Orang Kepercayaan Umat Ini
Beliau termasuk orang yang pertama masuk Islam. Kualitasnya dapat kita ketahui melalui sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya setiap umat mempunyai orang kepercayaan, dan kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”
Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah yang dijuluki dengan nama Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah seorang yang berperawakan tinggi, kurus, berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu. Beliau termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan, beliau disenangi oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang mengikutinya akan merasa tenang.
Abu Ubaidah termasuk orang yang masuk Islam dari sejak awal, beliau memeluk Islam selang sehari setelah Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra memeluk Islam. Beliau masuk Islam bersama Abdurrahman bin ?Auf, Uthman bin Mazun dan Arqam bin Abu al-Arqam, di tangan Abu Bakar as-Shiddiq. Saidina Abu Bakarlah yang membawakan mereka menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan syahadat di hadapan Baginda.
Kehidupan beliau tidak jauh berbeza dengan kebanyakan sahabat lainnya, diisi dengan pengorbanan dan perjuangan menegakkan Deen Islam. Hal itu tampak ketika beliau harus hijrah ke Ethiopia pada gelombang kedua demi menyelamatkan aqidahnya. Namun kemudian beliau balik kembali untuk menyertai perjuangan Rasulullah SAW.
Abu Ubaidah sempat mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah SAW. Beliaulah yang membunuh ayahnya yang berada di pasukan musyrikin dalam perang Uhud, sehingga ayat Al-Quran turun mengenai beliau seperti yang tertera dalam surah Al Mujadilah ayat 22, artinya:
?Engkau tidak menemukan kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat yang mengasihi orang-orang yang menentang Allah SWT dan Rasulullah, walaupun orang tersebut ayah kandung, anak, saudara atau keluarganya sendiri. Allah telah mematri keimanan di dalam hati mereka dan mereka dibekali pula dengan semangat. Allah akan memasukkan mereka ke dalam syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka akan kekal di dalamnya. Akan menyenangi mereka, di pihak lain mereka pun senang dengan Allah. Mereka itulah perajurit Allah, ketahuilah bahwa perajurit Allah pasti akan berjaya.?
Masih dalam perang Uhud, ketika pasukan muslimin kucar kacir dan banyak yang lari meninggalkan pertempuran, justeru Abu Ubaidah berlari untuk mendapati Nabinya tanpa takut sedikit pun terhadap banyaknya lawan dan rintangan. Demi didapati pipi Nabi terluka, iaitu terhujamnya dua rantai besi penutup kepala beliau, segera ia berusaha untuk mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi SAW.
Abu Ubaidah mulai mencabut rantai tersebut dengan gigitan giginya. Rantai itu pun akhirnya terlepas dari pipi Rasulullah SAW. Namun bersamaan dengan itu pula gigi seri Abu Ubaidah ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap dipipi Rasulullah SAW hingga terlepas. Dan kali ini pun harus juga diikuti dengan lepasnya gigi Abu Ubaidah sehingga dua gigi seri sahabat ini ompong karenanya. Sungguh, satu keberanian dan pengorbanan yang tak terperikan.
Rasulullah SAW memberinya gelaran “Gagah dan Jujur”. Suatu ketika datang sebuah delegasi dari kaum Kristen menemui Rasulullah SAW. Mereka mengatakan, “Ya Abul Qassim! Kirimkanlah bersama kami seorang sahabatmu yang engkau percayai untuk menyelesaikan perkara kebendaan yang sedang kami pertengkarkan, karena kaum muslimin di pandangan kami adalah orang yang disenangi.” Rasulullah SAW bersabda kepada mereka, “Datanglah ke sini nanti sore, saya akan kirimkan bersama kamu seorang yang gagah dan jujur.”
Dalam kaitan ini, Saidina Umar bin Al-Khattab ra mengatakan, “Saya berangkat mahu shalat Zuhur agak cepat, sama sekali bukan karena ingin ditunjuk sebagai delegasi, tetapi karena memang saya senang pergi shalat cepat-cepat. Setelah Rasulullah selesai mengimami salat Zuhur bersama kami, beliau melihat ke kiri dan ke kanan. Saya sengaja meninggikan kepala saya agar beliau melihat saya, namun beliau masih terus membalik-balik pandangannya kepada kami. Akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu beliau memanggilnya sambil bersabda, ‘Pergilah bersama mereka, selesaikanlah kasus yang menjadi perselisihan di antara mereka dengan adil.’ Lalu Abu Ubaidah pun berangkat bersama mereka.”
Sepeninggalan Rasulullah SAW, Umar bin Al-Khattab ra mengatakan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah di hari Saqifah, “Hulurkan tanganmu! Agar saya baiat kamu, karena saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sungguh dalam setiap kaum terdapat orang yang jujur. Orang yang jujur di kalangan umatku adalah Abu Ubaidah.’ Lalu Abu Ubaidah menjawab, ?Saya tidak mungkin berani mendahului orang yang dipercayai oleh Rasulullah SAW menjadi imam kita di waktu shalat (Saidina Abu Bakar as-Shiddiq ra), oleh sebab itu kita sayugia membuatnya jadi imam sepeninggalan Rasulullah SAW.?
Sisi lain dari kehebatan sahabat yang satu ini adalah kezuhudannya. Ketika kekuasaan Islam telah meluas dan kekhalifahan dipimpin oleh Saidina Umar ra, Abu Ubaidah menjadi pemimpin di daerah Syria. Saat Umar mengadakan kunjungan dan singgah di rumahnya, tak terlihat sesuatu pun oleh Umar ra kecuali pedang, perisai dan pelana tunggangannya. Umar pun lantas berujar, “Wahai sahabatku, mengapa engkau tidak mengambil sesuatu sebagaimana orang lain mengambilnya?”
Beliau menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, ini saja sudah cukup menyenangkan.”
Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra ikut serta dalam semua peperangan Islam, bahkan selalu mempunyai andil besar dalam setiap peperangan tersebut. Beliau berangkat membawa pasukan menuju negeri Syam, dengan izin Allah beliau berhasil menaklukan semua negeri tersebut.
Ketika wabak penyakit Taun bermaharajalela di negari Syam, Khalifah Umar bin Al-Khattab ra mengirim surat untuk memanggil kembali Abu Ubaidah. Namun Abu Ubaidah menyatakan keberatannya sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya kepada khalifah yang berbunyi,
“Hai Amirul Mukminin! Sebenarnya saya tahu, kalau kamu memerlukan saya, akan tetapi seperti kamu ketahui saya sedang berada di tengah-tengah tentera Muslimin. Saya tidak ingin menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang menimpa mereka dan saya tidak ingin berpisah dari mereka sampai Allah sendiri menetapkan keputusannya terhadap saya dan mereka. Oleh sebab itu, sesampainya surat saya ini, tolonglah saya dibebaskan dari rencana baginda dan izinkanlah saya tinggal di sini.”
Setelah Umar ra membaca surat itu, beliau menangis, sehingga para hadirin bertanya, “Apakah Abu Ubaidah sudah meninggal?” Umar menjawabnya, “Belum, akan tetapi kematiannya sudah di ambang pintu.”
Sepeninggalan Abu Ubaidah ra, Saidina Muaz bin Jabal ra berpidato di hadapan kaum Muslimin yang berbunyi, “Hai sekalian kaum Muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita kematian seorang pahlawan, yang demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang lebih baik hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian dan sangat senang memberi nasihat kepada semua orang dari beliau. Oleh sebab itu kasihanilah beliau, semoga kamu akan dikasihani Allah.”
Menjelang kematian Abu Ubaidah ra, beliau memesankan kepada tenteranya, “Saya pesankan kepada kalian sebuah pesan. Jika kalian terima, kalian akan baik, ‘Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, berdermalah, tunaikanlah ibadah haji dan umrah, saling nasihat menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat kepada pimpinan kalian, jangan suka menipunya, janganlah kalian terpesona dengan keduniaan, karena betapa pun seorang melakukan seribu upaya, beliau pasti akan menemukan kematiannya seperti saya ini. Sungguh Allah telah menetapkan kematian untuk setiap pribadi manusia, oleh sebab itu semua mereka pasti akan mati. Orang yang paling beruntung adalah orang yang paling taat kepada Allah dan paling banyak bekalnya untuk akhirat. Assalamu?alaikum warahmatullah.”
Kemudian beliau melihat kepada Muaz bin Jabal ra dan mengatakan, “Ya Muaz! Imamilah shalat mereka.” Setelah itu, Abu Ubaidah ra pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Allahu a’lam bisshawab.
Jumat, 17 Oktober 2008
Ali bin Abi Thalib
Nama beliau ra. adalah ’Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib (namanya Syaibah) bin Hasyim (namanya ’Amr) bin Abdu Manaf (namanya Mughirah) bin Qushay (nama aslinya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah. Beliau ra. dipanggil Abul Husein dan Abu Turab oleh RasuluLlah saw.
Beliau ra. suami dari Fathimah ra., penghulu wanita sedunia, puteri RasuluLlah saw., sehingga ‘Ali ra. adalah juga menantu dari RasuluLlah saw. ‘Ali ra. adalah juga sepupu RasuluLlah saw., putera paman RasuluLlah saw., Abi Thalib, sehingga ‘Ali ra. merupakan Ahlul Bait RasuluLlah saw. Putera-puteri ’Ali ra. dari Fathimah ra. adalah: Al-Hassan ra., Al-Husein ra. (keduanya adalah penghulu pemuda penduduk Surga), Ruqayah ra., Ummu Kultsum ra. (kedua puteri tsb, sama dengan nama 2 kakak Fathimah ra.). ’Ali ra. juga memiliki putera dari seorang isteri wanita Bani Hanifah (setelah Fathimah ra. wafat), bernama Muhammad (bin) Al-Hanafiyah (demikian beliau dipanggil), seorang Tabi’in besar.
Ibunda ’Ali ra. adalah Fathimah binti Asad bin Hasyim, seorang wanita Bani Hasyim yang melahirkan seorang Bani Hasyim. Beliau ra. (ibunda ’Ali ra.) masuk Islam dan hijrah. ’Ali ra. sendiri termasuk salah seorang dari 10 sahabat ra. yang dijamin masuk surga.
BEBERAPA KEUTAMAAN ‘ALI RA.
‘Ali ra. adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Sebagian riwayat mengatakan bahwa saat masuk Islam, beliau ra. baru berumur 10 tahun. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad bahwa Al-Hassan bin Zaid bin Al-Hassan berkata: “‘Ali tidak pernah menyembah berhala sama sekali karena dia memang masih kecil.”
Saat hijrah RasuluLlah saw, ’Ali ra. dengan penuh keberanian, tidur di atas tempat tidur RasuluLlah saw., sehingga para pengepung mengira RasuluLlah saw. masih di dalam rumah, sedang beliau saw. telah meninggalkan rumah tsb.
‘Ali adalah salah satu dari 3 orang sahabat ra. yang melakukan perang tanding satu lawan satu melawan 3 tokoh kafir Quraisy saat Perang Badar. ‘Ali ra. berkata: ‘Utbah bin Rabiah (dari Kafir Quraisy, pen.) maju diikuti putra (Al-Walid, pen.) dan saudaranya (Syaibah, pen.). Ia berseru: ‘Siapa mau bertarung?’ Kemudian ditampilkan kepadanya seorang pemuda Anshar. Ia bertanya: ‘Siapa kamu?’ Maka mereka mengabarinya. ‘Utbah berkata: ‘Kami tidak membutuhkan kamu, tetapi kami inginkan putera-putera paman kami.’ Kemudian RasuluLlah saw. bersabda: ”Berdirilah, hai Hamzah! Majulah, hai ’Ali! Majulah hai ’Ubaidah bin Harits!” Kemudian Hamzah ra. menghadapi ’Utbah (dan berhasil membunuhnya, pen.) dan aku menghadapi Syaibah (dan membunuhnya, pen.). ’Ubaidah dan Al-Walid saling menyerang. Masing-masing saling melukai lawannya. Kemudian kami menyerang Al-Walid dan membunuhnya dan kami bawa ’Ubaidah.” (HR. Abu Daud)
Abu Dzar ra. bersumpah, kalau ayat:
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka...“ (Q. S. Al-Hajj : 19)
Turun mengenai orang-orang yang bertarung dalam Perang Badar; “Hamzah, ’Ali, ’Ubaidah ibnul Harits, ’Utbah bin Rabiah dan Syaibah bin Rabi’ah serta Al-Walid bin ’Utbah.“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad, dia berkata bahwa RasuluLlah saw. bersabda pada Perang Khaibar: “Saya sungguh-sungguh akan berikan bendera perang esok hari kepada orang yang dengannya Khaibar akan dibuka dan dia mencintai Allah dan Rasul Nya, sebagaimana Allah dan Rasul Nya mencintainya.” Malam itu para sahabat ramai membincangkan siapa yang akan mendapat kehormatan untuk mendapatkan bendera perang itu. Tatkala pagi menjelang, para sahabat segera menemui RasuluLlah saw. Semuanya berharap semoga bendera itu diberikan kepadanya. Lalu RasuluLlah saw. berkata: “Di mana ‘Ali?” Orang yang hadir saat itu berkata: “Dia sedang sakit mata.” RasuluLlah saw. bersabda: “Datangkan dia ke sini!” Lalu para sahabat ra. menjemputnya untuk menghadap RasuluLlah saw. ‘Ali ra. datang menemui RasuluLlah saw., dan RasuluLlah saw. menyemburkan ludah kepada kedua matanya dan berdoa. Dan sembuhlah kedua mata ‘Ali seakan-akan dia tidak pernah merasa sakit. Lalu RasuluLlah saw. serahkan bendera itu kepadanya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir bahwa Jabir bin ‘AbduLlah berkata: Pada saat perang Khaibar, ‘Ali mampu menjebol pintu Khaibar sendirian, hingga akhirnya kaum muslimin mampu masuk ke dalam benteng dan menaklukkan musuh-musuhnya. Lalu mereka menarik pintunya dan pintu tersebut tidak mampu ditarik kecuali oleh 40 orang.
‘Ali ra. mengikuti semua perang yang diikuti oleh RasuluLlah saw., kecuali Perang Tabuk. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. bahwa RasuluLlah saw. memerintahkan ‘Ali ra. untuk menggantikan beliau saw. sementara di Madinah pada saat kaum muslimin akan menuju Perang Tabuk. ‘Ali ra. saat itu berkata: “Engkau tempatkan aku bersama para wanita dan anak-anak di Madinah?” RasuluLlah saw. bersabda: “Tidakkah engkau rela menjadi laksana Harun di samping Musa di sisiku? Hanya saja memang tidak ada Nabi setelahku.”
Imam Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. dia berkata: Tatkala turun ayat:
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak Kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri Kami dan isteri-isteri kamu, diri Kami dan diri kamu; kemudian Marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta".” (Q. S. Ali ‘Imraan : 61)
Beliau saw. memanggil ‘Ali, Fathimah, Hassan , Husein (radhiyaLlahu ‘anhum) lalu berkata: “Ya Allah, mereka adalah keluargaku.”
Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Ali ra., dia berkata: “Demi Dzat Yang Membelah biji-bijian dan Menciptakan makhluk yang bernyawa, sesungguhnya RasuluLlah yang ummi (Muhammad saw.) mengatakan kepada saya bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali seorang mukmin dan tidak ada yang membenciku kecuali seorang munafik.” Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa dari Said Al-Khudri, dia berkata: Kami mengetahui seorang munafik dari kebencian mereka kepada ‘Ali bin Abi Thalib (ra.).
Imam Ath-Thabarani dengan isnad shahih meriwayatkan dari Ummu Salamah ra. dari RasuluLlah saw, beliau saw. bersabda:
“Barangsiapa mencintai ‘Ali, maka dia berarti mencintai saya, dan siapa yang mencintai saya, berarti dia mencintai Allah. Barangsiapa membenci ‘Ali, berarti dia membenci saya dan barangsiapa yang membenci saya berarti dia membenci Allah.”
Al-Bara’ bin ‘Azib ra. berkata, bahwa RasuluLlah saw. bersabda kepada ‘Ali ra: “Engkau dari aku dan aku dari kamu.” (HR. Bukhari)
Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata: Beberapa orang mengeluh tentang ‘Ali. Maka berdirilah RasuluLlah saw. seraya berkata di depan publik:
“Janganlah kalian mengeluhkan tentang ‘Ali, sesungguhnya dia adalah orang yang paling takut kepada Allah, dan paling berani dalam jihad di Jalan Allah.”
Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Al-Hakim meriwayatkan dari ‘Ali ra., dia berkata, RasuluLlah saw. memanggil saya lalu berkata:
“Wahai ‘Ali, sesungguhnya dalam dirimu ada sesuatu yang menyerupai ‘Isa, dia dibenci orang Yahudi hingga mereka melecehkan ibunya, dan dicintai oleh orang-orang Nashrani hingga mereka mendudukkannya pada posisi yang tidak benar. Ketahuilah, sesungguhnya ada dua golongan yang akan hancur karena perlakuan mereka terhadapmu: Golongan yang berlebih-lebihan dalam mencintaimu hingga mereka mendudukannmu pada posisi yang tidak benar, dan golongan yang membencimu dengan keterlaluan hingga mereka melecehkanmu.”
RasuluLlah saw. mengutus ‘Ali ke Yaman. Maka ia (’Ali ra., pen.) berkata: ”Wahai RasuluLlah, engkau utus diriku kepaa suatu kaum yang lebih tua dariku supaya aku putuskan perkara di antara mereka.” Nabi saw. berkata: ”Pergilah, karena Allah Ta’ala akan meneguhkan lisanmu dan memberi petunjuk kepada hatimu!” (HR. Ahmad)
Al-Hakim meriwayatkan dari ‘AbduLlah bin Mas’ud dia berkata: Kami sama-sama mengatakan bahwa penduduk Madinah yang paling pandai dalam memutuskan perkara adalah ‘Ali (ra.).
Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Sa’id bin Musayyib dia berkata: ‘Umar bin Khaththab ra. selalu memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan dalam memutuskan perkara sulit jika saat itu ‘Ali ra. tidak hadir.
KEKHILAFAHAN ‘ALI RA.
Setelah ‘Utsman ra. syahid, ‘Ali ra. diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau ra. menolak, namun akhirnya beliau ra. menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata: .....Sementara orang banyak datang di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka: "Beliau (‘Utsman ra.) telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda (‘Ali ra.)". ‘Ali ra. berkata kepada mereka: "Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi wazir (pembantu) bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab: "Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". ‘Ali ra. menjawab: "Jika kalian tak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Pergilah ‘Ali ra. ke masjid dan orang-orang berbaiat kepadanya.
Dalam Tarikh Al-Ya’qubi dikatakan: ‘Ali bin Abi Thalib (ra.) menggantikan ‘Utsman sebagai khalifah... dan dia (ra.) dibaiat oleh Thalhah (ra.), Zubair (ra.), Kaum Muhajirin dan Anshar (radhiyaLlahu ‘anhum). Sedangkan orang yang pertama kali membaiat dan menjabat tangannya adalah Thalhah bin ‘Ubaidillah (ra.).
Imam Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzy mentakhrij hadits berasal dari Safinah ra., ia berkata: Aku mendengar RasuluLlah saw. bersabda:
“Kekhilafahan berlangsung selama 30 tahun dan setelah itu adalah kerajaan.” Safinah ra. berkata: “Mari kita hitung, Khilafah Abu Bakar ra. berlangsung 2 tahun, Khilafah ‘Umar ra. 10 tahun, Khilafah ‘Utsman ra. 12 tahun, dan Khilafah ‘Ali ra. 6 tahun.”
’Ali ra. bekerja keras pada masa kekhilafahannya guna mengembalikan stabilitas dalam tubuh umat setelah sebelumnya Ibnu Saba’ dan Sabaiyahnya melancarkan konspirasi dan provokasinya guna menghancurkan Islam dari dalam. Pada masa kekepemimpinan ‘Ali ra. ini, Ibnu Saba’ dan Sabaiyah nya pun kembali melancarkan konspirasi dan makar mereka, sehingga membuat keadaan menjadi semakin rumit. Diriwayatkan bahwa pada akhirnya ‘Ali ra. membakar banyak dari pengikut Sabaiyah ini dan juga mengasingkan Ibnu Saba’ ke Al-Madain.
‘ALI RA. MEMERANGI KHAWARIJ
Semula orang-orang yang kelak dikenal dengan khawarij ini turut membaiat ‘Ali ra., dan ‘Ali ra. tidak menindak mereka secara langsung mengingat kondisi umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun telah berbaur di Kota Madinah, hingga dapat mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang Badui. Jika ‘Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya ‘Ali ra, memilih untuk menunggu waktu yang tepat, setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan persoalan yang ada dengan menegakkan qishash.
Kaum khawarij sendiri pada akhirnya menyempal dari Pasukan ‘Ali ra. setelah beliau ra. melakukan tahkim dengan Mu’awiyah ra. setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka berdua ra. (‘Ali ra. dan Mu’awiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak tahkim seraya mengumandangkan slogan: “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Tidak boleh menggantikan hukum Allah dengan hukum manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim dengan jalan diperangi sehingga kembali ke jalan Allah.” Ungkapan mereka: ‘Tiada ada hukum kecuali hukum Allah’, dikomentari oleh Ali: “Ungkapan benar, tetapi disalahpahami. ”
Pada akhirnya ‘Ali ra. memerangi khawarij tsb., dan berhasil menghancurkan mereka di Nahrawan, di mana hampir seluruh dari orang Khawarij tsb berhasil dibunuh, sedangkan yang terbunuh di pihak ‘Ali ra. hanya 9 orang saja.
Bersabda RasuluLlah saw.:
“Suatu kelompok akan melepaskan diri dari komunitas umat (yaitu Khawarij, pen.) ketika terjadi pertikaian di kalangan Kaum Muslimin, yang itu akan diperangi oleh golongan yang lebih utama dengan kebenaran (awla ath-thaa-ifataini bilhaq).” (HR. Muslim)
SYAHIDNYA ‘ALI RA.
Dari Muhammad bin Sa’d, dari beberapa orang syaiknya, mereka berkata: “Ada 3 orang pemuka Khawarij (setelah peristiwa Nahrawan, pen.) yaitu AbdurRahman Ibnu Muljam, Al-Barak bin AbduLlah dan Amr bin Bakar At-Tamimy yang berkumpul di Makkah. Mereka berembug dan membuat kesepakatan bersama untuk membunuh tiga orang, yaitu ‘Ali ra., Mu’awiyah ra. dan ‘Amr bin Al-‘Ash ra....” Dari tiga orang tsb, hanya Ibnu Muljam yang berhasil melaksanakan rencana busuk tersebut. ‘Ali ra. terbunuh sebagai syahid saat beliau ra. sedang keluar untuk Shalat Subuh.
‘Ali ra. berkata (mengenai orang yang menyerangnya -yang menyebabkan syahidnya beliau ra.): “Beri ia makanan yang baik, dan sediakan untuknya tempat tidur yang empuk. Dan apabila aku masih hidup, maka aku lebih berhak untuk menuntuk balas kepadanya dengan memberikan maaf atau qishash. Akan tetapi jika aku mati, maka susulkan ia kepadaku, dan aku akan berbantahan dengan dirinya di hadapan Rabbul ‘Alamiin.”
Imam Ahmad dan Al-Hakim dengan sanad shahih meriwayatkan dari ‘Ammar bin Yasir bahwa RasuluLlah saw. bersabda kepada ‘Ali ra.:
“Manusia yang paling celaka adalah dua orang: Pembunuh unta Nabi Shaleh dari Kaum Tsamud dan orang yang memukul kepalamu hingga jenggotmu berlumuran darah karenanya.”
BEBERAPA PERKATAAN HIKMAH ‘ALI RA.
Berkata ‘Ali ra.: “Ambillah lima nasehat dariku: Janganlah sekali-kali seseorang takut kecuali atas dosa-dosanya. Janganlah menggantungkan harapan kecuali kepada Tuhannya. Janganlah orang yang tidak berilmu merasa malu untuk belajar. Janganlah seseorang yang tidak mengerti sesuatu merasa malu untuk mengatakan “Allahu A’lam” saat dia tidak bisa menjawab suatu masalah. Sesungguhnya kedudukan sabar bagi iman laksana kedudukan kepala pada jasad. Jika kesabaran hilang, maka akan lenyap pula keimanan, dan jika kepala hilang maka tidak akan ada artinya jasad.” (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam Sunannya)
Juga diriwayatkan dari ‘Ali ra., dia berkata: “Akibat maksiat adalah lemah dalam ibadah, sempit dalam riizki, berkurang lezatnya kehidupan.” Lalu ditanyakan kepadanya, apa yang dia maksud berkurang lezatnya kehidupan. Beliau ra. menjawab: “Tidak merasakan nikmat pada yang halal, namun akhirnya dia mendapatkan yang mengakibatkan habisnya kenikmatan itu.”
‘Ali ra., dia berkata: “Dua hal yang paling kutakuti atas kalian adalah panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Angan-angan yang panjang dapat melalaikan akhirat, sedang mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi seseorang dari kebenaran. Ingatlah, sesungguhnya dunia ini akan ditinggalkan dan akan datang penggantinya. Masing-masing, diantara dunia dan akhirat memiliki anak. Jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini (dunia) ada amal dan tidak ada hisab, sedangkan hari esok (akhirat) ada hisab dan tidak ada lagi amal.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Dikutip, diringkas dan disusun kembali oleh PIP PKS ANZ wil. NSW dari:
Tarikh Khulafa’ (Imam Suyuthi), Jejak Para Tabi’in (AbdurRahman Ra’fat Basya), Ramalan-Ramalan RasuluLlah saw. (An-Nadwi), Terjemah ’Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fil Fitnah’ (Muhammad Amhazun), Kelompok Parsial dalam Memahami Aqidah (Hidayat Nurwahid), Keutamaan Para Sahabat Nabi Saw. (Mustafa Al-‘Adawi), Zuhud (Imam Ahmad), Terjemah ‘Talbis Iblis’ (Ibnul Jauzy)
( YP | PIPPKS-ANZ | www.pks-anz.org )
Beliau ra. suami dari Fathimah ra., penghulu wanita sedunia, puteri RasuluLlah saw., sehingga ‘Ali ra. adalah juga menantu dari RasuluLlah saw. ‘Ali ra. adalah juga sepupu RasuluLlah saw., putera paman RasuluLlah saw., Abi Thalib, sehingga ‘Ali ra. merupakan Ahlul Bait RasuluLlah saw. Putera-puteri ’Ali ra. dari Fathimah ra. adalah: Al-Hassan ra., Al-Husein ra. (keduanya adalah penghulu pemuda penduduk Surga), Ruqayah ra., Ummu Kultsum ra. (kedua puteri tsb, sama dengan nama 2 kakak Fathimah ra.). ’Ali ra. juga memiliki putera dari seorang isteri wanita Bani Hanifah (setelah Fathimah ra. wafat), bernama Muhammad (bin) Al-Hanafiyah (demikian beliau dipanggil), seorang Tabi’in besar.
Ibunda ’Ali ra. adalah Fathimah binti Asad bin Hasyim, seorang wanita Bani Hasyim yang melahirkan seorang Bani Hasyim. Beliau ra. (ibunda ’Ali ra.) masuk Islam dan hijrah. ’Ali ra. sendiri termasuk salah seorang dari 10 sahabat ra. yang dijamin masuk surga.
BEBERAPA KEUTAMAAN ‘ALI RA.
‘Ali ra. adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Sebagian riwayat mengatakan bahwa saat masuk Islam, beliau ra. baru berumur 10 tahun. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad bahwa Al-Hassan bin Zaid bin Al-Hassan berkata: “‘Ali tidak pernah menyembah berhala sama sekali karena dia memang masih kecil.”
Saat hijrah RasuluLlah saw, ’Ali ra. dengan penuh keberanian, tidur di atas tempat tidur RasuluLlah saw., sehingga para pengepung mengira RasuluLlah saw. masih di dalam rumah, sedang beliau saw. telah meninggalkan rumah tsb.
‘Ali adalah salah satu dari 3 orang sahabat ra. yang melakukan perang tanding satu lawan satu melawan 3 tokoh kafir Quraisy saat Perang Badar. ‘Ali ra. berkata: ‘Utbah bin Rabiah (dari Kafir Quraisy, pen.) maju diikuti putra (Al-Walid, pen.) dan saudaranya (Syaibah, pen.). Ia berseru: ‘Siapa mau bertarung?’ Kemudian ditampilkan kepadanya seorang pemuda Anshar. Ia bertanya: ‘Siapa kamu?’ Maka mereka mengabarinya. ‘Utbah berkata: ‘Kami tidak membutuhkan kamu, tetapi kami inginkan putera-putera paman kami.’ Kemudian RasuluLlah saw. bersabda: ”Berdirilah, hai Hamzah! Majulah, hai ’Ali! Majulah hai ’Ubaidah bin Harits!” Kemudian Hamzah ra. menghadapi ’Utbah (dan berhasil membunuhnya, pen.) dan aku menghadapi Syaibah (dan membunuhnya, pen.). ’Ubaidah dan Al-Walid saling menyerang. Masing-masing saling melukai lawannya. Kemudian kami menyerang Al-Walid dan membunuhnya dan kami bawa ’Ubaidah.” (HR. Abu Daud)
Abu Dzar ra. bersumpah, kalau ayat:
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka...“ (Q. S. Al-Hajj : 19)
Turun mengenai orang-orang yang bertarung dalam Perang Badar; “Hamzah, ’Ali, ’Ubaidah ibnul Harits, ’Utbah bin Rabiah dan Syaibah bin Rabi’ah serta Al-Walid bin ’Utbah.“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad, dia berkata bahwa RasuluLlah saw. bersabda pada Perang Khaibar: “Saya sungguh-sungguh akan berikan bendera perang esok hari kepada orang yang dengannya Khaibar akan dibuka dan dia mencintai Allah dan Rasul Nya, sebagaimana Allah dan Rasul Nya mencintainya.” Malam itu para sahabat ramai membincangkan siapa yang akan mendapat kehormatan untuk mendapatkan bendera perang itu. Tatkala pagi menjelang, para sahabat segera menemui RasuluLlah saw. Semuanya berharap semoga bendera itu diberikan kepadanya. Lalu RasuluLlah saw. berkata: “Di mana ‘Ali?” Orang yang hadir saat itu berkata: “Dia sedang sakit mata.” RasuluLlah saw. bersabda: “Datangkan dia ke sini!” Lalu para sahabat ra. menjemputnya untuk menghadap RasuluLlah saw. ‘Ali ra. datang menemui RasuluLlah saw., dan RasuluLlah saw. menyemburkan ludah kepada kedua matanya dan berdoa. Dan sembuhlah kedua mata ‘Ali seakan-akan dia tidak pernah merasa sakit. Lalu RasuluLlah saw. serahkan bendera itu kepadanya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir bahwa Jabir bin ‘AbduLlah berkata: Pada saat perang Khaibar, ‘Ali mampu menjebol pintu Khaibar sendirian, hingga akhirnya kaum muslimin mampu masuk ke dalam benteng dan menaklukkan musuh-musuhnya. Lalu mereka menarik pintunya dan pintu tersebut tidak mampu ditarik kecuali oleh 40 orang.
‘Ali ra. mengikuti semua perang yang diikuti oleh RasuluLlah saw., kecuali Perang Tabuk. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. bahwa RasuluLlah saw. memerintahkan ‘Ali ra. untuk menggantikan beliau saw. sementara di Madinah pada saat kaum muslimin akan menuju Perang Tabuk. ‘Ali ra. saat itu berkata: “Engkau tempatkan aku bersama para wanita dan anak-anak di Madinah?” RasuluLlah saw. bersabda: “Tidakkah engkau rela menjadi laksana Harun di samping Musa di sisiku? Hanya saja memang tidak ada Nabi setelahku.”
Imam Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. dia berkata: Tatkala turun ayat:
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak Kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri Kami dan isteri-isteri kamu, diri Kami dan diri kamu; kemudian Marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta".” (Q. S. Ali ‘Imraan : 61)
Beliau saw. memanggil ‘Ali, Fathimah, Hassan , Husein (radhiyaLlahu ‘anhum) lalu berkata: “Ya Allah, mereka adalah keluargaku.”
Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Ali ra., dia berkata: “Demi Dzat Yang Membelah biji-bijian dan Menciptakan makhluk yang bernyawa, sesungguhnya RasuluLlah yang ummi (Muhammad saw.) mengatakan kepada saya bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali seorang mukmin dan tidak ada yang membenciku kecuali seorang munafik.” Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa dari Said Al-Khudri, dia berkata: Kami mengetahui seorang munafik dari kebencian mereka kepada ‘Ali bin Abi Thalib (ra.).
Imam Ath-Thabarani dengan isnad shahih meriwayatkan dari Ummu Salamah ra. dari RasuluLlah saw, beliau saw. bersabda:
“Barangsiapa mencintai ‘Ali, maka dia berarti mencintai saya, dan siapa yang mencintai saya, berarti dia mencintai Allah. Barangsiapa membenci ‘Ali, berarti dia membenci saya dan barangsiapa yang membenci saya berarti dia membenci Allah.”
Al-Bara’ bin ‘Azib ra. berkata, bahwa RasuluLlah saw. bersabda kepada ‘Ali ra: “Engkau dari aku dan aku dari kamu.” (HR. Bukhari)
Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata: Beberapa orang mengeluh tentang ‘Ali. Maka berdirilah RasuluLlah saw. seraya berkata di depan publik:
“Janganlah kalian mengeluhkan tentang ‘Ali, sesungguhnya dia adalah orang yang paling takut kepada Allah, dan paling berani dalam jihad di Jalan Allah.”
Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Al-Hakim meriwayatkan dari ‘Ali ra., dia berkata, RasuluLlah saw. memanggil saya lalu berkata:
“Wahai ‘Ali, sesungguhnya dalam dirimu ada sesuatu yang menyerupai ‘Isa, dia dibenci orang Yahudi hingga mereka melecehkan ibunya, dan dicintai oleh orang-orang Nashrani hingga mereka mendudukkannya pada posisi yang tidak benar. Ketahuilah, sesungguhnya ada dua golongan yang akan hancur karena perlakuan mereka terhadapmu: Golongan yang berlebih-lebihan dalam mencintaimu hingga mereka mendudukannmu pada posisi yang tidak benar, dan golongan yang membencimu dengan keterlaluan hingga mereka melecehkanmu.”
RasuluLlah saw. mengutus ‘Ali ke Yaman. Maka ia (’Ali ra., pen.) berkata: ”Wahai RasuluLlah, engkau utus diriku kepaa suatu kaum yang lebih tua dariku supaya aku putuskan perkara di antara mereka.” Nabi saw. berkata: ”Pergilah, karena Allah Ta’ala akan meneguhkan lisanmu dan memberi petunjuk kepada hatimu!” (HR. Ahmad)
Al-Hakim meriwayatkan dari ‘AbduLlah bin Mas’ud dia berkata: Kami sama-sama mengatakan bahwa penduduk Madinah yang paling pandai dalam memutuskan perkara adalah ‘Ali (ra.).
Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Sa’id bin Musayyib dia berkata: ‘Umar bin Khaththab ra. selalu memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan dalam memutuskan perkara sulit jika saat itu ‘Ali ra. tidak hadir.
KEKHILAFAHAN ‘ALI RA.
Setelah ‘Utsman ra. syahid, ‘Ali ra. diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau ra. menolak, namun akhirnya beliau ra. menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata: .....Sementara orang banyak datang di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka: "Beliau (‘Utsman ra.) telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda (‘Ali ra.)". ‘Ali ra. berkata kepada mereka: "Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi wazir (pembantu) bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab: "Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". ‘Ali ra. menjawab: "Jika kalian tak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Pergilah ‘Ali ra. ke masjid dan orang-orang berbaiat kepadanya.
Dalam Tarikh Al-Ya’qubi dikatakan: ‘Ali bin Abi Thalib (ra.) menggantikan ‘Utsman sebagai khalifah... dan dia (ra.) dibaiat oleh Thalhah (ra.), Zubair (ra.), Kaum Muhajirin dan Anshar (radhiyaLlahu ‘anhum). Sedangkan orang yang pertama kali membaiat dan menjabat tangannya adalah Thalhah bin ‘Ubaidillah (ra.).
Imam Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzy mentakhrij hadits berasal dari Safinah ra., ia berkata: Aku mendengar RasuluLlah saw. bersabda:
“Kekhilafahan berlangsung selama 30 tahun dan setelah itu adalah kerajaan.” Safinah ra. berkata: “Mari kita hitung, Khilafah Abu Bakar ra. berlangsung 2 tahun, Khilafah ‘Umar ra. 10 tahun, Khilafah ‘Utsman ra. 12 tahun, dan Khilafah ‘Ali ra. 6 tahun.”
’Ali ra. bekerja keras pada masa kekhilafahannya guna mengembalikan stabilitas dalam tubuh umat setelah sebelumnya Ibnu Saba’ dan Sabaiyahnya melancarkan konspirasi dan provokasinya guna menghancurkan Islam dari dalam. Pada masa kekepemimpinan ‘Ali ra. ini, Ibnu Saba’ dan Sabaiyah nya pun kembali melancarkan konspirasi dan makar mereka, sehingga membuat keadaan menjadi semakin rumit. Diriwayatkan bahwa pada akhirnya ‘Ali ra. membakar banyak dari pengikut Sabaiyah ini dan juga mengasingkan Ibnu Saba’ ke Al-Madain.
‘ALI RA. MEMERANGI KHAWARIJ
Semula orang-orang yang kelak dikenal dengan khawarij ini turut membaiat ‘Ali ra., dan ‘Ali ra. tidak menindak mereka secara langsung mengingat kondisi umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun telah berbaur di Kota Madinah, hingga dapat mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang Badui. Jika ‘Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya ‘Ali ra, memilih untuk menunggu waktu yang tepat, setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan persoalan yang ada dengan menegakkan qishash.
Kaum khawarij sendiri pada akhirnya menyempal dari Pasukan ‘Ali ra. setelah beliau ra. melakukan tahkim dengan Mu’awiyah ra. setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka berdua ra. (‘Ali ra. dan Mu’awiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak tahkim seraya mengumandangkan slogan: “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Tidak boleh menggantikan hukum Allah dengan hukum manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim dengan jalan diperangi sehingga kembali ke jalan Allah.” Ungkapan mereka: ‘Tiada ada hukum kecuali hukum Allah’, dikomentari oleh Ali: “Ungkapan benar, tetapi disalahpahami. ”
Pada akhirnya ‘Ali ra. memerangi khawarij tsb., dan berhasil menghancurkan mereka di Nahrawan, di mana hampir seluruh dari orang Khawarij tsb berhasil dibunuh, sedangkan yang terbunuh di pihak ‘Ali ra. hanya 9 orang saja.
Bersabda RasuluLlah saw.:
“Suatu kelompok akan melepaskan diri dari komunitas umat (yaitu Khawarij, pen.) ketika terjadi pertikaian di kalangan Kaum Muslimin, yang itu akan diperangi oleh golongan yang lebih utama dengan kebenaran (awla ath-thaa-ifataini bilhaq).” (HR. Muslim)
SYAHIDNYA ‘ALI RA.
Dari Muhammad bin Sa’d, dari beberapa orang syaiknya, mereka berkata: “Ada 3 orang pemuka Khawarij (setelah peristiwa Nahrawan, pen.) yaitu AbdurRahman Ibnu Muljam, Al-Barak bin AbduLlah dan Amr bin Bakar At-Tamimy yang berkumpul di Makkah. Mereka berembug dan membuat kesepakatan bersama untuk membunuh tiga orang, yaitu ‘Ali ra., Mu’awiyah ra. dan ‘Amr bin Al-‘Ash ra....” Dari tiga orang tsb, hanya Ibnu Muljam yang berhasil melaksanakan rencana busuk tersebut. ‘Ali ra. terbunuh sebagai syahid saat beliau ra. sedang keluar untuk Shalat Subuh.
‘Ali ra. berkata (mengenai orang yang menyerangnya -yang menyebabkan syahidnya beliau ra.): “Beri ia makanan yang baik, dan sediakan untuknya tempat tidur yang empuk. Dan apabila aku masih hidup, maka aku lebih berhak untuk menuntuk balas kepadanya dengan memberikan maaf atau qishash. Akan tetapi jika aku mati, maka susulkan ia kepadaku, dan aku akan berbantahan dengan dirinya di hadapan Rabbul ‘Alamiin.”
Imam Ahmad dan Al-Hakim dengan sanad shahih meriwayatkan dari ‘Ammar bin Yasir bahwa RasuluLlah saw. bersabda kepada ‘Ali ra.:
“Manusia yang paling celaka adalah dua orang: Pembunuh unta Nabi Shaleh dari Kaum Tsamud dan orang yang memukul kepalamu hingga jenggotmu berlumuran darah karenanya.”
BEBERAPA PERKATAAN HIKMAH ‘ALI RA.
Berkata ‘Ali ra.: “Ambillah lima nasehat dariku: Janganlah sekali-kali seseorang takut kecuali atas dosa-dosanya. Janganlah menggantungkan harapan kecuali kepada Tuhannya. Janganlah orang yang tidak berilmu merasa malu untuk belajar. Janganlah seseorang yang tidak mengerti sesuatu merasa malu untuk mengatakan “Allahu A’lam” saat dia tidak bisa menjawab suatu masalah. Sesungguhnya kedudukan sabar bagi iman laksana kedudukan kepala pada jasad. Jika kesabaran hilang, maka akan lenyap pula keimanan, dan jika kepala hilang maka tidak akan ada artinya jasad.” (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam Sunannya)
Juga diriwayatkan dari ‘Ali ra., dia berkata: “Akibat maksiat adalah lemah dalam ibadah, sempit dalam riizki, berkurang lezatnya kehidupan.” Lalu ditanyakan kepadanya, apa yang dia maksud berkurang lezatnya kehidupan. Beliau ra. menjawab: “Tidak merasakan nikmat pada yang halal, namun akhirnya dia mendapatkan yang mengakibatkan habisnya kenikmatan itu.”
‘Ali ra., dia berkata: “Dua hal yang paling kutakuti atas kalian adalah panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Angan-angan yang panjang dapat melalaikan akhirat, sedang mengikuti hawa nafsu dapat menghalangi seseorang dari kebenaran. Ingatlah, sesungguhnya dunia ini akan ditinggalkan dan akan datang penggantinya. Masing-masing, diantara dunia dan akhirat memiliki anak. Jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini (dunia) ada amal dan tidak ada hisab, sedangkan hari esok (akhirat) ada hisab dan tidak ada lagi amal.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Dikutip, diringkas dan disusun kembali oleh PIP PKS ANZ wil. NSW dari:
Tarikh Khulafa’ (Imam Suyuthi), Jejak Para Tabi’in (AbdurRahman Ra’fat Basya), Ramalan-Ramalan RasuluLlah saw. (An-Nadwi), Terjemah ’Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fil Fitnah’ (Muhammad Amhazun), Kelompok Parsial dalam Memahami Aqidah (Hidayat Nurwahid), Keutamaan Para Sahabat Nabi Saw. (Mustafa Al-‘Adawi), Zuhud (Imam Ahmad), Terjemah ‘Talbis Iblis’ (Ibnul Jauzy)
( YP | PIPPKS-ANZ | www.pks-anz.org )
Sabtu, 11 Oktober 2008
Agar Anak Mencintai Ilmu
Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu pada waktu kecil adalah seperti memahat batu, sedangkan perumpamaan mempelajari ilmu ketika dewasa adalah seperti menulis di atas air. (HR ath-Thabrani dari Abu Darda’ ra.).
Dalam sejarah, tidak ditemukan suatu agama yang mendorong pemeluk-nya untuk memberikan pengajaran kepada anak-anak seperti Islam. Islam menjadikan seorang Muslim memiliki antusiasme yang sangat tinggi untuk belajar dan mengajar. Antusiasme inilah yang menjadikan mereka sangat isimewa sepanjang sejarahnya yang panjang. Apalagi bagi mereka, menuntut ilmu adalah ibadah yang paling utama, yang bisa dijadikan media untuk mendekatkan diri kepada Alllah.
Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur untuk melakukan pembinaan keilmuan dan pemikiran. Pada masa ini daya tangkap dan daya serap otak mereka berada pada kemampuan maksimal; dada mereka lebih longgar dan lebih hapal terhadap apa yang mereka dengar. Abu Hurairah ra. meriwayatkan secara marfû’, bahwa Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Siapa yang mempelajari al-Quran ketika masih muda, maka al-Quran itu akan menyatu dengan daging dan darahnya. Siapa yang mempelajarinya ketika dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan tidak melekat pada dirinya, maka ia mendapatkan pahala dua kali. (HR al-Baihaqi, ad-Dailami, dan al-Hakim).
Agar para orangtua dapat mengarahkan anak melangkah menuju ilmu, belajar, serta mencintai ilmu dan ulama, ada beberapa hal penting yang harus ditempuh:
1. Tanamkan bahwa menuntut ilmu adalah perintah Allah Swt.
Kecintaan anak kepada Allah, yang seyogyanya sudah terlebih dulu ditanamkan, akan memunculkan ketaatan pada perintah-Nya dan takut akan azab-Nya, termasuk dalam menuntut ilmu. Cinta dan takut kepada Allah akan memunculkan sikap konsisten dalam mencari ilmu tanpa bosan dan dihinggapi rasa putus asa.
2. Tanamkan bahwa al-Quran adalah sumber kebenaran.
Al-Quran sebagai sumber kebenaran (QS al-Maidah [5]: 48) sejak awal harus disampaikan oleh orangtua kepada anak. Semua yang benar menurut al-Quran itulah yang harus dan boleh dilakukan. Ini memerlukan keteladanan orangtua. Dengan begitu, anak akan melihat realisasi al-Quran sebagai sumber kebenaran dalam setiap perilaku orangtuanya. Begitu pula ketika menilai suatu keburukan, semuanya dinilai dengan standar al-Quran.
3. Ajarkan metode belajar yang benar menurut Islam.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitab As-Syakhshiyah al-Islâmiyyah jilid 1, bahwa Islam mengajarkan metode belajar yang benar, yaitu:
1. Mempelajari sesuatu dengan mendalam hingga dipahami apa yang dipelajari dengan benar.
2. Meyakini ilmu yang sedang dipelajari hingga bisa dijadikan dasar untuk berbuat.
3. Sesuatu yang dipelajari bersifat praktis, bukan sekadar teoretis, hingga dapat menyelesaikan suatu masalah.
Dalam mempelajari alam semesta, misalnya, dikatakan secara teoretis bahwa bulan mengelilingi bumi. Untuk menjadikannya sebagai pemahaman yang mendalam haruslah anak diajak melihat fakta bulan, yang dari hari ke hari berubah bentuk dan besarnya. Dengan demikian, anak pun menjadi yakin bahwa perubahan tanggal setiap harinya adalah karena peredaran bulan. Dengan begitu, ia dapat mengetahui bahwa menentukan tanggal satu Ramadhan, misalnya, adalah dengan melihat bulan.
4. Memilihkan guru dan sekolah yang baik bagi anak.
Guru adalah cermin yang dilihat oleh anak sehingga akan membekas di dalam jiwa dan pikiran mereka. Guru adalah sumber pengambilan ilmu. Para Sahabat dan Salaf ash-Shâlih sangat serius di dalam memilih guru yang baik bagi anak-anak mereka.
Ibnu Sina dalam kitabnya, As-Siyâsah, mengatakan, “Seyogyanya seorang anak itu dididik oleh seorang guru yang mempunyai kecerdasan dan agama, piawai dalam membina akhlak, cakap dalam mengatur anak, jauh dari sifat ringan tangan dan dengki, dan tidak kasar di hadapan muridnya.”
Imam Mawardi (dalam Nashîhah al-Mulûk hlm. 172) menegaskan urgensi memilih guru yang baik dengan mengatakan, “Wajib bersungguh-sungguh di dalam memilihkan guru dan pendidik bagi anak, seperti kesungguhan di dalam memilihkan ibu dan ibu susuan baginya, bahkan lebih dari itu. Seorang anak akan mengambil akhlak, gerak-gerik, adab dan kebiasaan dari gurunya melebihi yang diambil dari orangtuanya sendiri.”
Begitupun memilihkan sekolah yang baik yang di dalamnya diajarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama, apalagi yang merusak akidah anak-anak Muslim. Banyak orangtua memilih sekolah untuk anaknya sekadar agar anak dapat memperoleh ilmu dan prestasi yang bagus, tetapi lupa akan perkembangan kekokohan akidah dan akhlaknya.
Namun demikian, tentulah guru yang paling pertama dan utama adalah orangtuanya, dan sekolah yang paling pertama dan utama adalah rumah tempat tinggalnya bersama orangtua.
5. Mengajari anak untuk memuliakan para ulama.
Abu Umamah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Ada tiga manusia, tidak ada yang meremehkan mereka kecuali orang munafik. Mereka adalah orangtua, ulama, dan pemimpin yang adil. (HR ath-Thabrani).
Ulama adalah pewaris para nabi. Memuliakan dan menghormati mereka, bersikap santun dan lembut di dalam bergaul dengan mereka, adalah di antara adab yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak. Memuliakan ulama menjadikan anak akan memuliakan ilmu yang diterimanya, yang dengannya Allah menghidupkan hati seseorang. Abu Umamah ra. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Sesungguhnya Luqman berkata kepada putranya, “Wahai anakku, engkau harus duduk dekat dengan ulama. Dengarkanlah perkataan para ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati dengan hujan deras.” (HR ath-Thabrani).
6. Membiasakan seluruh keluarga membaca dan menghapal ayat-ayat al-Quran dan Hadis Nabi saw.
Dalam membina akidah anak, mengajarkan al-Quran dan Hadis Nabi saw. adalah hal yang utama dalam membentuk mentalitas anak. Keduanya merupakan sumber untuk menghidupkan ilmu yang akan menyinari dan menguatkan akal. Para Sahabat ra. sangat berambisi sekali mengikat anak-anak mereka dengan al-Quran. Anas bin Malik ra., setiap kali mengkhatamkan al-Quran, mengumpul-kan istri dan anak-anaknya, lalu berdoa untuk kebaikan mereka.
Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, Ibnu Abbas ra. telah hapal al-Quran pada usia sepuluh tahun. Imam Syafii rahimahullâh telah hapal al-Quran pada usia tujuh tahun. Imam al-Bukhari mulai menghapal hadis ketika duduk dibangku madrasah dan mengarang kitab At-Târîkh pada usia 18 tahun.
7. Membuat perpustakaan rumah, sekalipun sederhana.
Mempelajari ilmu tak akan lepas dari kitab ataupun buku-buku sebagai media referensi yang senantiasa akan memenuhi kebutuhan ilmu. Keberadaan perpustakaan rumah menjadi hal yang sangat penting untuk mengkondisikan anak-anak seantiasa dekat dengan ilmu dan bersahabat dengan kitab-kitab ilmu.
Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam Risâlah-nya, Sarana Paling Efektif dalam Mendidik Generasi Muda dengan Pendidikan Islam yang Murni, mengatakan, “Adalah sangat penting adanya perpustakaan di dalam rumah, sekalipun sederhana. Koleksi bukunya dipilihkan dari buku-buku sejarah Islam, biografi Salafus Shâlih, buku-buku akhlak, hikmah, kisah perjalanan para ulama ke berbagai negeri, kisah-kisah penaklukan berbagai negeri, dan semisalnya….”
8. Mengajak anak menghadiri majelis-majelis kaum dewasa.
Nabi saw. pernah menceritakan bahwa beliau ketika masih kecil juga turut menghadiri majelis-majelis kaum dewasa. Beliau mengatakan: “Aku biasa menghadiri pertemuan-pertemuan para pemuka kaum bersama paman-pamanku….” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad sahih dalam Musnad-nya [2/157] dan oleh Ahmad [1/190]).
Dengan membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, akalnya akan meningkat, jiwanya akan terdidik, semangat dan kecintaannya kepada ilmu akan semakin kuat. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []
Dalam sejarah, tidak ditemukan suatu agama yang mendorong pemeluk-nya untuk memberikan pengajaran kepada anak-anak seperti Islam. Islam menjadikan seorang Muslim memiliki antusiasme yang sangat tinggi untuk belajar dan mengajar. Antusiasme inilah yang menjadikan mereka sangat isimewa sepanjang sejarahnya yang panjang. Apalagi bagi mereka, menuntut ilmu adalah ibadah yang paling utama, yang bisa dijadikan media untuk mendekatkan diri kepada Alllah.
Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur untuk melakukan pembinaan keilmuan dan pemikiran. Pada masa ini daya tangkap dan daya serap otak mereka berada pada kemampuan maksimal; dada mereka lebih longgar dan lebih hapal terhadap apa yang mereka dengar. Abu Hurairah ra. meriwayatkan secara marfû’, bahwa Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Siapa yang mempelajari al-Quran ketika masih muda, maka al-Quran itu akan menyatu dengan daging dan darahnya. Siapa yang mempelajarinya ketika dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan tidak melekat pada dirinya, maka ia mendapatkan pahala dua kali. (HR al-Baihaqi, ad-Dailami, dan al-Hakim).
Agar para orangtua dapat mengarahkan anak melangkah menuju ilmu, belajar, serta mencintai ilmu dan ulama, ada beberapa hal penting yang harus ditempuh:
1. Tanamkan bahwa menuntut ilmu adalah perintah Allah Swt.
Kecintaan anak kepada Allah, yang seyogyanya sudah terlebih dulu ditanamkan, akan memunculkan ketaatan pada perintah-Nya dan takut akan azab-Nya, termasuk dalam menuntut ilmu. Cinta dan takut kepada Allah akan memunculkan sikap konsisten dalam mencari ilmu tanpa bosan dan dihinggapi rasa putus asa.
2. Tanamkan bahwa al-Quran adalah sumber kebenaran.
Al-Quran sebagai sumber kebenaran (QS al-Maidah [5]: 48) sejak awal harus disampaikan oleh orangtua kepada anak. Semua yang benar menurut al-Quran itulah yang harus dan boleh dilakukan. Ini memerlukan keteladanan orangtua. Dengan begitu, anak akan melihat realisasi al-Quran sebagai sumber kebenaran dalam setiap perilaku orangtuanya. Begitu pula ketika menilai suatu keburukan, semuanya dinilai dengan standar al-Quran.
3. Ajarkan metode belajar yang benar menurut Islam.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitab As-Syakhshiyah al-Islâmiyyah jilid 1, bahwa Islam mengajarkan metode belajar yang benar, yaitu:
1. Mempelajari sesuatu dengan mendalam hingga dipahami apa yang dipelajari dengan benar.
2. Meyakini ilmu yang sedang dipelajari hingga bisa dijadikan dasar untuk berbuat.
3. Sesuatu yang dipelajari bersifat praktis, bukan sekadar teoretis, hingga dapat menyelesaikan suatu masalah.
Dalam mempelajari alam semesta, misalnya, dikatakan secara teoretis bahwa bulan mengelilingi bumi. Untuk menjadikannya sebagai pemahaman yang mendalam haruslah anak diajak melihat fakta bulan, yang dari hari ke hari berubah bentuk dan besarnya. Dengan demikian, anak pun menjadi yakin bahwa perubahan tanggal setiap harinya adalah karena peredaran bulan. Dengan begitu, ia dapat mengetahui bahwa menentukan tanggal satu Ramadhan, misalnya, adalah dengan melihat bulan.
4. Memilihkan guru dan sekolah yang baik bagi anak.
Guru adalah cermin yang dilihat oleh anak sehingga akan membekas di dalam jiwa dan pikiran mereka. Guru adalah sumber pengambilan ilmu. Para Sahabat dan Salaf ash-Shâlih sangat serius di dalam memilih guru yang baik bagi anak-anak mereka.
Ibnu Sina dalam kitabnya, As-Siyâsah, mengatakan, “Seyogyanya seorang anak itu dididik oleh seorang guru yang mempunyai kecerdasan dan agama, piawai dalam membina akhlak, cakap dalam mengatur anak, jauh dari sifat ringan tangan dan dengki, dan tidak kasar di hadapan muridnya.”
Imam Mawardi (dalam Nashîhah al-Mulûk hlm. 172) menegaskan urgensi memilih guru yang baik dengan mengatakan, “Wajib bersungguh-sungguh di dalam memilihkan guru dan pendidik bagi anak, seperti kesungguhan di dalam memilihkan ibu dan ibu susuan baginya, bahkan lebih dari itu. Seorang anak akan mengambil akhlak, gerak-gerik, adab dan kebiasaan dari gurunya melebihi yang diambil dari orangtuanya sendiri.”
Begitupun memilihkan sekolah yang baik yang di dalamnya diajarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama, apalagi yang merusak akidah anak-anak Muslim. Banyak orangtua memilih sekolah untuk anaknya sekadar agar anak dapat memperoleh ilmu dan prestasi yang bagus, tetapi lupa akan perkembangan kekokohan akidah dan akhlaknya.
Namun demikian, tentulah guru yang paling pertama dan utama adalah orangtuanya, dan sekolah yang paling pertama dan utama adalah rumah tempat tinggalnya bersama orangtua.
5. Mengajari anak untuk memuliakan para ulama.
Abu Umamah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Ada tiga manusia, tidak ada yang meremehkan mereka kecuali orang munafik. Mereka adalah orangtua, ulama, dan pemimpin yang adil. (HR ath-Thabrani).
Ulama adalah pewaris para nabi. Memuliakan dan menghormati mereka, bersikap santun dan lembut di dalam bergaul dengan mereka, adalah di antara adab yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak. Memuliakan ulama menjadikan anak akan memuliakan ilmu yang diterimanya, yang dengannya Allah menghidupkan hati seseorang. Abu Umamah ra. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Sesungguhnya Luqman berkata kepada putranya, “Wahai anakku, engkau harus duduk dekat dengan ulama. Dengarkanlah perkataan para ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati dengan hujan deras.” (HR ath-Thabrani).
6. Membiasakan seluruh keluarga membaca dan menghapal ayat-ayat al-Quran dan Hadis Nabi saw.
Dalam membina akidah anak, mengajarkan al-Quran dan Hadis Nabi saw. adalah hal yang utama dalam membentuk mentalitas anak. Keduanya merupakan sumber untuk menghidupkan ilmu yang akan menyinari dan menguatkan akal. Para Sahabat ra. sangat berambisi sekali mengikat anak-anak mereka dengan al-Quran. Anas bin Malik ra., setiap kali mengkhatamkan al-Quran, mengumpul-kan istri dan anak-anaknya, lalu berdoa untuk kebaikan mereka.
Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, Ibnu Abbas ra. telah hapal al-Quran pada usia sepuluh tahun. Imam Syafii rahimahullâh telah hapal al-Quran pada usia tujuh tahun. Imam al-Bukhari mulai menghapal hadis ketika duduk dibangku madrasah dan mengarang kitab At-Târîkh pada usia 18 tahun.
7. Membuat perpustakaan rumah, sekalipun sederhana.
Mempelajari ilmu tak akan lepas dari kitab ataupun buku-buku sebagai media referensi yang senantiasa akan memenuhi kebutuhan ilmu. Keberadaan perpustakaan rumah menjadi hal yang sangat penting untuk mengkondisikan anak-anak seantiasa dekat dengan ilmu dan bersahabat dengan kitab-kitab ilmu.
Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam Risâlah-nya, Sarana Paling Efektif dalam Mendidik Generasi Muda dengan Pendidikan Islam yang Murni, mengatakan, “Adalah sangat penting adanya perpustakaan di dalam rumah, sekalipun sederhana. Koleksi bukunya dipilihkan dari buku-buku sejarah Islam, biografi Salafus Shâlih, buku-buku akhlak, hikmah, kisah perjalanan para ulama ke berbagai negeri, kisah-kisah penaklukan berbagai negeri, dan semisalnya….”
8. Mengajak anak menghadiri majelis-majelis kaum dewasa.
Nabi saw. pernah menceritakan bahwa beliau ketika masih kecil juga turut menghadiri majelis-majelis kaum dewasa. Beliau mengatakan: “Aku biasa menghadiri pertemuan-pertemuan para pemuka kaum bersama paman-pamanku….” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad sahih dalam Musnad-nya [2/157] dan oleh Ahmad [1/190]).
Dengan membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, akalnya akan meningkat, jiwanya akan terdidik, semangat dan kecintaannya kepada ilmu akan semakin kuat. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []
Kebaikan-Kebaikan Akan Menghapus Kejahatan
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, sholawat dan salam untuk nabi dan rasul yang paling mulia, nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.
Ini adalah ulasan tentang beberapa amalan yang mudah dilaksanakan dan akan mendapatkan ganjaran pahala yang sangat besar dengan karunia dari Allah. Amalan-amalan ini banyak dilalaikan dan diremehkan oleh sebagian besar manusia, padahal di dalamnya terdapat banyak pahala, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Memperbanyak sholat di al-Haramain asy-Syarifain (Masjid Haram dan Masjid Nabawi). Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra. Rasulullah saw. bersabda: "Shalat di masjidku ini lebih afdhal dari 1000 sholat di masjid lainnya kecuali masjid Haram, dan sholat di masjid Haram lebih afdhal dari 100.000 sholat di masjid lainnya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Dan sholat seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada sholat di masjid Haram dan masjid Nabawi.
2. Sholat di masjid Quba'. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang keluar hingga sampai ke masjid ini, masjid Quba', lalu sholat di dalamnya, maka baginya pahala yang sama dengan (pahala) umroh." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah).
3. Rutin melaksanakan sholat Dhuha. Dan waktu yang terbaik untuk melaksanakannya adalah ketika matahari sudah semakin terik, Rasulullah saw. bersabda: "Sholatnya orang-orang yang bertaubat adalah ketika unta kecil telah merasakan panasnya (matahari)." (HR. Muslim).
4. Menggandakan istighfar, seperti dengan membaca doa: "Ya Allah, ampunilah orang-orang mukminin dan mukminat, orang-orang muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup di antara mereka maupun yang sudah meninggal." Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang meminta ampun untuk orang-orang mukmin dan mukminat maka Allah akan menuliskan untuknya setiap mukmin dan mukminat satu kebaikan." (HR. Thabrani).
5. Qiyamul Lail pada saat Lailatul Qodar. Tahukah Anda bahwa pahala orang yang melaksanakan qiyamul lail pada saat lailatul qodar lebih afdhal dari pahala ibadah selama kira-kira 83 tahun lebih 3 bulan? Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qodar: 1-5).
6. Menggandakan tasbih, yaitu dengan membaca: "Maha suci Allah dan dengan memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, keridhoan diri-Nya, seberat Ars-Nya, dan sepanjang kalimat-Nya."
7. Membaca doa ketika akan memasuki pasar. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang memasuki pasar maka hendaklah ia membaca [Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wayumiitu, wa huwa hayyun laa yamuutu, biyadihil khoir, wa huwa 'alaa kulli syai'in qodiir.] (Tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian, Yang menghidupkan dan Mematikan. Ia hidup dan tidak mati, di Tangan-Nya kebaikan dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu.), maka Allah akan menulis baginya satu juta kebaikan, dihapuskan darinya satu juta kejelekan dan diangkat derajatnya satu juta derajat." Dan dalam riwayat lain disebutkan: "Dan akan dibangun untuknya rumah di surga." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim).
8. Berumroh di bulan Romadhon. Karena berumroh di bulan Romadhon sama dengan berhaji sekali. Sebagaimana sebda Rasulullah saw. kepada Ummu Sinan: "Bila bulan Romadhon tiba maka berumrohlah karena berumroh di saat tersebut sama dengan berhaji sekali." Atau bersabda: "sama dengan berhaji bersamaku." (Muttafaqun 'alaihi).
9. Mengamalkan adab-adab pada hari Jumat. Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang memandikan atau mandi lalu bersegera dan berjalan kaki, tidak dengan mengendarai sesuatu, lalu mendekati imam, menyimak dan tidak bercanda, maka baginya setiap langkah amal setahun pahala puasa dan sholatnya." (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai).
10. Puasa. Nabi saw. menganjurkan untuk memperbanyak puasa sunnah dalam beberapa hari tertentu dalam satu tahun, misalnya puasa dua hari (Senin dan Kamis), hari-hari putih (13, 14, 15 setiap bulan Hijriah), bulan Sya'ban, enam hari di bulan Syawal, Muharrom, sepuluh Dzulhijjah, puasa hari Arafah bagi selain jemaah haji dan pada hari Asyura. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya (dirinya) dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan." (HR. Ahmad).
11. Memberi buka puasa bagi orang-orang yang berpuasa. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang memberi buka pada orang yang berpuasa maka baginya sama dengan pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun." (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
12. Memperbanyak ucapan: [Laa haula walaa quwwata illaa billah] ("Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah."). Karena ucapan ini adalah salah satu kekayaan surga, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits Muttafaqun 'alaihi dari Rasulullah.
13. Memenuhi kebutuhan manusia. Rasulullah saw. bersabda dalam salah satu hadits yang panjang: "Aku berjalan beriring dengan saudaraku sesama muslim dalam suatu keperluan lebih aku senangi daripada beri'tikaf di masjid selama satu bulan." (HR. Thabrani dan ditahsin oleh Al-Albani).
14. Sholat dua rokaat setelah terbitnya matahari. Dari Anas bin Malik ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang sholat subuh berjamaah lalu duduk-duduk berdzikir kepada Allah hingga terbitnya matahari kemudian sholat dua rokaat maka ia akan mendapatkan pahala haji dan umroh." Beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sempurna, sempurna, sempurna." (HR. Tirmidzi dan ditahsin oleh Al-Albani).
15. Menyantuni anak yatim. Dari Sahal bin Saad bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Saya dan pengasuh anak yatim di surga seperti ini." (HR. Bukhari) "Beliau memberi isyarat dengan kedua jarinya, jari telunjuk dan tengah." Dan Anda bisa melakukan itu melalui salah satu yayasan atau lembaga sosial lainnya.
16. Senantiasa sholat jenazah. Dari Abu Hurairah ra. berkata: "Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menghadiri jenazah hingga disholati maka baginya pahala satu qirath, dan siapa yang menghadirinya hingga dimakamkan maka ia akan mendapatkan dua pahala qirath." Dikatakan kepada beliau: "Apakah qirath itu?" Beliau menjawab: "Yaitu seperti dua gunung yang besar." (Muttafaqun 'alaihi).
17. Memperbanyak sholawat untuk Nabi saw. Jadi barangsiapa yang bersholawat untuk nabi saw. sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, dan akan menjadi manusia paling utama nanti pada hari kiamat. Allah swt. mewakilkan malaikat yang berkeliling menyampaikan salam ummatnya kepada nabi mereka.
18. Sholat Isya dan Subuh secara berjamaah. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang sholat isya secara berjamaah maka seakan-akan ia telah melaksanakan sholat tengah malam, dan barangsiapa yang sholat subuh berjamaah maka seakan-akan ia telah melaksanakan sholat sepanjang malam." (HR. Muslim).
19. Membaca tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing 33 kali pada setiap selesai sholat, lalu membaca: laa ilaaha illallahu, wahdahuu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu, wahuwa 'alaa kulli syai'in qodiir. Ucapan ini memiliki keutamaan yang sangat besar sebagaimana diriwayatkan dalam hadits tentang orang-orang fakir Muhajirin yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah (hadits panjang Muttafaqun 'alaihi) dalam bab "Dzikir-dzikir yang dibaca setelah sholat fardhu."
20. Dakwah kepada Allah dan menasihati orang lain. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia pun akan menanggung dosa yang sama dengan dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun." (HR. Muslim). Jadi bila Anda menasihati orang lain untuk menuju Allah maka pahala nasihat itu ukan mengalir untukmu selama nasihat itu masih berguna bagi dirinya hingga hari kiamat. Misalnya dengan menyebarkan kebaikan seperti tulisan-tulisan yang ada di hadapan Anda sekarang ini, maka Anda akan mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya hingga hari kiamat dengan adzin Allah swt..
21. Sholat empat rokaat sebelum ashar. Sabda Rasulullah saw.: "Semoga Allah merahmati seseorang yang sholat 4 rokaat sebelum ashar." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Empat rokaat itu dilakukan dengan dua salam setelah adzan dan sebelum iqomah.
22. Mengunjungi orang yang sakit. Sabda Rasulullah saw.: "Barangsiapa mengunjungi orang yang sakit, maka ia akan tetap di khurfah surga." Rasulullah saw. ditanya: "Apakah khurfah surga itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Buah surga yang dipetik." (HR. Muslim). "Dan Anda akan diampuni oleh 70.000 malaikat." (Sebagaimana yang terdapat dalam hadits panjang.)
23. Puasa, mengikuti jenazah, menengok orang yang sakit, dan memberi makan orang miskin. Bila semua ini terkumpul pada seorang muslim pada satu hari maka ia akan masuk surga dengan karunia Allah, sebagaimana yang terjadi pada diri Abu Bakar ra., di mana Rasulullah saw. bersabda dalam hadits yang panjang: "Tidaklah hal itu semua berkumpul pada seseorang kecuali ia akan masuk surga." (HR. Muslim).
24. Mengadakan perdamaian di antara manusia. Allah swt. berfirman: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shodaqoh atau berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia." (QS. An-Nisa: 114). Dan banyak hadits yang menunjukkan keutamaan hal itu, yang tidak mungkin kita membahasnya semua karena kesempatan yang terlalu sempit.
25. Memperbanyak ucapan [Subhaanallahi walhamdulillahi walaailaaha illallahu wallahu akbar]. Ucapan ini lebih afdhal daripada hari terbitnya matahari, sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Nabi saw.. Ucapan ini juga termasuk yang paling disenangi oleh Allah swt. sebagaimana dalam hadits shohih.
26. Membaca QS. Al-Ikhlas berulang-ulang. Karena surat ini sebanding dengan sepertiga Al-Quran dalam hal pahala dan kandungan maknanya, di mana surat ini mengandung Tauhid, pengagungan dan penghormatan kepada Allah swt.. Rasulullah saw. bersabda: "Qul huwallahu ahad, sebanding dengan sepertiga Al-Quran, dan Qul yaa ayyuhal kaafirun, sebanding dengan seperempat Al-Quran." (HR. Thabrani dan ditashih oleh as-Suyuti dan al-Albani). Dan perlu diperhatikan bahwa sepertiga dalam keutamaan tidak berarti merasa cukup membacanya dan meninggalkan bacaan surat-surat Al-Quran lainnya.
27. Shodaqoh jariyah. Misalnya dengan membantu pembangunan masjid, penggalian sumur, madrasah, tempat pengungsian, pendidikan anak tentang agama yang benar dan adab-adab Islam serta pendidikan anak untuk selalu melakukan kebaikan, karena bila anak Adam meninggal maka amalannya akan terputus kecuali tiga hal, di antaranya adalah anak sholeh yang mendoakan orang tuanya. Termasuk pula mencetak, menyebarkan dan membagikan buku-buku dan kaset-kaset yang berguna ataupun memberikan dukungan dana melalui kantor-kantor kerjasama dakwah, penyuluhan dan bimbingan untuk orang-orang asing atau yayasan dan lembaga keagamaan.
28. Sholat empat rokaat sebelum dhuhur dan empat rokaat setelahnya. Dari Ummu Habibah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang senantiasa melaksanakan sholat sunnat 4 rokaat sebelum dhuhur dan 4 rokaat setelah dhuhur maka Allah akan mengharamkan baginya neraka." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Empat rokaat itu dengan dua salam antara adzan dan iqomah, dan 4 rokaat dengan dua salam setelah sholat dhuhur.
29. Qiyamul Lail, menyebarkan salam dan memberi makan. Dari Abdullah bin Salam ra., Nabi saw. bersabda: "Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makan dan sholatlah di waktu malam sementara manusia sedang tidur, maka kalian akan masuk surga dengan selamat." (HR. Tirmidzi). Rasulullah saw. bersabda: "Sholat yang paling afdhal setelah sholat fardhu adalah sholat lail." (HR. Muslim).
30. Mengikuti ucapan muadzin. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan: [Allahumma rabba hadzihidda'watittaammati washsholatil qooimati aati Muhammadanil wasiilata walfadhiilata wab'atshu maqoomam mahmuudanilladzi wa 'adtah] ("Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini (adzan) dan sholat (wajib) yang ditegakkan ini. Berilah wasilah (derajat yang tinggi) dan fadhilah kepada Rasulullah dan bangkitkanlah beliau pada maqom yang terpuji yang telah Engkau janjikan.") Maka ia berhak mendapatkan syafaatku nanti pada hari kiamat." (HR. Bukhari).
31. Memperbanyak membaca dan menghapal Al-Quran. Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi." (QS. Faathir: 29). Dari Ibnu Mas'ud ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah maka baginya satu kebaikan dan kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan bahwa 'alif laam mim' itu satu huruf, tetapi 'alif' satu huruf, 'laam' satu huruf, dan 'mim' satu huruf." (HR. Tirmidzi dan berkata: "Hadits hasan shohih").
32. Memperbanyak dzikir kepada Allah. Sabda Rasulullah saw.: "Maukah kalian aku kabarkan kepada kalian amalan yang paling baik dan suci yang kalian miliki, yang paling tinggi dalam derajat kalian, paling baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak dan lebih baik daripada ketika kalian bertemu musuh lalu kalian memenggal lehernya atau mereka memenggal leher kalian?" Mereka menjawab: "Tentu". Beliau bersabda: "Yaitu dzikir kepada Allah Ta'ala." (HR. Tirmidzi).
Sholawat dan salam untuk nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.
(Diambil dari buletin Daar Al-Gasem, For Publishing & Distribution, Saudi Arabia P.O. Box 6373 Riyadh 11442, telp. 4775311 - Fax 4774432)
Ini adalah ulasan tentang beberapa amalan yang mudah dilaksanakan dan akan mendapatkan ganjaran pahala yang sangat besar dengan karunia dari Allah. Amalan-amalan ini banyak dilalaikan dan diremehkan oleh sebagian besar manusia, padahal di dalamnya terdapat banyak pahala, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Memperbanyak sholat di al-Haramain asy-Syarifain (Masjid Haram dan Masjid Nabawi). Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra. Rasulullah saw. bersabda: "Shalat di masjidku ini lebih afdhal dari 1000 sholat di masjid lainnya kecuali masjid Haram, dan sholat di masjid Haram lebih afdhal dari 100.000 sholat di masjid lainnya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Dan sholat seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada sholat di masjid Haram dan masjid Nabawi.
2. Sholat di masjid Quba'. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang keluar hingga sampai ke masjid ini, masjid Quba', lalu sholat di dalamnya, maka baginya pahala yang sama dengan (pahala) umroh." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah).
3. Rutin melaksanakan sholat Dhuha. Dan waktu yang terbaik untuk melaksanakannya adalah ketika matahari sudah semakin terik, Rasulullah saw. bersabda: "Sholatnya orang-orang yang bertaubat adalah ketika unta kecil telah merasakan panasnya (matahari)." (HR. Muslim).
4. Menggandakan istighfar, seperti dengan membaca doa: "Ya Allah, ampunilah orang-orang mukminin dan mukminat, orang-orang muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup di antara mereka maupun yang sudah meninggal." Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang meminta ampun untuk orang-orang mukmin dan mukminat maka Allah akan menuliskan untuknya setiap mukmin dan mukminat satu kebaikan." (HR. Thabrani).
5. Qiyamul Lail pada saat Lailatul Qodar. Tahukah Anda bahwa pahala orang yang melaksanakan qiyamul lail pada saat lailatul qodar lebih afdhal dari pahala ibadah selama kira-kira 83 tahun lebih 3 bulan? Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qodar: 1-5).
6. Menggandakan tasbih, yaitu dengan membaca: "Maha suci Allah dan dengan memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, keridhoan diri-Nya, seberat Ars-Nya, dan sepanjang kalimat-Nya."
7. Membaca doa ketika akan memasuki pasar. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang memasuki pasar maka hendaklah ia membaca [Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wayumiitu, wa huwa hayyun laa yamuutu, biyadihil khoir, wa huwa 'alaa kulli syai'in qodiir.] (Tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian, Yang menghidupkan dan Mematikan. Ia hidup dan tidak mati, di Tangan-Nya kebaikan dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu.), maka Allah akan menulis baginya satu juta kebaikan, dihapuskan darinya satu juta kejelekan dan diangkat derajatnya satu juta derajat." Dan dalam riwayat lain disebutkan: "Dan akan dibangun untuknya rumah di surga." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim).
8. Berumroh di bulan Romadhon. Karena berumroh di bulan Romadhon sama dengan berhaji sekali. Sebagaimana sebda Rasulullah saw. kepada Ummu Sinan: "Bila bulan Romadhon tiba maka berumrohlah karena berumroh di saat tersebut sama dengan berhaji sekali." Atau bersabda: "sama dengan berhaji bersamaku." (Muttafaqun 'alaihi).
9. Mengamalkan adab-adab pada hari Jumat. Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang memandikan atau mandi lalu bersegera dan berjalan kaki, tidak dengan mengendarai sesuatu, lalu mendekati imam, menyimak dan tidak bercanda, maka baginya setiap langkah amal setahun pahala puasa dan sholatnya." (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai).
10. Puasa. Nabi saw. menganjurkan untuk memperbanyak puasa sunnah dalam beberapa hari tertentu dalam satu tahun, misalnya puasa dua hari (Senin dan Kamis), hari-hari putih (13, 14, 15 setiap bulan Hijriah), bulan Sya'ban, enam hari di bulan Syawal, Muharrom, sepuluh Dzulhijjah, puasa hari Arafah bagi selain jemaah haji dan pada hari Asyura. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya (dirinya) dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan." (HR. Ahmad).
11. Memberi buka puasa bagi orang-orang yang berpuasa. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang memberi buka pada orang yang berpuasa maka baginya sama dengan pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun." (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
12. Memperbanyak ucapan: [Laa haula walaa quwwata illaa billah] ("Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah."). Karena ucapan ini adalah salah satu kekayaan surga, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits Muttafaqun 'alaihi dari Rasulullah.
13. Memenuhi kebutuhan manusia. Rasulullah saw. bersabda dalam salah satu hadits yang panjang: "Aku berjalan beriring dengan saudaraku sesama muslim dalam suatu keperluan lebih aku senangi daripada beri'tikaf di masjid selama satu bulan." (HR. Thabrani dan ditahsin oleh Al-Albani).
14. Sholat dua rokaat setelah terbitnya matahari. Dari Anas bin Malik ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang sholat subuh berjamaah lalu duduk-duduk berdzikir kepada Allah hingga terbitnya matahari kemudian sholat dua rokaat maka ia akan mendapatkan pahala haji dan umroh." Beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Sempurna, sempurna, sempurna." (HR. Tirmidzi dan ditahsin oleh Al-Albani).
15. Menyantuni anak yatim. Dari Sahal bin Saad bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Saya dan pengasuh anak yatim di surga seperti ini." (HR. Bukhari) "Beliau memberi isyarat dengan kedua jarinya, jari telunjuk dan tengah." Dan Anda bisa melakukan itu melalui salah satu yayasan atau lembaga sosial lainnya.
16. Senantiasa sholat jenazah. Dari Abu Hurairah ra. berkata: "Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menghadiri jenazah hingga disholati maka baginya pahala satu qirath, dan siapa yang menghadirinya hingga dimakamkan maka ia akan mendapatkan dua pahala qirath." Dikatakan kepada beliau: "Apakah qirath itu?" Beliau menjawab: "Yaitu seperti dua gunung yang besar." (Muttafaqun 'alaihi).
17. Memperbanyak sholawat untuk Nabi saw. Jadi barangsiapa yang bersholawat untuk nabi saw. sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, dan akan menjadi manusia paling utama nanti pada hari kiamat. Allah swt. mewakilkan malaikat yang berkeliling menyampaikan salam ummatnya kepada nabi mereka.
18. Sholat Isya dan Subuh secara berjamaah. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang sholat isya secara berjamaah maka seakan-akan ia telah melaksanakan sholat tengah malam, dan barangsiapa yang sholat subuh berjamaah maka seakan-akan ia telah melaksanakan sholat sepanjang malam." (HR. Muslim).
19. Membaca tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing 33 kali pada setiap selesai sholat, lalu membaca: laa ilaaha illallahu, wahdahuu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu, wahuwa 'alaa kulli syai'in qodiir. Ucapan ini memiliki keutamaan yang sangat besar sebagaimana diriwayatkan dalam hadits tentang orang-orang fakir Muhajirin yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah (hadits panjang Muttafaqun 'alaihi) dalam bab "Dzikir-dzikir yang dibaca setelah sholat fardhu."
20. Dakwah kepada Allah dan menasihati orang lain. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia pun akan menanggung dosa yang sama dengan dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun." (HR. Muslim). Jadi bila Anda menasihati orang lain untuk menuju Allah maka pahala nasihat itu ukan mengalir untukmu selama nasihat itu masih berguna bagi dirinya hingga hari kiamat. Misalnya dengan menyebarkan kebaikan seperti tulisan-tulisan yang ada di hadapan Anda sekarang ini, maka Anda akan mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya hingga hari kiamat dengan adzin Allah swt..
21. Sholat empat rokaat sebelum ashar. Sabda Rasulullah saw.: "Semoga Allah merahmati seseorang yang sholat 4 rokaat sebelum ashar." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Empat rokaat itu dilakukan dengan dua salam setelah adzan dan sebelum iqomah.
22. Mengunjungi orang yang sakit. Sabda Rasulullah saw.: "Barangsiapa mengunjungi orang yang sakit, maka ia akan tetap di khurfah surga." Rasulullah saw. ditanya: "Apakah khurfah surga itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Buah surga yang dipetik." (HR. Muslim). "Dan Anda akan diampuni oleh 70.000 malaikat." (Sebagaimana yang terdapat dalam hadits panjang.)
23. Puasa, mengikuti jenazah, menengok orang yang sakit, dan memberi makan orang miskin. Bila semua ini terkumpul pada seorang muslim pada satu hari maka ia akan masuk surga dengan karunia Allah, sebagaimana yang terjadi pada diri Abu Bakar ra., di mana Rasulullah saw. bersabda dalam hadits yang panjang: "Tidaklah hal itu semua berkumpul pada seseorang kecuali ia akan masuk surga." (HR. Muslim).
24. Mengadakan perdamaian di antara manusia. Allah swt. berfirman: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shodaqoh atau berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia." (QS. An-Nisa: 114). Dan banyak hadits yang menunjukkan keutamaan hal itu, yang tidak mungkin kita membahasnya semua karena kesempatan yang terlalu sempit.
25. Memperbanyak ucapan [Subhaanallahi walhamdulillahi walaailaaha illallahu wallahu akbar]. Ucapan ini lebih afdhal daripada hari terbitnya matahari, sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Nabi saw.. Ucapan ini juga termasuk yang paling disenangi oleh Allah swt. sebagaimana dalam hadits shohih.
26. Membaca QS. Al-Ikhlas berulang-ulang. Karena surat ini sebanding dengan sepertiga Al-Quran dalam hal pahala dan kandungan maknanya, di mana surat ini mengandung Tauhid, pengagungan dan penghormatan kepada Allah swt.. Rasulullah saw. bersabda: "Qul huwallahu ahad, sebanding dengan sepertiga Al-Quran, dan Qul yaa ayyuhal kaafirun, sebanding dengan seperempat Al-Quran." (HR. Thabrani dan ditashih oleh as-Suyuti dan al-Albani). Dan perlu diperhatikan bahwa sepertiga dalam keutamaan tidak berarti merasa cukup membacanya dan meninggalkan bacaan surat-surat Al-Quran lainnya.
27. Shodaqoh jariyah. Misalnya dengan membantu pembangunan masjid, penggalian sumur, madrasah, tempat pengungsian, pendidikan anak tentang agama yang benar dan adab-adab Islam serta pendidikan anak untuk selalu melakukan kebaikan, karena bila anak Adam meninggal maka amalannya akan terputus kecuali tiga hal, di antaranya adalah anak sholeh yang mendoakan orang tuanya. Termasuk pula mencetak, menyebarkan dan membagikan buku-buku dan kaset-kaset yang berguna ataupun memberikan dukungan dana melalui kantor-kantor kerjasama dakwah, penyuluhan dan bimbingan untuk orang-orang asing atau yayasan dan lembaga keagamaan.
28. Sholat empat rokaat sebelum dhuhur dan empat rokaat setelahnya. Dari Ummu Habibah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang senantiasa melaksanakan sholat sunnat 4 rokaat sebelum dhuhur dan 4 rokaat setelah dhuhur maka Allah akan mengharamkan baginya neraka." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Empat rokaat itu dengan dua salam antara adzan dan iqomah, dan 4 rokaat dengan dua salam setelah sholat dhuhur.
29. Qiyamul Lail, menyebarkan salam dan memberi makan. Dari Abdullah bin Salam ra., Nabi saw. bersabda: "Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makan dan sholatlah di waktu malam sementara manusia sedang tidur, maka kalian akan masuk surga dengan selamat." (HR. Tirmidzi). Rasulullah saw. bersabda: "Sholat yang paling afdhal setelah sholat fardhu adalah sholat lail." (HR. Muslim).
30. Mengikuti ucapan muadzin. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan: [Allahumma rabba hadzihidda'watittaammati washsholatil qooimati aati Muhammadanil wasiilata walfadhiilata wab'atshu maqoomam mahmuudanilladzi wa 'adtah] ("Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini (adzan) dan sholat (wajib) yang ditegakkan ini. Berilah wasilah (derajat yang tinggi) dan fadhilah kepada Rasulullah dan bangkitkanlah beliau pada maqom yang terpuji yang telah Engkau janjikan.") Maka ia berhak mendapatkan syafaatku nanti pada hari kiamat." (HR. Bukhari).
31. Memperbanyak membaca dan menghapal Al-Quran. Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi." (QS. Faathir: 29). Dari Ibnu Mas'ud ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah maka baginya satu kebaikan dan kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan bahwa 'alif laam mim' itu satu huruf, tetapi 'alif' satu huruf, 'laam' satu huruf, dan 'mim' satu huruf." (HR. Tirmidzi dan berkata: "Hadits hasan shohih").
32. Memperbanyak dzikir kepada Allah. Sabda Rasulullah saw.: "Maukah kalian aku kabarkan kepada kalian amalan yang paling baik dan suci yang kalian miliki, yang paling tinggi dalam derajat kalian, paling baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak dan lebih baik daripada ketika kalian bertemu musuh lalu kalian memenggal lehernya atau mereka memenggal leher kalian?" Mereka menjawab: "Tentu". Beliau bersabda: "Yaitu dzikir kepada Allah Ta'ala." (HR. Tirmidzi).
Sholawat dan salam untuk nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.
(Diambil dari buletin Daar Al-Gasem, For Publishing & Distribution, Saudi Arabia P.O. Box 6373 Riyadh 11442, telp. 4775311 - Fax 4774432)
AMALAN PASCA RAMADHAN
Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan kemuliaan, di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya sama dengan seribu bulan. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, Rasul pilihan, penghulu para nabi, pelita umat di kegelapan dan kepekatan jahiliyah, uswah terbaik bagi umat seluruhnya.
Sudah menjadi keharusan, bahwa setiap yang datang, pasti akan pergi. Demikian halnya dengan bulan Ramadhan, sebentar lagi ia akan meninggalkan kita…. Tapi apakah kita siap melepas kepergiannya, hingga ia memberi atsar (pengaruh) dalam kehidupan kita.
Bulan Ramadhan sesungguhnya adalah saksi atas amalan yang selama ini kita kerjakan, apakah itu berupa keburukan dan maksiat, ataukah ibadah dan amal shaleh. Maka sudah selayaknya jika kita melakukan kembali instrospeksi mulai sekarang, melakukan muhasabah terhadap semua yang pernah kita perbuat selama berada di bulan ini, agar Ramadhan tidak berlalu begitu saja seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ada beberapa amalan yang harus kita laksanakan, baik yang wajib ataupun yang sunnah, setelah Ramadhan seperti :
1. Menunaikan Zakat Fithrah
Zakat merupakan salah satu kewajiban dan rukun Islam.
" Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah satu sha' dari gandum atau satu sha' dari korma atas anak kecil, orang besar, orang merdeka, dan budak. Pada riwayat lain:"Atas laki-laki, wanita, orang merdeka, dan budak" HR. Bukhari.
2. Menjaga Shalat Fardlu berjamaah dan shalat-shalat sunnah
Pada bulan Ramadhan kita telah membiasakan diri kita untuk selalu terikat dengan masjid. Setiap adzan terdengar, kita ayunkan langkah untuk mengerjakan kewajiban shalat bersama-sama dengan muslimin yang lain berjamaah. Ketika Ramadhan berakhir, muncul semangat baru yang bermula dari kebersihan hati dan jiwa. Dan ini harus kita jaga agar bisa terlaksana sampai Ramadhan berikutnya. Kalau semangat bisa kita jaga, kita akan semakin mudah untuk melaksanakan shalat berjama'ah terlebih lagi pahala shalat ini sangat besar sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW
Dari Abdullah bin umar r.a., Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Shalat berjamaa'ah itu lebih mulia dari shalat sendirian duapuluh tujuh derajat, (H.R. Bukhari dan Muslim).
Disamping itu kita tambah amalan shalat wajib kita dengan melakukan shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat wajib), shalat tahajjud, shalat witir dll, sebagai wujud dari ketaqwaan kita kepada-Nya.
3. Sholat 'Iedul Fitri
Shalat 'Ied Fitri hukumnya sunnah muakkadah. Shalat 'iedul fitri adalah salah satu syi'ar Islam sekaligus bukti atas kekuatan keimanan seseorang. Rasulullah SAW senantiasa mengerjakan dan memerintahkan kepada umatnya untuk mengerjakannya baik laki-laki ataupun perempuan. Hari itu adalah hari kebahagiaan dan kegembiraan, setelah selesai meksanakaan ibadah puasa Ramadhan satu bulan penuh. Namun kita dilarang mengkhususkan satu jenis ibadah pada hari ini yang tidak pernah diperintahkan dalam agama seperti mengkhususkan ziarah kubur pada hari itu, karena hal itu adalah termasuk bid'ah yng nyata.
Hal-hal yang disunnahkan dalam shalat 'ied seperti : mandi dan memakai wewangian, mengenakan pakaian yang terbaik, makan sebelum melaksanakan shalat, mengumandangkan takbir, berdo'a untuk kebaikan kaum muslimin, berjalan kaki dengan menempuh jalan yang berbeda antara berangkat dan pulang, melaksanakan shalat 'ied di mushalla (tanah lapang tempat shalat 'ied dikerjakan). Bagi kaum wanita dianjurkan untuk bershadaqah sebagaimana yang diriwayatkan dari shahabat Bilal Bin Rabah r.a., bahwa beliau di masa Rasulullah SAW membentangkan kain untuk mengumpulkan shadaqah dari para wanita.
Karena begitu pentingnya, sehingga Rasulullah SAW memerintahkan seluruh anggota keluarga untuk berbondong-bondong menunaikannya. Orang tua, remaja, anak-anak, wanita-wanita yang sebelumnya dipingit, bahkan wanita-wanita yang sedang haid diperintahkan beliau untuk bersama menghadiri mushalla (tanah lapang tempat shalat 'ied dikerjakan). Mengucapkan takbir, berdo'a dan mendengarkan khutbah. Bagi wanita-wanita dilarang melakukan tabarruj (berdandan, membuka aurat memakai wewangian didepan laki-laki lain yang bukan mahram).
Disunnatkan kaum muslimin untuk saling mengucapkan do'a Taqabbalallahu minnaa wa minkum. Sebagaimana hadits dari Jubair bin Nufail, dia berkata :
"Apabila para shahabat Rasulullah SAW bertemu pada hari 'Iedul Fitri, mereka saling mengucapkan (mendo'akan) Taqabalaahu minnaa wa minkum." (Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, isnad hadits ini hasan).
4. Berpuasa sunnah 6 hari setelah 'iedul fitri, dan puasa sunnah lainnya
Puasa 6 hari setelah 'idul fitri adalah ibadah yang sangat dianjurkan, Allah SWT menjanjikan pahala yang sangat besar bagi siapa saja yang mau mengamalkannya. Rasulullah SAW bersabda :
"Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu dilanjutkan dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka nilainya seperti berpuasa sepanjang tahun". (HR. Muslim, Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Puasa ini boleh dikerjakan secara berturut-turut dan dapat pula berselang waktunya, di awal bulan Syawal setelah 'iedul fitri, di pertengahannya atau di akhir bulan. Puasa-puasa yang lain yang disunnahkan seperti ; puasa Senin dan Kamis, puasa tiga hari pada tiap pertengahan bulan qamariyah (tanggal 13, 14 dan 15), puasa di hari arafah dan 'Asyura, puasa di bulan Sa'ban, puasa nabi Daud (berpuasa sehari dan berbuka sehari secara kontinyu), ada hadits dari Ummu Salamah menerangkan bahwa Rasulullah SAW sering berpuasa di hari sabtu dan Minggu sebagai pengingkaran terhadap orang musyrik karena kedua hari itu adalah 'ied mereka (hadits tadi dishahihkan oleh Ibn Khuzaimah, Bulughul maram, hal 139, no. 711).
5. Menghiasi diri dengan sifat mahmudah dan akhlaq karimah
Ramadlan dapat dijadikan sebagai moment penting untuk memulai perbuatan baik/ibadah, sifat-sifat baik dan akhlaq yang mulia. Dan ketika memasuki bulan-bulan setelahnya kita kondisikan diri untuk tetap melakukan ibadah yang sudah kita lakukan dibulan Ramadhan, kita jauhi perbuatan dosa serta kemungkaran yang kita tinggalkan pada bulan itu disertai dengan menghiasi diri dengan taqwa, hilm, amanah, sabar, istiqomah dll.
Aminuddin
Maraji': Fiqih Wanita, Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah, Majlis Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin, Bulughul Maram, Al Hafidz Ibn Hajar al asqalani ditashhih dan di ta'liq oleh Muhammad Hamid Al Fiqiy.
Sudah menjadi keharusan, bahwa setiap yang datang, pasti akan pergi. Demikian halnya dengan bulan Ramadhan, sebentar lagi ia akan meninggalkan kita…. Tapi apakah kita siap melepas kepergiannya, hingga ia memberi atsar (pengaruh) dalam kehidupan kita.
Bulan Ramadhan sesungguhnya adalah saksi atas amalan yang selama ini kita kerjakan, apakah itu berupa keburukan dan maksiat, ataukah ibadah dan amal shaleh. Maka sudah selayaknya jika kita melakukan kembali instrospeksi mulai sekarang, melakukan muhasabah terhadap semua yang pernah kita perbuat selama berada di bulan ini, agar Ramadhan tidak berlalu begitu saja seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ada beberapa amalan yang harus kita laksanakan, baik yang wajib ataupun yang sunnah, setelah Ramadhan seperti :
1. Menunaikan Zakat Fithrah
Zakat merupakan salah satu kewajiban dan rukun Islam.
" Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah satu sha' dari gandum atau satu sha' dari korma atas anak kecil, orang besar, orang merdeka, dan budak. Pada riwayat lain:"Atas laki-laki, wanita, orang merdeka, dan budak" HR. Bukhari.
2. Menjaga Shalat Fardlu berjamaah dan shalat-shalat sunnah
Pada bulan Ramadhan kita telah membiasakan diri kita untuk selalu terikat dengan masjid. Setiap adzan terdengar, kita ayunkan langkah untuk mengerjakan kewajiban shalat bersama-sama dengan muslimin yang lain berjamaah. Ketika Ramadhan berakhir, muncul semangat baru yang bermula dari kebersihan hati dan jiwa. Dan ini harus kita jaga agar bisa terlaksana sampai Ramadhan berikutnya. Kalau semangat bisa kita jaga, kita akan semakin mudah untuk melaksanakan shalat berjama'ah terlebih lagi pahala shalat ini sangat besar sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW
Dari Abdullah bin umar r.a., Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Shalat berjamaa'ah itu lebih mulia dari shalat sendirian duapuluh tujuh derajat, (H.R. Bukhari dan Muslim).
Disamping itu kita tambah amalan shalat wajib kita dengan melakukan shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat wajib), shalat tahajjud, shalat witir dll, sebagai wujud dari ketaqwaan kita kepada-Nya.
3. Sholat 'Iedul Fitri
Shalat 'Ied Fitri hukumnya sunnah muakkadah. Shalat 'iedul fitri adalah salah satu syi'ar Islam sekaligus bukti atas kekuatan keimanan seseorang. Rasulullah SAW senantiasa mengerjakan dan memerintahkan kepada umatnya untuk mengerjakannya baik laki-laki ataupun perempuan. Hari itu adalah hari kebahagiaan dan kegembiraan, setelah selesai meksanakaan ibadah puasa Ramadhan satu bulan penuh. Namun kita dilarang mengkhususkan satu jenis ibadah pada hari ini yang tidak pernah diperintahkan dalam agama seperti mengkhususkan ziarah kubur pada hari itu, karena hal itu adalah termasuk bid'ah yng nyata.
Hal-hal yang disunnahkan dalam shalat 'ied seperti : mandi dan memakai wewangian, mengenakan pakaian yang terbaik, makan sebelum melaksanakan shalat, mengumandangkan takbir, berdo'a untuk kebaikan kaum muslimin, berjalan kaki dengan menempuh jalan yang berbeda antara berangkat dan pulang, melaksanakan shalat 'ied di mushalla (tanah lapang tempat shalat 'ied dikerjakan). Bagi kaum wanita dianjurkan untuk bershadaqah sebagaimana yang diriwayatkan dari shahabat Bilal Bin Rabah r.a., bahwa beliau di masa Rasulullah SAW membentangkan kain untuk mengumpulkan shadaqah dari para wanita.
Karena begitu pentingnya, sehingga Rasulullah SAW memerintahkan seluruh anggota keluarga untuk berbondong-bondong menunaikannya. Orang tua, remaja, anak-anak, wanita-wanita yang sebelumnya dipingit, bahkan wanita-wanita yang sedang haid diperintahkan beliau untuk bersama menghadiri mushalla (tanah lapang tempat shalat 'ied dikerjakan). Mengucapkan takbir, berdo'a dan mendengarkan khutbah. Bagi wanita-wanita dilarang melakukan tabarruj (berdandan, membuka aurat memakai wewangian didepan laki-laki lain yang bukan mahram).
Disunnatkan kaum muslimin untuk saling mengucapkan do'a Taqabbalallahu minnaa wa minkum. Sebagaimana hadits dari Jubair bin Nufail, dia berkata :
"Apabila para shahabat Rasulullah SAW bertemu pada hari 'Iedul Fitri, mereka saling mengucapkan (mendo'akan) Taqabalaahu minnaa wa minkum." (Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, isnad hadits ini hasan).
4. Berpuasa sunnah 6 hari setelah 'iedul fitri, dan puasa sunnah lainnya
Puasa 6 hari setelah 'idul fitri adalah ibadah yang sangat dianjurkan, Allah SWT menjanjikan pahala yang sangat besar bagi siapa saja yang mau mengamalkannya. Rasulullah SAW bersabda :
"Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu dilanjutkan dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka nilainya seperti berpuasa sepanjang tahun". (HR. Muslim, Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Puasa ini boleh dikerjakan secara berturut-turut dan dapat pula berselang waktunya, di awal bulan Syawal setelah 'iedul fitri, di pertengahannya atau di akhir bulan. Puasa-puasa yang lain yang disunnahkan seperti ; puasa Senin dan Kamis, puasa tiga hari pada tiap pertengahan bulan qamariyah (tanggal 13, 14 dan 15), puasa di hari arafah dan 'Asyura, puasa di bulan Sa'ban, puasa nabi Daud (berpuasa sehari dan berbuka sehari secara kontinyu), ada hadits dari Ummu Salamah menerangkan bahwa Rasulullah SAW sering berpuasa di hari sabtu dan Minggu sebagai pengingkaran terhadap orang musyrik karena kedua hari itu adalah 'ied mereka (hadits tadi dishahihkan oleh Ibn Khuzaimah, Bulughul maram, hal 139, no. 711).
5. Menghiasi diri dengan sifat mahmudah dan akhlaq karimah
Ramadlan dapat dijadikan sebagai moment penting untuk memulai perbuatan baik/ibadah, sifat-sifat baik dan akhlaq yang mulia. Dan ketika memasuki bulan-bulan setelahnya kita kondisikan diri untuk tetap melakukan ibadah yang sudah kita lakukan dibulan Ramadhan, kita jauhi perbuatan dosa serta kemungkaran yang kita tinggalkan pada bulan itu disertai dengan menghiasi diri dengan taqwa, hilm, amanah, sabar, istiqomah dll.
Aminuddin
Maraji': Fiqih Wanita, Syaikh Kamil Muhammad 'Uwaidah, Majlis Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin, Bulughul Maram, Al Hafidz Ibn Hajar al asqalani ditashhih dan di ta'liq oleh Muhammad Hamid Al Fiqiy.
4 Orang Istri
Kisah dibawah ini mungkin bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua.
Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang istri.
Dia mencintai istri yang keempat, dan menganugerahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab, dialah yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik buat istri keempatnya ini.
Pedagang itu juga mencintai istrinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini, dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita ini kepada semua temannya.
Namun, ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.
Begitu juga dengan istri yang kedua. Ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini.
Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit.
Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi
kehidupan keluarga ini. Dia lah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sang suami.
Akan tetapi, sang pedagang, tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya, namun, pedagang ini tak begitu mempedulikannya.
Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian, ia menyadari, bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan berkata dalam hati. "Saat ini, aku punya 4 orang
istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri." Lalu, ia meminta semua istrinya datang, dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. "Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku? Ia terdiam. "Tentu saja tidak, "jawab istri keempat, dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi.
Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya. Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga.
"Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan saat ini, hidupku akan berakhir.
Maukah kau ikut denganku, dan menemani akhir hayatku?
Istrinya menjawab, Hidup begitu indah disini. Aku akan menikah lagi jika kau mati. Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam. Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. "Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau ku mati, maukah kau ikut dan mendampingiku? Sang istri menjawab pelan. "Maafkan aku," ujarnya "Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti, akan kubuatkan makam yang indah buatmu.
Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Sang pedagang kini merasa putus asa.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara. "Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Aku, tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu. Sang pedagang lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat ku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, istriku."
Renungan :
Teman, sesungguhnya kita punya 4 orang istri dalam hidup ini.
Istri yang keempat, adalah Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya.
Istri yang ketiga, adalah status sosial dan kekayaan.
Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain.
Mereka akan berpindah, dan melupakan kita yang pernah memilikinya.
Sedangkan istri yang kedua, adalah kerabat dan teman-teman.
Seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya.
Hanya sampai kuburlah mereka akan menemani kita.
Dan, teman, sesungguhnya, istri pertama kita adalah. Mungkin, kita sering mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun, sebenarnya, hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di
akhirat kelak.
Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak. Jangan sampai kita menyesal belakangan.
Mumpung masih hidup
Mumpung masih sehat
Mumpung masih longgar
Mumpung masih muda
Semoga Insya Allah
Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang istri.
Dia mencintai istri yang keempat, dan menganugerahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab, dialah yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik buat istri keempatnya ini.
Pedagang itu juga mencintai istrinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini, dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita ini kepada semua temannya.
Namun, ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.
Begitu juga dengan istri yang kedua. Ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini.
Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit.
Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi
kehidupan keluarga ini. Dia lah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sang suami.
Akan tetapi, sang pedagang, tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya, namun, pedagang ini tak begitu mempedulikannya.
Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian, ia menyadari, bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan berkata dalam hati. "Saat ini, aku punya 4 orang
istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri." Lalu, ia meminta semua istrinya datang, dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. "Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku? Ia terdiam. "Tentu saja tidak, "jawab istri keempat, dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi.
Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya. Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga.
"Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan saat ini, hidupku akan berakhir.
Maukah kau ikut denganku, dan menemani akhir hayatku?
Istrinya menjawab, Hidup begitu indah disini. Aku akan menikah lagi jika kau mati. Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam. Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. "Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau ku mati, maukah kau ikut dan mendampingiku? Sang istri menjawab pelan. "Maafkan aku," ujarnya "Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti, akan kubuatkan makam yang indah buatmu.
Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Sang pedagang kini merasa putus asa.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara. "Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Aku, tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu. Sang pedagang lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat ku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, istriku."
Renungan :
Teman, sesungguhnya kita punya 4 orang istri dalam hidup ini.
Istri yang keempat, adalah Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya.
Istri yang ketiga, adalah status sosial dan kekayaan.
Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain.
Mereka akan berpindah, dan melupakan kita yang pernah memilikinya.
Sedangkan istri yang kedua, adalah kerabat dan teman-teman.
Seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya.
Hanya sampai kuburlah mereka akan menemani kita.
Dan, teman, sesungguhnya, istri pertama kita adalah. Mungkin, kita sering mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun, sebenarnya, hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di
akhirat kelak.
Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak. Jangan sampai kita menyesal belakangan.
Mumpung masih hidup
Mumpung masih sehat
Mumpung masih longgar
Mumpung masih muda
Semoga Insya Allah
Reaksi Terhadap Kezaliman
Ketika suatu perbuatan dzalim dilakukan seseorang, maka orang yang didzalimi akan memberikan reaksi yang beragam, antara lain : Ada yang membalas; Ada yang tidak membalas; Dan ada yang mendo’akan kebaikan kepada orang yang mendzalimi. Ketika sedang berjalan, Ibrahim bin Adham bertemu dengan seorang lelaki yang tidak dikenalnya.
Lelaki itu bertanya kepadanya letak perkampungan terdekat. Ibrahim segera saja mengarahkan jari telunjuknya ke pemakaman yang ada di dekat situ sambil berkata, "Itulah perkampungan yang sebenarnya, sebuah perkampungan hakiki". Lelaki itu mundur sedikit lalu dengan perasaan kurang senang berkata, "Aku menanyakan letak perkampungan, mengapa kamu menunjukkan pekuburan kepadaku? Apa kamu hendak mengolok-olok aku?".
Dengan penuh kemarahan, lelaki itu memukul kepala Ibrahim dengan tongkatnya sehingga darah bercucuran dari kepala Ibrahim. "Pukullah kepala yang telah lama berbuat dosa kepada Allah ini", gumam Ibrahim bin Adham sambil berusaha menghentikan aliran darah dari kepalanya. Lelaki itu kemudian pergi.
Kejadian ini di ketahui oleh orang yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat itu. Ia lalu menghampiri pendatang tadi dan berkata, "Hai lelaki, tahukah kamu maksiat yang telah kamu lakukan hari ini? Kamu baru saja memukul kepala orang yang paling banyak beribadah di zamannya. Kamu baru saja memukul Ibrahim bin Adham, seorang zahid yang terkenal". Mendengar ini, lelaki itu segera kembali mendatangi Ibrahim lalu meminta maaf. "Aku telah memaafkanmu dan mendoakanmu masuk surga", kata Ibrahim. "Bagaimana mungkin?", seru lelaki itu dengan perasaan lega bercampur heran. "Karena, ketika kamu memukul kepalaku, aku bersabar, dan balasan bagi orang yang sabar tidak lain adalah surga. Jadi, tidaklah pantas jika aku masuk surga karena kamu, tetapi kemudian aku mendoakanmu masuk neraka. Ini juga bukanlah sikap yang bijaksana“, jelas Ibrahim bin Adham.
Hal tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Sa’id bin Zaid r.a. salah satu dari sepuluh sahabat Rasul saw. yang dijamin masuk surga. Dari Urwah bin Zubair, bahwa Arwa binti Aus mengadukan Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nafil r.a. kepada Marwan bin Hakam. Ia menuduh Sa’id telah mengambil tanahnya. "Apakah setelah mendengar sabda Rasalullah saw. aku akan mengambil sebagian tanahnya?", kata Sa’id. "Apakah sabda Rasulullah saw. yang kamu dengar?", tanya Marwan. "Aku mendengar Rasullullah saw. Bersabda : “Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara dzalim maka ia akan diberi kalung dari tanah itu seberat tujuh lapis bumi”, kata Sa’id. "Setelah mendengar hadis ini aku tidak memerlukan bukti lagi darimu", kata Marwan. Lalu Sa’id berdo’a, "Ya Allah, jika wanita ini berdusta maka butakanlah matanya dan matikanlah ia di tanahnya". 'Urwah berkata, "Wanita itu tidak meninggal kecuali setelah buta kedua matanya. Dan suatu hari ketika sedang berjalan di tanah miliknya ia terjerumus ke dalam sebuah lubang dan mati". (HR Bukhari dan Muslim). Syekh Ibnu Atha’illah As-Syadzili r.a. dalam kitabnya Latha’if Al-Minan menyebutkan, bahwa Ibrahim bin Adham memaafkan seseorang yang memukul kepalanya. Syekh Abu Abbas Al-Mursi r.a. mengatakan, bahwa sikap Sa'id bin Zaid r.a. salah seorang dari 10 sahabat Rasulullah saw. yang telah dijamin masuk surga, yang mendoakan keburukan bagi wanita yang menuduhnya telah mengambil tanahnya tanpa hak adalah lebih sempurna daripada sikap Ibrahim bin Adham yang memaafkan orang yang menyakitinya.
Secara umum perbuatan Ibrahim bin Adham lebih baik dan utama. Berbagai dalil syariat juga menganjurkan agar manusia bersifat pema’af, kecuali pada peristiwa yang dialami oleh Sa’id bin Zaid, namun peristiwa seperti ini jarang terjadi dan bersifat khusus. Peristiwa yang terjadi pada diri Sa’id bin Zaid ini serupa dengan peristiwa yang pernah dialami Sa'ad bin Abi Waqqash. Suatu hari seorang warga Kufah menghina kehidupannya dalam beragama dan keteguhannya dalam memegang amanat. Dari Jabir bin Samurah r.a. beliau berkata, "Penduduk Kufah mengadukan Sa'ad bin Abi Waqqash kepada 'Umar bin Khathab r.a. Umar lalu memecat Sa’ad dan mengangkat ‘Ammar sebagai penggantinya. Penduduk Kufah mengatakan bahwa shalat Sa'ad tidak benar. Umar kemudian memanggil Sa'ad dan berkata, “Hai Abu Ishaq (julukan Sa'ad), penduduk Kufah mengatakan bahwa shalatmu tidak baik!”. Sa'ad menjawab, “Demi Allah, aku mengimami mereka sebagaimana shalatnya Rasulullah saw, tidak sedikit pun aku menguranginya. Pada saat shalat Isya kupanjangkan dua rakaat pertama dan kupendekkan dua rakaat yang lain!”. Umar berkata, "Wahai Abu Ishaq, ketahuilah, begitulah prasangka kami kepadamu". Umar lalu mengirim beberapa utusan untuk pergi bersama Sa'ad ke Kufah. Pada setiap masjid yang dikunjungi, mereka bertanya tentang Sa'ad, dan ternyata mereka semua memuji Sa'ad. Namun, ketika mereka memasuki masjid Bani Abbas, seorang yang bernama Usamah bin Qatadah, bergelar Abu Sa'adah, berdiri dan berkata, "Jika kalian menanyakan tentang Sa’ad, maka ketahuilah bahwa Sa'ad tidak pernah keluar memimpin pasukan dan bila menghukumi tidaklah adil". Sa’ad lalu berkata, “Demi Allah, aku akan mendoakannya dengan tiga hal. Ya Allah, jika hamba-Mu ini berdusta dan jika ia berdiri karena riya' dan sum'ah, maka panjangkanlah umurnya, jadikanlah ia selalu dalam keadaan fakir, dan timpakanlah kepadanya berbagai fitnah”. Usamah bin Qatadah hidup sampai lanjut usia. Jika ditanya, ia berkata, ”Aku adalah lelaki tua yang terkena fitnah karena do’a Sa’ad”.
Abdul Malik bin Umar yang merawikan hadis ini dari Jabir bin Samurah dan berkata, “Sungguh aku melihat lelaki itu demikian tuanya sehingga alisnya menutupi kedua matanya. Ia selalu berada di tepi jalan menganggu setiap wanita yang berlalu lalang”. (HR. Bukhari dan Muslim). Sa’ad bin Abu Waqqash dan Sa’ad bin Zaid, adalah dua sahabat yang telah dijamin masuk surga. Sebenarnya peristiwa semacam ini banyak terjadi dalam kehidupan para sahabat dan tabi’in. Namun, jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sikap pemaaf yang ditunjukkan oleh para Anbiya’ wa Al-Mursalin. Sikap yang benar adalah sebagaimana yang telah kita ketahui. Jika peristiwa tersebut berhubungan dengan harta benda dan kehormatan seseorang, maka memberi ma’af adalah lebih utama. Namun, jika peristiwa yang terjadi berhubungan dengan agama, kehormatan Allah dan hal-hal semacamnya, maka membalas adalah lebih utama. Semua sikap yang diriwayatkan di atas pernah dicontohkan oleh Rasululah saw. dalam ucapan maupun perbuatannya. Setiap orang yang mendalami Sunnah Nabawiyyah tentu mengetahuinya. (An-Nafais Al-Ulluwiyyah : 180-182)
Lelaki itu bertanya kepadanya letak perkampungan terdekat. Ibrahim segera saja mengarahkan jari telunjuknya ke pemakaman yang ada di dekat situ sambil berkata, "Itulah perkampungan yang sebenarnya, sebuah perkampungan hakiki". Lelaki itu mundur sedikit lalu dengan perasaan kurang senang berkata, "Aku menanyakan letak perkampungan, mengapa kamu menunjukkan pekuburan kepadaku? Apa kamu hendak mengolok-olok aku?".
Dengan penuh kemarahan, lelaki itu memukul kepala Ibrahim dengan tongkatnya sehingga darah bercucuran dari kepala Ibrahim. "Pukullah kepala yang telah lama berbuat dosa kepada Allah ini", gumam Ibrahim bin Adham sambil berusaha menghentikan aliran darah dari kepalanya. Lelaki itu kemudian pergi.
Kejadian ini di ketahui oleh orang yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat itu. Ia lalu menghampiri pendatang tadi dan berkata, "Hai lelaki, tahukah kamu maksiat yang telah kamu lakukan hari ini? Kamu baru saja memukul kepala orang yang paling banyak beribadah di zamannya. Kamu baru saja memukul Ibrahim bin Adham, seorang zahid yang terkenal". Mendengar ini, lelaki itu segera kembali mendatangi Ibrahim lalu meminta maaf. "Aku telah memaafkanmu dan mendoakanmu masuk surga", kata Ibrahim. "Bagaimana mungkin?", seru lelaki itu dengan perasaan lega bercampur heran. "Karena, ketika kamu memukul kepalaku, aku bersabar, dan balasan bagi orang yang sabar tidak lain adalah surga. Jadi, tidaklah pantas jika aku masuk surga karena kamu, tetapi kemudian aku mendoakanmu masuk neraka. Ini juga bukanlah sikap yang bijaksana“, jelas Ibrahim bin Adham.
Hal tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Sa’id bin Zaid r.a. salah satu dari sepuluh sahabat Rasul saw. yang dijamin masuk surga. Dari Urwah bin Zubair, bahwa Arwa binti Aus mengadukan Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nafil r.a. kepada Marwan bin Hakam. Ia menuduh Sa’id telah mengambil tanahnya. "Apakah setelah mendengar sabda Rasalullah saw. aku akan mengambil sebagian tanahnya?", kata Sa’id. "Apakah sabda Rasulullah saw. yang kamu dengar?", tanya Marwan. "Aku mendengar Rasullullah saw. Bersabda : “Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara dzalim maka ia akan diberi kalung dari tanah itu seberat tujuh lapis bumi”, kata Sa’id. "Setelah mendengar hadis ini aku tidak memerlukan bukti lagi darimu", kata Marwan. Lalu Sa’id berdo’a, "Ya Allah, jika wanita ini berdusta maka butakanlah matanya dan matikanlah ia di tanahnya". 'Urwah berkata, "Wanita itu tidak meninggal kecuali setelah buta kedua matanya. Dan suatu hari ketika sedang berjalan di tanah miliknya ia terjerumus ke dalam sebuah lubang dan mati". (HR Bukhari dan Muslim). Syekh Ibnu Atha’illah As-Syadzili r.a. dalam kitabnya Latha’if Al-Minan menyebutkan, bahwa Ibrahim bin Adham memaafkan seseorang yang memukul kepalanya. Syekh Abu Abbas Al-Mursi r.a. mengatakan, bahwa sikap Sa'id bin Zaid r.a. salah seorang dari 10 sahabat Rasulullah saw. yang telah dijamin masuk surga, yang mendoakan keburukan bagi wanita yang menuduhnya telah mengambil tanahnya tanpa hak adalah lebih sempurna daripada sikap Ibrahim bin Adham yang memaafkan orang yang menyakitinya.
Secara umum perbuatan Ibrahim bin Adham lebih baik dan utama. Berbagai dalil syariat juga menganjurkan agar manusia bersifat pema’af, kecuali pada peristiwa yang dialami oleh Sa’id bin Zaid, namun peristiwa seperti ini jarang terjadi dan bersifat khusus. Peristiwa yang terjadi pada diri Sa’id bin Zaid ini serupa dengan peristiwa yang pernah dialami Sa'ad bin Abi Waqqash. Suatu hari seorang warga Kufah menghina kehidupannya dalam beragama dan keteguhannya dalam memegang amanat. Dari Jabir bin Samurah r.a. beliau berkata, "Penduduk Kufah mengadukan Sa'ad bin Abi Waqqash kepada 'Umar bin Khathab r.a. Umar lalu memecat Sa’ad dan mengangkat ‘Ammar sebagai penggantinya. Penduduk Kufah mengatakan bahwa shalat Sa'ad tidak benar. Umar kemudian memanggil Sa'ad dan berkata, “Hai Abu Ishaq (julukan Sa'ad), penduduk Kufah mengatakan bahwa shalatmu tidak baik!”. Sa'ad menjawab, “Demi Allah, aku mengimami mereka sebagaimana shalatnya Rasulullah saw, tidak sedikit pun aku menguranginya. Pada saat shalat Isya kupanjangkan dua rakaat pertama dan kupendekkan dua rakaat yang lain!”. Umar berkata, "Wahai Abu Ishaq, ketahuilah, begitulah prasangka kami kepadamu". Umar lalu mengirim beberapa utusan untuk pergi bersama Sa'ad ke Kufah. Pada setiap masjid yang dikunjungi, mereka bertanya tentang Sa'ad, dan ternyata mereka semua memuji Sa'ad. Namun, ketika mereka memasuki masjid Bani Abbas, seorang yang bernama Usamah bin Qatadah, bergelar Abu Sa'adah, berdiri dan berkata, "Jika kalian menanyakan tentang Sa’ad, maka ketahuilah bahwa Sa'ad tidak pernah keluar memimpin pasukan dan bila menghukumi tidaklah adil". Sa’ad lalu berkata, “Demi Allah, aku akan mendoakannya dengan tiga hal. Ya Allah, jika hamba-Mu ini berdusta dan jika ia berdiri karena riya' dan sum'ah, maka panjangkanlah umurnya, jadikanlah ia selalu dalam keadaan fakir, dan timpakanlah kepadanya berbagai fitnah”. Usamah bin Qatadah hidup sampai lanjut usia. Jika ditanya, ia berkata, ”Aku adalah lelaki tua yang terkena fitnah karena do’a Sa’ad”.
Abdul Malik bin Umar yang merawikan hadis ini dari Jabir bin Samurah dan berkata, “Sungguh aku melihat lelaki itu demikian tuanya sehingga alisnya menutupi kedua matanya. Ia selalu berada di tepi jalan menganggu setiap wanita yang berlalu lalang”. (HR. Bukhari dan Muslim). Sa’ad bin Abu Waqqash dan Sa’ad bin Zaid, adalah dua sahabat yang telah dijamin masuk surga. Sebenarnya peristiwa semacam ini banyak terjadi dalam kehidupan para sahabat dan tabi’in. Namun, jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sikap pemaaf yang ditunjukkan oleh para Anbiya’ wa Al-Mursalin. Sikap yang benar adalah sebagaimana yang telah kita ketahui. Jika peristiwa tersebut berhubungan dengan harta benda dan kehormatan seseorang, maka memberi ma’af adalah lebih utama. Namun, jika peristiwa yang terjadi berhubungan dengan agama, kehormatan Allah dan hal-hal semacamnya, maka membalas adalah lebih utama. Semua sikap yang diriwayatkan di atas pernah dicontohkan oleh Rasululah saw. dalam ucapan maupun perbuatannya. Setiap orang yang mendalami Sunnah Nabawiyyah tentu mengetahuinya. (An-Nafais Al-Ulluwiyyah : 180-182)
Senin, 06 Oktober 2008
Berita Gembira
Segenap keluarga besar FKMKI Unhas menyatakan
turut bersuka cita atas lahirnya Jundi baru penerus perjuangan dakwah:
GAZA MARKAZ SYUHADA RAMEN
(Putra dari Akh Iswandi Khairy Ramen)
turut bersuka cita atas lahirnya Jundi baru penerus perjuangan dakwah:
GAZA MARKAZ SYUHADA RAMEN
(Putra dari Akh Iswandi Khairy Ramen)
Langganan:
Postingan (Atom)