Social Icons

Pages

Sabtu, 11 Oktober 2008

4 Orang Istri

Kisah dibawah ini mungkin bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua.

Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang istri.

Dia mencintai istri yang keempat, dan menganugerahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab, dialah yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik buat istri keempatnya ini.
Pedagang itu juga mencintai istrinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini, dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita ini kepada semua temannya.
Namun, ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.
Begitu juga dengan istri yang kedua. Ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini.
Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit.
Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi
kehidupan keluarga ini. Dia lah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sang suami.
Akan tetapi, sang pedagang, tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya, namun, pedagang ini tak begitu mempedulikannya.
Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian, ia menyadari, bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan berkata dalam hati. "Saat ini, aku punya 4 orang
istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri." Lalu, ia meminta semua istrinya datang, dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. "Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku? Ia terdiam. "Tentu saja tidak, "jawab istri keempat, dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi.
Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya. Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga.
"Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan saat ini, hidupku akan berakhir.
Maukah kau ikut denganku, dan menemani akhir hayatku?
Istrinya menjawab, Hidup begitu indah disini. Aku akan menikah lagi jika kau mati. Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam. Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. "Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau ku mati, maukah kau ikut dan mendampingiku? Sang istri menjawab pelan. "Maafkan aku," ujarnya "Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti, akan kubuatkan makam yang indah buatmu.
Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Sang pedagang kini merasa putus asa.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara. "Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Aku, tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu. Sang pedagang lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat ku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, istriku."
Renungan :
Teman, sesungguhnya kita punya 4 orang istri dalam hidup ini.
Istri yang keempat, adalah Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya.
Istri yang ketiga, adalah status sosial dan kekayaan.
Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain.
Mereka akan berpindah, dan melupakan kita yang pernah memilikinya.
Sedangkan istri yang kedua, adalah kerabat dan teman-teman.
Seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya.
Hanya sampai kuburlah mereka akan menemani kita.

Dan, teman, sesungguhnya, istri pertama kita adalah. Mungkin, kita sering mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun, sebenarnya, hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di
akhirat kelak.

Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak. Jangan sampai kita menyesal belakangan.
Mumpung masih hidup
Mumpung masih sehat
Mumpung masih longgar
Mumpung masih muda
Semoga Insya Allah

Reaksi Terhadap Kezaliman

Ketika suatu perbuatan dzalim dilakukan seseorang, maka orang yang didzalimi akan memberikan reaksi yang beragam, antara lain : Ada yang membalas; Ada yang tidak membalas; Dan ada yang mendo’akan kebaikan kepada orang yang mendzalimi. Ketika sedang berjalan, Ibrahim bin Adham bertemu dengan seorang lelaki yang tidak dikenalnya.
Lelaki itu bertanya kepadanya letak perkampungan terdekat. Ibrahim segera saja mengarahkan jari telunjuknya ke pemakaman yang ada di dekat situ sambil berkata, "Itulah perkampungan yang sebenarnya, sebuah perkampungan hakiki". Lelaki itu mundur sedikit lalu dengan perasaan kurang senang berkata, "Aku menanyakan letak perkampungan, mengapa kamu menunjukkan pekuburan kepadaku? Apa kamu hendak mengolok-olok aku?".

Dengan penuh kemarahan, lelaki itu memukul kepala Ibrahim dengan tongkatnya sehingga darah bercucuran dari kepala Ibrahim. "Pukullah kepala yang telah lama berbuat dosa kepada Allah ini", gumam Ibrahim bin Adham sambil berusaha menghentikan aliran darah dari kepalanya. Lelaki itu kemudian pergi.
Kejadian ini di ketahui oleh orang yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat itu. Ia lalu menghampiri pendatang tadi dan berkata, "Hai lelaki, tahukah kamu maksiat yang telah kamu lakukan hari ini? Kamu baru saja memukul kepala orang yang paling banyak beribadah di zamannya. Kamu baru saja memukul Ibrahim bin Adham, seorang zahid yang terkenal". Mendengar ini, lelaki itu segera kembali mendatangi Ibrahim lalu meminta maaf. "Aku telah memaafkanmu dan mendoakanmu masuk surga", kata Ibrahim. "Bagaimana mungkin?", seru lelaki itu dengan perasaan lega bercampur heran. "Karena, ketika kamu memukul kepalaku, aku bersabar, dan balasan bagi orang yang sabar tidak lain adalah surga. Jadi, tidaklah pantas jika aku masuk surga karena kamu, tetapi kemudian aku mendoakanmu masuk neraka. Ini juga bukanlah sikap yang bijaksana“, jelas Ibrahim bin Adham.
Hal tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Sa’id bin Zaid r.a. salah satu dari sepuluh sahabat Rasul saw. yang dijamin masuk surga. Dari Urwah bin Zubair, bahwa Arwa binti Aus mengadukan Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nafil r.a. kepada Marwan bin Hakam. Ia menuduh Sa’id telah mengambil tanahnya. "Apakah setelah mendengar sabda Rasalullah saw. aku akan mengambil sebagian tanahnya?", kata Sa’id. "Apakah sabda Rasulullah saw. yang kamu dengar?", tanya Marwan. "Aku mendengar Rasullullah saw. Bersabda : “Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara dzalim maka ia akan diberi kalung dari tanah itu seberat tujuh lapis bumi”, kata Sa’id. "Setelah mendengar hadis ini aku tidak memerlukan bukti lagi darimu", kata Marwan. Lalu Sa’id berdo’a, "Ya Allah, jika wanita ini berdusta maka butakanlah matanya dan matikanlah ia di tanahnya". 'Urwah berkata, "Wanita itu tidak meninggal kecuali setelah buta kedua matanya. Dan suatu hari ketika sedang berjalan di tanah miliknya ia terjerumus ke dalam sebuah lubang dan mati". (HR Bukhari dan Muslim). Syekh Ibnu Atha’illah As-Syadzili r.a. dalam kitabnya Latha’if Al-Minan menyebutkan, bahwa Ibrahim bin Adham memaafkan seseorang yang memukul kepalanya. Syekh Abu Abbas Al-Mursi r.a. mengatakan, bahwa sikap Sa'id bin Zaid r.a. salah seorang dari 10 sahabat Rasulullah saw. yang telah dijamin masuk surga, yang mendoakan keburukan bagi wanita yang menuduhnya telah mengambil tanahnya tanpa hak adalah lebih sempurna daripada sikap Ibrahim bin Adham yang memaafkan orang yang menyakitinya.
Secara umum perbuatan Ibrahim bin Adham lebih baik dan utama. Berbagai dalil syariat juga menganjurkan agar manusia bersifat pema’af, kecuali pada peristiwa yang dialami oleh Sa’id bin Zaid, namun peristiwa seperti ini jarang terjadi dan bersifat khusus. Peristiwa yang terjadi pada diri Sa’id bin Zaid ini serupa dengan peristiwa yang pernah dialami Sa'ad bin Abi Waqqash. Suatu hari seorang warga Kufah menghina kehidupannya dalam beragama dan keteguhannya dalam memegang amanat. Dari Jabir bin Samurah r.a. beliau berkata, "Penduduk Kufah mengadukan Sa'ad bin Abi Waqqash kepada 'Umar bin Khathab r.a. Umar lalu memecat Sa’ad dan mengangkat ‘Ammar sebagai penggantinya. Penduduk Kufah mengatakan bahwa shalat Sa'ad tidak benar. Umar kemudian memanggil Sa'ad dan berkata, “Hai Abu Ishaq (julukan Sa'ad), penduduk Kufah mengatakan bahwa shalatmu tidak baik!”. Sa'ad menjawab, “Demi Allah, aku mengimami mereka sebagaimana shalatnya Rasulullah saw, tidak sedikit pun aku menguranginya. Pada saat shalat Isya kupanjangkan dua rakaat pertama dan kupendekkan dua rakaat yang lain!”. Umar berkata, "Wahai Abu Ishaq, ketahuilah, begitulah prasangka kami kepadamu". Umar lalu mengirim beberapa utusan untuk pergi bersama Sa'ad ke Kufah. Pada setiap masjid yang dikunjungi, mereka bertanya tentang Sa'ad, dan ternyata mereka semua memuji Sa'ad. Namun, ketika mereka memasuki masjid Bani Abbas, seorang yang bernama Usamah bin Qatadah, bergelar Abu Sa'adah, berdiri dan berkata, "Jika kalian menanyakan tentang Sa’ad, maka ketahuilah bahwa Sa'ad tidak pernah keluar memimpin pasukan dan bila menghukumi tidaklah adil". Sa’ad lalu berkata, “Demi Allah, aku akan mendoakannya dengan tiga hal. Ya Allah, jika hamba-Mu ini berdusta dan jika ia berdiri karena riya' dan sum'ah, maka panjangkanlah umurnya, jadikanlah ia selalu dalam keadaan fakir, dan timpakanlah kepadanya berbagai fitnah”. Usamah bin Qatadah hidup sampai lanjut usia. Jika ditanya, ia berkata, ”Aku adalah lelaki tua yang terkena fitnah karena do’a Sa’ad”.
Abdul Malik bin Umar yang merawikan hadis ini dari Jabir bin Samurah dan berkata, “Sungguh aku melihat lelaki itu demikian tuanya sehingga alisnya menutupi kedua matanya. Ia selalu berada di tepi jalan menganggu setiap wanita yang berlalu lalang”. (HR. Bukhari dan Muslim). Sa’ad bin Abu Waqqash dan Sa’ad bin Zaid, adalah dua sahabat yang telah dijamin masuk surga. Sebenarnya peristiwa semacam ini banyak terjadi dalam kehidupan para sahabat dan tabi’in. Namun, jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sikap pemaaf yang ditunjukkan oleh para Anbiya’ wa Al-Mursalin. Sikap yang benar adalah sebagaimana yang telah kita ketahui. Jika peristiwa tersebut berhubungan dengan harta benda dan kehormatan seseorang, maka memberi ma’af adalah lebih utama. Namun, jika peristiwa yang terjadi berhubungan dengan agama, kehormatan Allah dan hal-hal semacamnya, maka membalas adalah lebih utama. Semua sikap yang diriwayatkan di atas pernah dicontohkan oleh Rasululah saw. dalam ucapan maupun perbuatannya. Setiap orang yang mendalami Sunnah Nabawiyyah tentu mengetahuinya. (An-Nafais Al-Ulluwiyyah : 180-182)


Senin, 06 Oktober 2008

Berita Gembira

Segenap keluarga besar FKMKI Unhas menyatakan
turut bersuka cita atas lahirnya Jundi baru penerus perjuangan dakwah:

GAZA MARKAZ SYUHADA RAMEN

(Putra dari Akh Iswandi Khairy Ramen)

Rabu, 10 September 2008

Bilal bin Robah

Sebagai keturunan Afrika mewarisi warna kulit hitam, rambut keriting, dan postur tubuh yang tinggi. Khas orang Habasyah ( Ethiopia sekarang ). Bilal pada mulanya adalah budak milik Umayyah bin Kholaf, salah seorang bangsawan Makkah. Karena keislamannya diketahui tuannya, Bilal disiksa dengan amat keras, hingga mengundang reaksi dari Abu Bakar yang kemudian membebaskannya dengan sejumlah tebusan. Karena tebusan ini, Bilal mendapat sebutan Maula Abu Bakar , atau orang yang dibeli untuk bebas oleh Abu Bakar, bukan untuk dijadikan budak kembali.

Muhammad bin Ibrahim at-Taimy meriwayatkan , suatu ketika Rasulullah wafat dan belum dikubur, Bilal mengumandangkan adzan. Saat Bilal menyeru : Asyhadu anna Muhammmadarrasulullah…., orang-orang yang ada dimasjid menangis. Tatkala Rasulullah telah dikubur, Abu Bakar berkata "Adzanlah wahai Bilal". Bilal menjawab, "Kalau engkau dahulu membebaskanku demi kepentingannmu, aku akan laksanakan, Tapi jika demi Allah, maka biarkan aku memilih kemauanku." Abu Bakar berkata "Aku membebaskanmu hanya demi Allah'. Bilal berkata," Sungguh aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepenimggal Rasulullah ". Kata Abu Bakar, "Kalau begitu terserah kau".
Zurr bin Hubaisy berkisah, Yang pertama menampakkan ke-Islaman adalah Rasulullah, kemudian Abu Bakar, Ammar dan ibunya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad. Rasulullah dilindungi pamannya, Abu Bakar dibela sukunya, Adapun yang lain orang-orang musyrik menyiksa mereka dengan memakai baju besi dibawah terik matahari. Dari semua itu yang paling terhinakan adalah Bilal karena paling lemah posisinya ditengah masyarakat.
Orang-orang musyrik menyerahkannya kepada anak-anak untuk diarak ramai-ramai dijalan-jalan Makkah. Ia tetap tegar dengan selalu menyatakan , Ahad…Ahad… Bilal mendapat pendidikan zuhud langsung dari Rasulullah. Suatu ketika Rasulullah datang kepada Bilal yang disisinya ada seonggok kurma. Rasulullah : "Untuk apa ini, Bilal ?" Bilal, "Ya, Rasulullah aku mengumpulkannya sedikit demi sedikit untukmu dan untuk tamu-tamu yang datang kepadamu." Rasulullah, "Apakah kamu tak mengira itu mengandung asap neraka ?" Infakkanlah, jangan takut tidak mendapat jatah dari Pemilik Arsy."
Buraidah mengisahkan, suatu pagi Rasulullah memanggil Bilal, berkata , " Ya Bilal, dengan apa kamu mendahuluiku masuk syurga ? Aku mendengar gemerisikmu didepanku. Aku ditiap malam mendengar gemerisikmu." Jawab Bilal "Aku setiap berhadats langsung berwudhu dan sholat dua raka`at." Sabda Nabi S.A.W," Ya, dengan itu ".
Oleh Karena itulah Bilal dijuluki sebagai mua'dzin pertama yang selalu suci. Dia merupakan mukmin yang sangat kuat pendiriannya tentang Islam, dia pula yang ketika disiksa orang-orang musyrik selalu mengatakan "ahad" yang maksudnya Tuhan hanya satu yaitu Allah SWT.

Hamzah bin Abdul Muthalib

Thabarani telah mengeluarkan dari Al-Harits At-Taimi dia berkata: Adalah Hamzah bin Abdul Mutthalib r.a. pada hari pertempuran di Badar membuat tanda dengan bulu burung Na'amah (Bangau). Sesudah selesai peperangan, maka seorang dari kaum Musyrikin bertanya: Siapa orang yang bertanda dengan bulu burung Na'amah itu? Maka orang berkata: Dialah Hamzah bin Abdul Mutthalib. Sahut orang itu lagi: Dialah orang yang banyak mepermalukan kita di dalam peperangan itu. (Majma'uz Zawa'id 6:81)

Bazzar mengeluarkan dari Abdul Rahman bin Auf ra. dia berkata: Bertanya Umaiyah bin Khalaf kepadanya: Hai Abdullah! Siapa orang yang memakai bulu burung Na'amah di dadanya pada perang Badar itu? jawabku: Dia itu paman Muhammad, dialah Hamzah bin Abdul Mutthalib ra. Berkata lagi Umaiyah bin Khalaf: Dialah orang yang banyak mempermalukan kita dengan senjatanya sehingga dia dapat membunuh banyak orang di antara kita. (Majma'uz Zawa'id 6:81)
Hakim telah mengeluarkan dari Sabir bin Abdullah ra. dia berkata: Rasulullah SAW mencari-cari Hamzah pada hari Ubud setelah selesai peperangan, dan setelah semua orang berkumpul di sisinya: Di mana Hamzah? Maka salah seorang di situ menjawab: Tadi, saya lihat dia berperang di bawah pohon di sana, dia terus menerus mengatakan: Aku singa Allah, dan singa RasulNya! Ya Allah, ya Tuhanku! Aku mencuci tanganku dari apa yang dibawa oleh mereka itu, yakni Abu Sufyan bin Harb dan tentera Quraisy. Dan aku memohon uzur kepadamu dari apa yang dibuat oleh mereka itu dan kekalahan mereka, yakni tentera Islam yang melarikan diri! Lalu Rasulullah SAW pun menuju ke tempat itu, dan didapati Hamzah telah gugur. Sewaktu Beliau melihat dahinya, Beliau menangis, dan melihat mayatnya dicincang-cincang, Beliau menarik nafas panjang. Kemudian Beliau berkata: Tidak ada kain kafan buatnya?! Maka segeralah seorang dari kaum Anshar membawakan kain kafan untuknya. Berkata Jabir seterusnya, bahwa Rasulullah SAW telah berkata: Hamzah adalah penghulu semua orang syahid nanti di sisi Allah pada hari kiamat. (Hakim 3:199)
Ibnu Ishak telah mengeluarkan dari Ja'far bin Amru bin Umaiyah Adh-Dhamri, dia berkata: Aku keluar bersama Abdullah bin Adiy bin Al-Khiyar pada zaman Mu'awiyah ra... dan disebutkan ceritanya hingga kami duduk bersama Wahsyi (pembunuh Hamzah ra.), maka kami berkata kepadanya: Kami datang ini untuk mendengar sendiri darimu, bagaimana engkau membunuh Hamzah ra. Wahsyi bercerita: Aku akan memberitahu kamu berdua, sebagaimana aku telah memberitahu dahulu kepada Rasulullah SAW ketika Beliau bertanya ceritanya dariku.
Pada mulanya, aku ini adalah hamba kepada Jubair bin Muth'im, dan pamannya yang bernama Thu'aimah bin Adiy telah mati terbunuh di perang Badar. Pada saat kaum Quraisy keluar untuk berperang di Uhud, Jubair berkata kepadaku: Jika engkau dapat membunuh Hamzah, paman Muhammad untuk menuntut balas kematian pamanku di Badar, engkau akan aku merdekakan. Begitu tentara Quraisy keluar ke medan Uhud, aku turut keluar bersama mereka. Aku seorang Habsyi yang memang mahir untuk melempar pisau , dan sebagaimana biasanya orang Habsyi, jarang-jarang tidak mengenai sasaran apabila melempar. Apabila kedua belah pihak bertempur di medan Uhud itu, aku keluar mencari-cari Hamzah untuk kujadikan sasaranku, hingga aku melihatnya di antara orang yang bertarung, seolah-olahnya dia unta yang mengamuk, terus memukul dengan pedangnya segala apa yang datang menyerangnya, tiada seorang pun yang dapat melawannya. Aku pun bersiap untuk menjadikannya sasaranku. Aku lalu bersembunyi di balik batu berdekatan dengan pohon yang dia sedang bertarung, sehingga sewaktu dia datang berdekatan denganku, mudahlahlah aku melemparkan pisau racunku itu.
Tatkala dia dalam keadaan begitu, tiba-tiba datang menyerangnya Sibak bin Abdul Uzza. Hamzah melihat Sibak datang kepadanya, lalu dia berteriak: Ayo ke sini, siapa yang mau mencari mati! Disabetnya dengan sekali ayunan kepalanya berguling di tanah. Maka pada ketika itulah, aku terus mengacung-acungkan pisau bengkokku itu, dan saat aku rasa sudah tepat sasaranku, aku pun melemparkannya ke Hamzah mengenai bawah perutnya terus rnenembu bawah selangkangnya. Dia mencoba menerkamku, tetapi dia sudah tidak berdaya lagi, aku lalu meninggalkannya di situ hingga dia mati. Kemudian aku kembali lagi untuk mengambil pisau bengkokku itu, dan aku membawanya ke perkemahan kami. Aku duduk di situ menunggu, dan aku tidak punya tujuan yang lain, kecuali membunuh Hamzah agar aku dapat dimerdekakan oleh tuanku.
Kami kembali ke Makkah, seperti yang dijanjikan oleh tuanku, aku dimerdekakan. Aku terus tinggal di Makkah. Dan apabila kota Makkah ditaklukkan oleh Rasulullah SAW aku pun melarikan diri ke Tha'if dan menetap di sana. Ketika rombongan orang-orang Tha'if bersiap-siap hendak menemui Rasulullah SAW untuk memeluk Islam, aku merasa serba salah tidak tahu ke mana harus melarikan diri. Aku berfikir, apakah aku harus melarikan diri ke Syam, atau ke Yaman, ataupun ke negeri-negeri lainnya, sampai kapan aku akan menjadi orang buruan?! Demi Allah, aku merasakan diriku susah sekali. Tiba-tiba ada orang yang datang kepadaku memberi nasehat: Apa yang engkau takutkan? Muhammad tidak membunuh orang yang masuk ke dalam agamanya, dan menyaksikan syahadat kebenaran! Aku tidak punya jalan lain kecuali menerima nasehat itu. Aku pun menuju ke Madinah untuk menemui Rasulullah SAW. Tanpa diduga tiba-tiba Beliau melihatku berdiri di hadapannya menyaksikan syahadat kebenaran itu. Beliau lalu menoleh kepadaku seraya berkata: Apakah engkau ini Wahsyi? Jawabku: Saya, wahai Rasulullah! Beliau berkata lagi: Duduklah! Ceritakanlah bagaimana engkau rnembunuh Hamzah?! Aku lalu menceritakan kepadanya seperti aku menceritakan sekarang kepada kamu berdua.
Setelah selesai bercerita, Beliau berkata kepadaku: Awas! Jangan lagi engkau datang menunjukkan wajahmu kepadaku! Karena itu aku terus-menerus menjauhkan diri dari Rasulullah SAW supaya Beliau tidak melihat wajahku lagi, sehinggalah Beliau wafat meninggalkan dunia ini. Kemudian saat kaum Muslimin keluar untuk berperang dengan Musailimah Al-Kazzab, pemimpin kaum murtad di Yamamah, aku turut keluar untuk berperang melawannya. Aku bawa pisau bengkok yang membunuh Hamzah itu. Ketika orang-orang sedang bertempur, aku mencuri-curi masuk dan aku lihat Musailimah sedang berdiri dan di tangannya pedang yang terhunus, maka aku pun membuat persiapan untuk melemparnya dan di sebelahku ada seorang dari kaum Anshar yang sama tujuan denganku. Aku terus mengacung-acungkan pisau itu ke arahnya, dan setelah aku rasa bidikanku sudah cukup tepat, aku pun melemparkannya, dan mengenainya, lalu orang Anshar itu menghabisi hidupnya dengan pedangnya. Aku sendiri tidak memastikan siapa yang membunuh Musailimah itu, apakah pisau bengkokku itu, ataupun pedang orang Anshar tadi, hanya Tuhan sajalah yang lebih mengetahui. Jika aku yang membunuhnya, maka dengan demikian aku telah membunuh orang yang terbaik pada masa hidup Rasulullah SAW dan aku juga membunuh orang yang paling jahat sesudah masa Beliau. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 4:18)
Bukhari telah mengeluarkan dari Ja'far bin Amru sebagaimana cerita yang sebelumnya, ketika orang ramai berbaris untuk berperang, keluarlah Sibak bin Abdul Uzza sambil berteriak: Siapa yang akan melawanku? Hamzah pun datang untuk melawannya, lalu Hamzah berkata kepadanya: Hai Sibak! Hai putera Ummi Anmar, tukang sunnat orang perempuan! Apakah engkau hendak melawan Allah dan RasulNya? Hamzah lalu menghantamnya dengan suatu pukulan yang keras menghabisinya