir balik dalam pekerjaan,
mereka mengatakan tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal yang lain, termasuk
berpikir.Akhirnya mereka pun terbawa larut oleh arus ke arah mana saja kehidupan
mereka ini membawa mereka. Dengan demikian, mereka menjadi tidak peka lagi dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar.


Namun, tidak sepatutnya manusia memiliki tujuan hidup hanya
sekedar menghabiskan waktu; bergegas pergi dari satu tempat ke tempat yang lain.
Yang terpenting di sini adalah kemampuan melihat kenyataan sesungguhnya dari
kehidupan dunia ini untuk kemudian menempuh jalan hidup yang sebenarnya. Tidak
ada satu orang pun yang mempunyai tujuan akhir mendapatkan uang, bekerja, belajar
di universitas atau membeli rumah. Sudah barang tentu manusia perlu melakukan
ini semua dalam hidupnya, namun yang mesti senantiasa ada dalam benaknya ketika
melakukan segala hal tersebut yaitu kesadaran akan keberadaan manusia di dunia
sebagai hamba Allah, untuk bekerja demi mencari ridha, kasih sayang dan surga
Allah. Segala perbuatan dan pekerjaan selain untuk tujuan tersebut hanyalah
berfungsi sebagai "sarana" untuk membantu manusia dalam meraih tujuan
yang sebenarnya. Menempatkan sarana sebagai tujuan utama adalah sebuah kekeliruan
yang amat besar yang didengung-dengungkan syaitan kepada manusia.

Seseorang yang hidup tanpa berpikir akan mudah sekali menjadikan sarana tersebut
sebagai tujuan. Kita dapat menyebutkan contoh-contoh lain yang serupa dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya: tidak dapat diragukan bahwa bekerja dan menghasilkan
berbagai hal yang bermanfaat untuk masyarakat adalah perbuatan baik. Seseorang
yang beriman kepada Allah akan melakukan pekerjaan tersebut dengan bersemangat
sambil mengharapkan balasan Allah di dunia dan di akhirat. Sebaliknya jika seseorang
melakukan hal yang sama tanpa mengingat Allah dan hanya

mengharapkan imbalan dunia, seperti mendapatkan jabatan tinggi agar dihormati
oleh masyarakat, maka ia telah melakukan kekeliruan. Ia telah melakukan sesuatu
yang sebenarnya dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya, yakni
mencari ridha Allah. Ketika menemukan realitas yang sebenarnya di akhirat, ia
merasa sangat menyesal karena telah melakukan hal yang demikian. Dalam sebuah
ayat, Allah merujuk ke mereka yang terpedaya oleh kehidupan dunia sebagaimana
berikut:




"(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin)
adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada
kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati
bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-orang
yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil)
sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di
dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS.
At-Taubah, 9: 69).




Melihat segala sesuatu dengan "penglihatan
yang biasa", sekedar melihat tanpa perenungan




Ketika melihat beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, manusia mungkin
menemukan berbagai hal yang luar biasa yang mendorong mereka berkeinginan untuk
mengetahui lebih jauh apa yang sedang mereka lihat tersebut. Namun setelah sekian
lama, mereka mulai terbiasa dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa takjub.
Terutama sebuah benda ataupun kejadian yang mereka temui setiap hari sudah menjadi
sesuatu yang "biasa" saja bagi mereka.

Sebagai contoh, beberapa orang calon dokter merasakan adanya pengaruh terhadap
dirinya ketika pertama kali melihat jenazah. Saat pertama kali satu di antara
para pasien mereka meninggal dapat membuat mereka termenung lama. Padahal beberapa
menit yang lalu jasad tak bernyawa ini masih hidup, tertawa, memikirkan rencana-rencana,
berbicara, menikmati hidup dengan wajah yang ceria. Orang yang tadinya hidup
serta melihat dengan mata yang ceria, berbicara tentang rencana masa depan,
menikmati sarapan di pagi hari mendadak terbaring tanpa ruh. Ketika pertama
kali mayat tersebut diletakkan di depan para dokter tersebut untuk diautopsi,
mereka berpikir segala hal yang mereka lihat padanya. Tubuhnya membusuk demikian
cepat, bau yang menusuk hidung pun tercium, rambut yang tadinya terlihat indah
menjadi demikian kusut hingga tak seorang pun sudi menyentuhnya. Kesemua ini
termasuk apa yang ada di benak mereka. Lalu mereka pun berpikir: bahan pembentuk
semua manusia adalah sama dan jasad mereka akan mengalami akhir yang serupa,
yakni mereka pun akan menjadi seperti mayat yang mereka saksikan.

Namun, setelah berulang-ulang melihat beberapa mayat dan mendapati beberapa
pasiennya meninggal dunia, orang-orang ini pada akhirnya menjadi terbiasa. Mereka
lalu memperlakukan mayat-mayat, atau bahkan para pasien mereka sebagaimana barang
atau benda. Sungguh, ini tidak berlaku terhadap dokter saja. Terhadap kebanyakan
manusia, hal yang sama dapat terjadi dalam kehidupan mereka. Sebagai contoh,
ketika seseorang yang biasa hidup dalam kesusahan dikaruniai kehidupan yang
serba berkecukupan, ia akan sadar bahwa semua yang ia miliki adalah sebuah kenikmatan
untuknya. Tempat tidurnya menjadi lebih nyaman, tempat tinggalnya menghadap
ke arah pemandangan yang indah, ia dapat membeli apapun yang diinginkannya,
menghangatkan rumahnya di musim dingin sekehendaknya, dengan mudahnya pergi
dari satu tempat ke tempat yang lain dengan kendaraan, dan banyak hal lain yang
kesemuanya adalah kenikmatan baginya. Ketika membandingkan dengan keadaan yang
sebelumnya, ia akan merasa bersyukur dan bahagia. Akan tetapi, bagi orang yang
telah memiliki kesemua ini sejak lahir mungkin tak pernah terlalu memikirkan
tentang nilai dari semua kenikmatan tersebut. Jadi, penilaian terhadap segala
kenikmatan ini tidak mungkin dilakukannya tanpa ia mau berpikir secara mendalam.
Lain halnya bagi seseorang yang mau merenung, tidaklah menjadi persoalan apakah
ia mendapatkan segala kenikmatan tersebut sejak lahir atau di kemudian hari.
Sebab ia tidak pernah melihat apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang biasa-biasa
saja. Ia paham bahwa segala yang ia punyai adalah ciptaan Allah. Sekehendak-Nya,
Allah berkuasa mengambil semua kenikmatan yang ada darinya. Sebagai contoh,
orang-orang mukmin ketika menaiki hewan tunggangan, yakni kendaraan, mereka
akan berdoa:




"Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian
kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu
mengatakan: "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami
padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan
kembali kepada Tuhan kami." (QS. Az-Zukhruf, 43: 13-14)


Di ayat lain, dikisahkan bahwa ketika orang-orang yang beriman memasuki kebun-kebun
atau taman-taman mereka, mereka mengingat Allah seraya berkata, "Atas
kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan
Allah" (QS. Al-Kahfi, 18: 39)
.
Ini

adalah sebuah isyarat bahwa setiap saat ketika memasuki taman-taman mereka,
muncul dalam benak mereka: Allah lah yang menciptakan dan memelihara taman ini.
Sebaliknya, seseorang yang tidak berpikir mungkin takjub ketika pertama kali
melihat sebuah taman yang indah, tetapi kemudian taman tersebut menjadi sebuah
tempat yang biasa-biasa saja baginya. Kekagumannya atas keindahan tersebut telah
sirna. Sebagian orang sama sekali tidak menyadari nikmat tersebut dikarenakan
tidak berpikir. Mereka menganggap segala kenikmatan yang ada sebagai halyang
"biasa" atau "lumrah" dan sebagai "sesuatu yang memang
seharusnya sudah demikian". Inilah yang menjadikan mereka tidak dapat merasakan
kenikmatan dari keindahan taman tersebut.




Kesimpulan: wajib atas manusia untuk menghilangkan
segala penyebab yang menghalangi mereka dari berpikir.




Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, fakta bahwa kebanyakan manusia tidak
berpikir dan hidup dalam keadaan lalai dari kebenaran tidak menjadi alasan bagi
seseorang untuk tidak berpikir. Setiap manusia mempunyai kebebasan terhadap
dirinya sendiri, dan ia akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri di hadapan
Allah. Mesti senantiasa diingat bahwa Allah menguji manusia dalam hidupnya di
dunia. Sikap orang-orang selain dirinya yang sering kali acuh, tidak mau berpikir,
bernalar ataupun memahami kebenaran adalah bagian dari ujian untuknya.

Seseorang yang berpikir dengan ikhlas tidak akan berkata,"Kebanyakan manusia
tidak berpikir, dan tidak menyadari akan hal ini, lalu mengapa saya sendirian
yang mesti berpikir?" Tetapi, ia akan menerima dan menjalani ujian tersebut
dengan memikirkan tentang kelalaian orang-orang terebut, dan memohon perlindungan
Allah agar tidak menjadikannya termasuk dalam golongan mereka. Sudah jelas bahwa
keadaan mereka bukanlah alasan baginya untuk tidak berpikir. Dalam Al-Qur'an,
Allah memberitakan di banyak ayat bahwa kebanyakan manusia berada dalam kelalaian
dan tidak beriman:




"Dan sebahagian
besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu sangat menginginkannya."
(QS. Yuusuf, 12: 103)


"Alif laam miim raa. Ini adalah
ayat-ayat Al Kitab (Al Qur’an). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada
Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya)."
(QS. Ar-Ra’d, 13: 1)

"Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh - sungguh:
"Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati".

(Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji
yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui,"
(QS. An-Nahl, 16: 38)

"Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia
supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan manusia itu
tidak mau kecuali mengingkari (ni'mat)." (QS. Al-Furqaan, 25: 50)


Di lain ayat, Allah menceritakan kesudahan dari mereka yang
tersesat akibat mengikuti kebanyakan manusia; dan tidak mematuhi perintah Allah
akibat melalaikan tujuan penciptaan mereka:




"Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh
berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan
umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan
(apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (adzab
Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang penolongpun."
(QS. Faathir, 35:37)




Berdasarkan dalil di atas, setiap manusia hendaknya membuang segala sesuatu
yang mencegah mereka dari berpikir untuk kemudian secara ikhlas dan jujur memikirkan
dengan seksama setiap ciptaan ataupun kejadian yang Allah ciptakan, serta mengambil
pelajaran dan peringatan dari apa yang ia pikirkan.

Dalam bab berikutnya, kami akan menguraikan tentang berbagai hal yang dapat
dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, yakni beberapa peristiwa dan ciptaan
Allah yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan kami adalah untuk
memberikan petunjuk tentang masalah ini kepada para pembaca agar mereka mampu
menjalani sisa hidupnya sebagai manusia yang "berpikir dan mengambil peringatan
dari apa yang mereka pikirkan".



Sumber : Bagaimana Seorang Muslim Berpikir? (Deep Thinking)


Pengarang : Harun Yahya


Selasa, 08 April 2008

Salam FKMKI

Assalamu alaikum Wr. Wb.
Tetap semangat wahai saudaraku, jalan masih panjang. Semoga Allah selalu menyatukan hati kita. Hingga kita dipertemukan-Nya di Akhirat kelak. Insya Allah
a





Minggu, 06 April 2008

Tujuh tanda kebahagiaan dunia



Tujuh petanda kebahagiaan dunia

Dari Ibnu Abbas ra, ada 7 petanda kebahagiaan dunia, iaitu :

1. Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur
2. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang soleh
3. Al auladun abrar, yaitu anak yang soleh
4. Albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita
5. Al malul halal, atau harta yang halal
6. Tafakur fi dien, atau semangat untuk memahami agama
7. Umur yang barakah - artinya umur yang semakin tua semakin soleh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah.

hidup di dunia hanya sementara.......

Sanksi meninggalkan Shalat



Sanksi meninggalkan Shalat


Rasulullah SAW. bersabda, "Barangsiapa menjaga shalat, niscaya di muliakan oleh Allah dengan lima kemuliaan" :



  1. Allah menghilangkan kesempitan hidupnya

  2. Allah hilangkan siksa kubur darinya

  3. Allah akan memberikan buku catatan amalnya dengan tangan kanannya

  4. Dia akan melewati jembatan (Shirat) bagaikan kilat

  5. Akan masuk syurga tanpa hisab


Dan barangsiapa yang menyepelekan shalat, niscaya Allah akan mengazabnya dengan lima belas siksaan ; enam siksa di dunia, tiga siksaan ketika mati, tiga siksaan ketika masuk liang kubur dan tiga siksaan ketika bertemu dengan Tuhannya (akhirat).


Adapun siksa di dunia adalah :



  1. Dicabut keberkahan umurnya

  2. Dihapus tanda orang saleh dari wajahnya

  3. Setiap amal yang dikerjakan, tidak diberi pahala oleh Allah

  4. Tidak diterima do'anya

  5. Tidak termasuk bagian dari do'anya orang-orang saleh

  6. Keluar ruhnya (mati) tanpa membawa iman


Adapun siksa ketika akan mati :



  1. Mati dalam keadaan hina

  2. Mati dalam keadaan lapar

  3. Mati dalam keadaan haus, yang seandainya diberikan semua air laut tidak akan menghilangkan rasa hausnya


Adapun siksa kubur :



  1. Allah menyempitkan liang kuburnya sehingga bersilang tulang rusuknya

  2. Tubuhnya dipanggang di atas bara api siang dan malam

  3. Dalam kuburnya terdapat ular yang bernama Suja'ul Aqro' yang akan menerkamnya karena menyia-nyiakan shalat. Ular itu akan menyiksanya, yang lamanya sesuai dengan waktu shalat


Adapun siksa yang menimpanya waktu bertemu dengan Tuhan:



  1. Apabila langit telah terbuka, maka malaikat datang kepadanya dengan membawa rantai. Panjang rantai tsb. tujuh hasta. Rantai itu digantungkan ke leher orang tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya dan keluar dari duburnya. Lalu malaikat mengumumkan : 'Ini adalah balasan orang yang menyepelekan perintah Allah'. Ibnu Abbas r.a berkata, 'seandainya lingkaran rantai itu jatuh ke bumi pasti dapat membakar bumi'.

  2. Allah tidak memandangnya dengan pandangan kasih sayang-Nya Allah tidak mensucikannya dan baginya siksa yang pedih.

  3. Menjadi hitam pada hari kiamat wajah orang yang meninggalkan shalat, dan sesungguhnya dalam neraka Jahannam terdapat jurang yang disebut "Lam-lam". Di dalamnya terdapat banyak ular, setiap ular itu sebesar leher unta, panjangnya sepanjang perjalanan sebulan. Ular itu menyengat orang yang meninggalkan shalat sampai mendidih bisanya dalam tubuh orang itu selama tujuh puluh tahun kemudian membusuk dagingnya.


------------------

(Risalah As Sayyid Ahmad Dahlan) Hafidz Al Mundziri, terjemah kitab At Targhiib wat Tarhiib, hal 32


sumber:


http://www.dudung.net



Perumpamaan



PERUMPAMAAN


Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, dan Utsman datang bertamu ke rumah Ali. Di sana mereka dijamu oleh Fathimah,putri Rasulullah SAW sekaligus istri Ali bin Abi Thalib. Fathimah menghidangkan untuk mereka semangkuk madu.Ketika mangkuk itu diletakkan, sehelai rambut jatuh melayang dekat mereka.


Rasulullah SAW segera meminta para sahabatnya untuk membuat perbandingan terhadap ketiga benda tersebut,yaitu mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut.


Abu Bakar yang mendapat giliran pertama segera berkata, “Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut.


Rasulullah SAW tersenyum, lalu beliau menyuruh Umar untuk mengungkapkan kata-katanya. Umar segera berkata, “Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Rajanya lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”


Rasulullah SAW kembali tersenyum, lalu berpaling kepada Utsman seraya mempersilakannya untuk membuat perbandingan tiga benda di hadapan mereka. Utsman berkata,“Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”


Seperti semula, Rasulullah SAW kembali tersenyum kagum mendengar perumpamaan yang disebutkan para sahabatnya. Beliau pun segera mempersilakan Ali bin Abi Thalib untuk mengungkapkan kata-katanya. Ali berkata, “Tamuitu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”


Rasulullah SAW segera mempersilakan Fathimah untuk membuat perbandingan tiga benda di hadapan mereka. Fathimah berkata, “Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik. Wanita yang mengenakan purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”


Setelah mendengarkan perumpamaan dari para sahabatnya, Rasulullah SAW segera berkata, “Seorang yang mendapat taufiq untuk beramal lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Beramal dengan perbuatan baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat amal dengan ikhlas, lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”


Malaikat Jibril yang hadir bersama mereka, turut membuat perumpamaan, “Menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik. Menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”


Allah SWT pun membuat perumpamaan dengan firman-Nya dalam  hadits Qudsi, “Surga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu. Nikmat surga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju surga-Ku lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”



Keterpeliharaan Al-Qur'an



Keterpeliharaan Al-Qur'an


"Supaya Dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah Tuhannya, sedang sebenarnya ilmu-Nya meliputi apap yang ada  pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu." (al-_Jinn 72: 28).


Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan hitungan-al­adad: peredaran bintang, keseimbangan alam semesta, pemben­tukan manusia, atom, kuantum mekanik, dan bahkan ayat-ayat dalam al-Qur'an sendiri. Mereka terstruktur dengan hitungan yang sistematis dan teliti.

 


AI-Qur'an dalam bahasa Arab berarti "pembacaan". al-Quran mungkin kitab yang paling banyak dibaca di dunia. Perlu diketahui, sesungguhnya kata Kitab Suci tidak ada di al-Qur'an. Yang ada adalah sebutan Kitab Mulia, Kitab Agung, Kitab Pemurah, dan lainnya. Kitab Suci dikenal karena media, terpengaruh sebutan kitab suci lainnya. Kesempurnaan dalam bahasa tidak dapat ditentang oleh para pujangga. Bahasa dan makna dipadukan. Irama, keselarasan melodi, ritmenya menghasilkan sebuah efek hipnotis yang kuat. Barangkali bagi orang awam, kandungan al-Qui an sulit dimengerti, karena ia tidak dimulai secara kronologis ataupun narasi-narasi sejarah seperti halnya kitab Yahudi. Ia juga tidak mendasarkan teolo­ginya dalam cerita-cerita dramatis sebagaimana epik-epik India. Tidak pula Tuhan diungkap dalam bentuk manusia sebagaimana dalam Bibel dan Bhagavad Gita. Ia berbicara langsung soal pendidikan-sebagaimana sering dikemukakan oleh para penulis modern-berbicara mengenai membaca, mengajar, memahami dan menulis (al-'Alaq 96 : 1-5). Di dalam al-Qur'an sendiri ada pemakaian kata "al-Qur'an" dalam arti bacaan, sebagaimana tersebut dalam ayat 17,18 Surat 75 al-Qiyamah:

 


"Sesungguhnya mengumpulkan al-Qur'an (dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya maka ikutilah bacaannya."

 


Kata pertama di dalam al-Qur’an dan Islam adalah sebuah perintah yang ditujukan kepada Nabi, yang secara linguistik menunjukkan bahwa penyusunan teks al-Qur'an berada di luar kewenangan Muhammad saw. Gaya serupa ini tetap diperta­hankan di sepanjang al-Qur'an. Ia berbicara kepada atau ten­tang Nabi dan tidak mengizinkan Nabi berbicara atas kehendaknya sendiri. Al-Qur'an menggambarkan dirinya sendiri sebagai sebuah kitab yang "diturunkan" Tuhan kepada Nabi; ungkapan kata "diturunkan" atau anzalna dalam berbagai bentuk digunakan lebih dari 200 kali. Secara intrinsik, ini berarti bahwa konsep dan isi al-Qur'an benar-benar diturunkan dari langit. Sebagaimana dalam beberapa ayat yang lain, Tuhan juga menurunkan besi, mizan (keadilan, keseimbangan, harmoni) dan 8 pasang binatang ternak. Al-Qur'an diturunkan secara bertahap dalam berbagai peristiwa yang memakan waktu 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Ia dikutip langsung dari catatan di Lauh Mahfuzh, yang berarti Kitab Utama atau bermakna "Pusat Arsip".

 


Al-Qur'an berpandangan bahwa bacaan tersebut tersusun rapi, sempurna dan tidak ada yang ketinggalan. Ia dalam peng­gambarannya sangat unik. Nabi pun kadang-kadang dikritik dan ditegur dalam beberapa peristiwa. Al-Qur'an juga selalu menyisipkan ayat-ayat tertentu, seperti "intan yang berkilauan", dalam pelajaran metafisisnya. Ia mendesak pembaca agar menggunakan kemampuan intelektualnya, mengenali isyarat ­isyarat ilmiah berupa "intan yang berkilauan", tanda-tanda kebesaran Pencipta melalui alam semesta, sumber Metafisis Tertinggi. Muslim modern mengatakan ada sekitar 900 ayat yang memuat tanda-tanda ini, dari total 6.236 ayat. Hanya 100 ayat yang berbicara persoalan peribadatan, dan puluhan ayat yang membahas masalah-masalah pribadi, hukum perdata, hukum pidana, peradilan dan kesaksian. Al-Qur'an berbeda cara pe­nyajiannya, bisa saja membahas masalah keimanan, moral, ritu­al, hukum, sejarah, alam, antisipasi masa mendatang, secara sekaligus dalam satu surat. Ini memberikan daya persuasi yang lebih besar, karena semua berlandaskan keimanan kepada Tuhan Yang Esa dan Hari Akhir. Jumlah surat dalam al-Qur'an ada 114, nama-nama tiap surat, batas-batas tiap surat dan susunan ayat-ayatnya merupakan ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Nabi sendiri.

 


Sejarah Ringkas Pemeliharaan al-Qur'an

 


Pada awal Islam, bangsa Arab adalah bangsa yang buta huruf, hanya sedikit yang pandai menulis dan membaca. Bahkan beberapa di antaranya merasa aib bila diketahui pandai menulis. Karena, orang yang terpandang pada saat itu adalah orang yang sanggup menghafal, bersyair, dan berpidato. Waktu itu belum ada "kitab". Kalaupun ada hanyalah sepotong batu yang licin dan tipis, kulit binatang, atau pelepah korma yang ditulis. Termasuk kutub, jamak kitab, yang dikirim oleh Nabi kepada raja-raja di sekitar Arab, sebagai seruan untuk masuk Islam.

 


Setiap kali turun ayat, Nabi menginstruksikan kepada para sahabat untuk menghafalnya dan menuliskannya di atas batu, kulit binatang dan pelepah korma. Hanya ayat-ayat al-Qur'an yang boleh ditulis. Selain ayat-ayat al-Qur' an, bahkan termasuk Hadis dan ajaran-ajaran Nabi yang didengar oleh para sahabat, di larang untuk dituliskan, agar antara isi al-Qur'an dengan yang lainnya tidak tercampur.

 


Setiap tahun, malaikat Jibril, utusan Tuhan mengulang (repetisi) membaca ayat-ayat al-Qur'an yang telah diturunkan sebelumnya di hadapan Nabi. Pada tahun Muhammad saw wafat, yaitu tahun 632 M, ayat-ayat al-Qur' an dibacakan dua kali dalam setahun. Ini menarik sekali, karena seolah-olah akhir tugas dan kehidupan Nabi di dunia ini telah diantisipasi akan selesai.

 


Pada masa khalifah pertama, Abu Bakar, banyak terjadi peperangan melawan orang-orang yang murtad dan para nabi palsu. Di antara mereka yang gugur dalam peperangan banyak penghafal ayat-ayat al-Qur'an. Umar bin Khaththab mengu­sulkan untuk mengumpulkan para penghafal al-Qur'an, disu­ruh membacakan al-Qur’an, menjadikan satu, meneliti dan menulis ulang. Kumpulan itu yang ditulis oleh Zaid bin Tsabit, mushaf, berupa lembaran-lembaran yang diikat menjadi satu, disusun berdasarkan urutan ayat dan surat seperti yang telah ditetapkan oleh Nabi sebelum wafat. Sedangkan pada masa Utsman bin Affan, tentara Muslim telah sampai ke Armenia, Azerbajan di sebelah Timur dan Tripoli di sebelah barat. Kaum Muslim terpencar di seluruh pelosok negeri, ada yang tinggal di Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika. Naskah beredar di mana­mana, tetapi urutan surat dan cara membacanya beragam, se­suai dialek di mana mereka tinggal. Hal ini menjadikan perti­kaian antarkaum Muslim sehingga menjadikan kekhawatiran pemerintahan Utsman. Maka kemudian Utsman membentuk panitia untuk membukukan ayat-ayat al-Qur'an dengan me­rujuk pada dialek suku Quraisy, sebab ayat al-Qur'an diturun­kan dengan dialek mereka, sesuai dengan suku Muhammad saw. Buku tersebut diberi nama al-Mushaf, ditulis lima kopi dan dikirimkan ke empat tempat: Mekkah, Syria, Bashrah, dan Ku­fah. Satu kopi disimpan di Medinah sebagai arsip dan disebut Mushaf al-Imam.

 


Walaupun telah disatukan dan diseragamkan, namun tetap cukup banyak al-Qur'an di Afrika dengan dialek berbeda, ter­masuk jumlah ayat yang "berbeda" karena perbedaan mem­baca dalam pergantian nafas (6.666 ayat), tetapi isinya tetap sama. Awalnya, pada zaman Nabi, al-Qur'an memakai dialek Quraisy, tetapi kemudian berkembang menjadi tujuh dialek non-Quraisy. Pada mulanya, ini dimaksudkan agar suku-suku lain lebih mengerti. Ada juga aliran tersendiri (kelompok kecill, pimpinan Dr. Rashad Khalifa, kelahiran Mesir, seorang ahli biokimia dan matematika, yang mempromosikan jumlah ayat 6.234, berbeda 2 ayat dengan naskah Ustman, 6.236 ayat. Sedangkan mayoritas Muslim, baik Sunni maupun Syi ah tetap berpegang teguh pada naskah awal yang dikumpulkan semasa Khalifah Ustman, yaitu dialek Quraisy, hingga kini. Perbedaan kecil ini, menjadi sasaran kritik para Orientalis, bahwa al-Qur’ an tidak asli lagi, karena telah ada campur tangan manusia dalam transmisinya. Walaupun demikian, sebagian di antara mereka, seperti Gibb, Kenneth Cragg, John Burton, dan Schwally dalam bukunya Mohammedanism, The Collection of the Qur’an , The Mind of the Qu'ran, dan Geschichte des Qorans, mengakui bahwa "sejauh pengetahuan kita, kita bisa yakin bahwa teks wahyu telah di­transmisikan sebagaimana apa yang telah diberikan kepada Nabi".


 


Mushaf  Utsmani Disimpan di Mana?


 


Banyak pertanyaan, di mana copy yang diberikan oleh Kha­lifah Utsman disimpan? Apakah masih ada? Menurut penje­lasan The Institute of Islamic Information and Education of America, naskah tadi disimpan di Museum Tashkent di Uz­bekistan, Asia Tengah. Sedangkan hasil copy fax ada di Perpus­takaan Universitas Columbia di Amerika Serikat. Keterangan lebih lanjut menjelaskan bahwa copy tersebut sama dengan apa yang dimiliki pada zaman Nabi. Duplikat copy yang dikirimkan ke Syria pada masa Utsman juga masih ada di Topkapi Museum Istambul, duplikat ini dibuat sebelum terjadi kebakaran pada tahun 1892 yang menghancurkan mesjid Jami, di mana mushaf tersebut berada. Naskah yang lebih tua bisa ditemukan di Dar al-Kutub, Kesultanan Mesir. Sangat menarik, terdapat naskah yang disimpan di Perpustakaan Kongres di Washington, Ches­ter Beatty Museum di Dublin (Irlandia) dan Museum di Lon­don-isinya tidak berbeda dengan apa yang terdapat di Mesir, Uzbekistan dan Syria. Sebelumnya juga terdapat 42.000 koleksi naskah kuno disimpan Institute for Koranforshung, University of Munich di Jerman. Namun, ketika Perang Dunia II, koleksi ini hancur karena dibom. Sejauh ini, berkat upaya para sahabat Nabi dan atas pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, isi al-Qur'an, sejak zaman Nabi hingga sekarang tetap sama. Namun demi­kian, pertanyaan lainnya muncul. Jika ini semua otentik sesuai dengan aslinya, bagaimana kita yakin bahwa al-Qur'an berasal dari "Sumber Metafisis Tertinggi"?. Sebagian besar kaum Mus­lim sangat yakin bahwa al-Qur'an adalah asli dari Tuhan, karena al-Qur'an sendiri yang mengatakan demikian; misalnya saja, Surat an-Nisa' (4:82); al-An'am (6:19); (6:92); an-Naml (27:6); al-Jatsiyah (45:2). Sebagian Muslim lainnya baru percaya setelah membaca dan memahami isinya dengan baik, berpikiran jernih, dan mau membuka hati dengan hal-hal yang baru. Tetapi dapat dipahami pula, karena "sumbernya dari dalam", bagi urang luar yang skeptis, pendapat apa saja dimungkinkan. Oleh karena itu, bagi orang luar, bukan kalangan Muslim atau siapa sajn, pilihannya adalah salah satu dari lima kemungkinan yang "mengarang al-Qur'an".



Pertama
, Nabi Muhammad saw.

Kedua
, para pujangga-ilmuwan Arab dan kumpulan cerita dari berbagai sumber.

Ketiga
, merupakan jiplakan dari kitab suci Injil dan Taurat.

Keemyat
, buatan makhluk asing.

Dan kelima, dari Tuhan.



Al-Qur' an berpandangan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Ia mengatakan bahwa percaya atau tidaknya seseorang terhadap isi al-Qur'an, semata-mata karena hidayah Allah. Hidayah diberikan bagi yang mau berpikir jernih dan berprasangka baik.



S
ebagian Muslim makin percaya karena faktor-faktor eksternal, bukan hanya karena pernyataan al-Qur'an saja. Mereka berpikir begini.



Pertarma, Muhammad saw terkenal karena kujujurannya, dapat dipercaya, dan bukan orang yang pandai membaca dan menulis. Di lain pihak, gaya bahasa al-Qur'an sangat berlainan dengan gaya bahasa Nabi ketika bertutur. Al-Qur'an selalu memakai gaya yang unik, dimulai dengan "Katakanlah", "ingatkah", "Tuhan berkata", "Mereka bertanya", dan sebagainya.



Kedua
, ada puluhan surat dan ayat yang dimulai dengan huruf-huruf Arab, yang pada awalnya tidak diketahui maknanya. Huruf sisipan atau fawatih. Huruf-huruf ini tidak ada perlunya jika "makhluk biasa" yang membuat, karena tidak
dimengerti oleh pembacanya hingga berabad-abad lamanya, membuat bingung.



Ketiga, sesuatu yang menarik lainnya, bahwa nama Muhammad hanya empat kali disebut dalam al­Qur an. Nama Adam as dan Isa as jauh lebih banyak disebut. Mereka disebut oleh al-Qur'an masing-masing 25 kali. Bahkan nama Musa as paling banyak disebut.



Keempat, cerita atau ung­kapan sejarah serupa dengan cerita dalam kitab suci lainnya, namun sangat berbeda dalam detail dan maknanya. Beberapa kisah masa lalu, bahkan tidak ditemukan dalam kitab Yahudi atau Bibel. Seperti kisah bangsa Tsamud, Ad, kota Iram, dialog antara Nuh as dengan puteranya sebelum banjir terjadi, dan "percakapan semut yang didengar Sulaiman as".



Kelima, seruan al-Qur'an bukan saja ditujukan kepada semua manusia (di bumi dan langit--planet dan alam lainnya), tetapi juga golongan jin (beserta seluruh rasnya, seperti setan, iblis, ifrit, dan makhluk asing yang belum diketahui manusia)
. Ayat-ayat ini tidak ada perlunya bila "makhluk biasa" yang membuat, apa manfaat­nya?



Keenam, rincian tentang malaikat, jin, penciptaan (banyak) alam semesta dan (banyak) bumi, fenomena ilmiah, di mana pengetahuan manusia belum atau baru saja mengetahui.




Ketujuh, struktur kodetifikasi yang ditemukan dalam al-Qur'an, di mana ia mengatakan untuk menambah keimanan bagi orang yang beriman dan membuat tidak ragu bagi pembaca Kitab ini
(al-Muddatstsir 74 : 30).


 


Beberapa faktor eksternal tersebut menyebabkan sebagian kaum Muslim makin percaya bahwa al-Qur'an kecil sekali ke­mungkinannya dibuat oleh makhluk biasa, baik manusia mau­pun jin. Kita juga harus ingat, kaum Muslim lainnya, yang bukan Islam karena "dilahirkan" - Islam karena "pindah agama atau mendapatkan agama", mereka mempunyai alasan yang Iebih spesifik.

 


Mushaf Utsmani adalah satu-satunya kitab, di mana enkripsi dan kodetifikasi bilangan prima ditemukan secara terstruktur, komprehensif, mulai dari yang paling sederhana hingga yang rumit.





Betulkah di dalam Islam ada yang namanya pacaran?



Betulkah di dalam Islam ada yang namanya pacaran?


"Pacaran" adalah suatu kata yang tidak asing lagi kita dengar di kalangan remaja. Sebetulnya apa yang disebut dengan "pacaran" itu? Betulkah di dalam Islam ada yang namanya pacaran?


Pacaran diidentifikasikan sebagai suatu tali kasih sayang yang terjalin atas dasar saling menyukai antara lawan jenis. Apabila kita lihat secara sepintas dari definisi diatas mungkin dapat disimpulkan bahwa pacaran itu merupakan suatu yang wajar dilakukan dikalangan remaja. Padahal apabila kita tinjau dari sudut agama Islam, dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits ternyata tidak ada satu kalimatpun yang menjelaskan tentang pacaran.


Dalam Islam hanya ada khitbah (tunangan). Tapi khan tidak mungkin kita tunangan tanpa mengenal pribadi calon kita?. Tidak seperti itu, sebelum terjadi khitbah, di dalam Islam dianjurkan untuk berta’aruf (berkenalan) itupun kalau seandainya kita siap untuk nikah. Sebenarnya rugi kalau seandainya pacar kita itu bukan jodoh yang Allah SWT takdirkan untuk kita. Padahal kita sudah berkorban.


Islam sesungguhnya agama kasih sayang, sangat tidak adil jika kita memberikan kasih sayang itu kepada seseorang saja. Padahal umat Islam itu bersaudara, Firman Allah dalam QS Al-Hujurat : 10, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara". Bagaimana kita bersaudara dalam Islam?


    1. Saling bersilaturahmi, karena dengan bersilaturahmi dapat menumbuhkan rasa kasih sayang.

    2. Saling bertausyiah, karena ketika kita lupa kita diingatkan, dan ketika orang lain lupa kita mengingatkan.

    3. Saling mendo’akan.



Jadi kita harus memberikan kasih sayang kepada seluruh umat Islam di dunia ini, bukan hanya kepada seseorang dan kelompok tertentu saja.


Untuk itu, marilah kita sama-sama untuk menghindari yang namanya pacaran itu. Karena kasih sayang tidak harus diungkapkan kepada seseorang saja, tetapi kepada siapa saja. Apabila kita melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh agama, maka kita akan berdosa. Begitu juga pacaran, apabila kita melakukan apa yang disebut dengan pacaran, maka kita akan berdosa pula. Na’udzubillaahi min dzalik.


Oleh karena itu, hendaklah kita :


  1. Menundukan pandangan.

    "Firman Allah dalam QS An-Nuur : 31 mewajibkan kita untuk menundukkan pandangan. Sabda Rasul : "Pandangan itu merupakan salah satu panah iblis."



  2. Jangan berduaan dengan lawan jenis.

    "Janganlah kamu pergi berduaan dengan lawan jenismu, sebab yang ketiganya adalah setan."



  3. Memperbanyak shaum sunat


 


Hal ini dimaksudkan agar kita selalu dapat menjaga pandangan dan menahan hawa nafsu.


Cobalah tiada lain suatu amalan yang dicintai Allah, sesungguhnya Allah akan jauh lebih mencintai kita. Carilah amalan yang disukai Allah, setelah kita tahu bahwa dalam Islam tidak ada yang namanya pacaran, cobalah untuk membatasi diri dalam hal itu. Ingatlah bahwa jangankan berpacaran, mendekatinya saja kita sudah tidak boleh. Firman Allah "Janganlah kamu dekati zina".


Kita tidak bisa menjaga pandangan dari yang tidak halal berarti kita sudah zina mata. Begitupun dengan pendengaran, pembicaraan, hati, bila tidak kita jaga dari perbuatan yang mendekati zina, berarti kita sudah berzina. Na’udzubillaahi min dzalik.


sumber :


http://www.dudung.net



Zuhud


Zuhud

K.H. Abdullah Gymnastiar



Ada empat tipe manusia berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya :


Pertama, orang berharta dan memperlihatkan hartanya. Orang seperti ini biasanya mewah gaya hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai dengan penghasilannya, sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Hanya saja, ia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah. Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.


Kedua, orang yang tidak berharta banyak, tapi ingin kelihatan berharta. Gaya hidup mewahnya sebenarnya diluar kemampuannya, hal ini karena ia ingin selalu tampil lebih daripada kenyataan. Tidaklah aneh bila keadaan finansialnya lebih besar pasak daripada tiang. Nampaknya, orang seperti ini benar-benar tahu seni menyiksa diri. Hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.


Ketiga, orang tak berharta tapi berhasil hidup bersahaja. Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam menjalani hidup karena tak tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan penilaian orang lain, kebutuhan hidupnya pun sederhana saja. Dia akan hina kalau menjadi beban dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap juga berpeluang menjadi mulia jikalau sangat menjaga kehormatan dirinya dengan tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan memiliki harga diri.


Keempat, orang yang berharta tapi hidup bersahaja. Inilah orang yang mulia dan memiliki keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup seperlunya. Dampaknya, hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak menjadi bahan iri dengki orang lain, dan tertutup peluang menjadi sombong, serta takabur plus riya. Dan yang lebih menawan akan menjadi contoh kebaikan yang tidak habis-habisnya untuk menjadi bahan pembicaraan. Memang aneh tapi nyata jika orang yang berkecukupan harta tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa kikir). Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah.


**********************************


Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, semacam harta benda dan kekayaan lainnya, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangan makhluk. Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun harta yang dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa tenteram, karena ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji dan jaminan Allah.


Andaikata kita merasa lebih tenteram dengan sejumlah tabungan di bank, saham di sejumlah perusahaan ternama, real estate investasi di sejumlah kompleks perumahan mewah, atau sejumlah perusahaan multi nasional yang dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki, sebanyak apapun asset yang dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram dengan jaminan mereka atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali ijin Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.


Begitulah. Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak mejadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan, lebih tahu dari kita sendiri.


Ada dan tiadanya dunia di sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan batin. Karenanya, mulailah melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja. Adanya tidak membuat bangga, tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya seorang tukang parkir. Ya tukang parkir. Ada hal yang menarik untuk diperhatikan sebagai perumpamaan dari tukang parkir. Mengapa mereka tidak menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka ragam jenis mobil yang ada di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun berganti-ganti setiap saat dengan yang lebih bagus ataupun dengan yang lebih sederhana sekalipun, tidak mempengaruhi kepribadiannya!? Dia senantiasa bersikap biasa-biasa saja.


Luar biasa tukang parkir ini. Jarang ada tukang parkir yang petantang petenteng memamerkan mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain waktu, ketika mobil-mobil itu satu persatu meninggalkan lahan parkirnya, bahkan sampai kosong ludes sama sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian? Tiada lain, karena tukang parkir ini tidak merasa memiliki, melainkan merasa dititipi. Ini rumusnya.


Seharusnya begitulah sikap kita akan dunia ini. Punya harta melimpah, deposito jutaan rupiah, mobil keluaran terbaru paling mewah, tidak menjadi sombong sikap kita karenanya. Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil, jabatan dicopot, mobil dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa. Semuanya biasa-biasa saja. Bukankah semuanya hanya titipan saja? Suka-suka yang menitipkan, mau diambil sampai habis tandas sekalipun, silahkan saja, persoalannya kita hanya dititipi.


Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu." (HR. Ahmad).