Kesombongan Ateis
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi sesudah mati -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; Sesungguhnya (semua itu) terdapat tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan. (QS 2 : 164)
Suatu ketika seorang ateis menentang ulama besar Bagdad Hasan al-Bashri untuk
berdebat tentang keberadaan Tuhan. Karena kepercayaan diri yang besar, laki-laki
tak percaya Tuhan itu mengajukan syarat bahwa yang kalah harus dipancung, Al-Bashri
pun sepakat.
Waktu yang mereka sepakati pun tiba. Di suatu tempat, masyarakat
Bagdad berjubel untuk menyaksikan perdebatan teologis yang monumental itu. Mereka
ingin tahu bagaimana ''nasib'' Tuhan ditentukan. Ketika Al-Bashri belum tiba,
si Ateis telah berada di atas mimbar dan langsung berkoar-koar bahwa Tuhan hanya
rekayasa manusia. Ia menunjukkan argumentasi bahwa Tuhan tidak ada, dan mereka
yang percaya akan keberadaan Tuhan hanyalah orang-orang tolol yang gampang dibodohi
halusinasi.
Menjelang zuhur, Al-Bashri belum juga tiba. Hadirin mulai cemas.
Sementara itu, si ateis tampak gembira, seolah-olah kemenangan sudah digapainya.
''Lihatlah, guru kalian tidak datang. Ia tahu akan kalah, maka dia memilih tidak
hadir untuk menghindari maut. Akulah yang menang. Tuhan tidak ada. Ikutilah
aku,'' teriaknya.
Tiba-tiba Al-Bashri datang tergopoh-gopoh saat forum itu hendak disudahi dan
kemenangan bagi si ateis sudah di pelupuk mata. Dengan nada menyentak si ateis
bertanya, ''Kenapa kamu datang terlambat? Kamu takut kalah dan takut dipenggal,
ya?''
''Maaf,'' jawab Al-Bashri serius. ''Sebenarnya sejak pagi aku
telah berusaha menuju tempat ini. Seperti kamu ketahui, untuk menuju ke sini,
aku harus melintasi sungai Tigris. Namun, tidak biasanya, di sungai itu tidak
ada satu pun perahu melintas. Akhirnya aku shalat dan berdoa kepada Tuhan. Cukup
lama aku berdoa, lalu aku melihat papan-papan bertebaran di sungai itu. Lalu
papan-papan itu menyusun satu sama lainnya menjadi sebuah perahu. Dengan perahu
itulah aku melintasi sungai dan sampai di sini. ''Si ateis menyela, ''Ah, mustahil.
Kamu dusta, kamu mengada-ada. Mana mungkin papan-papan itu tersusun menjadi
perahu tanpa ada yang membuatnya?''
Hasan Al-Bashri menjawab, ''Ya, kamu benar. Itu mustahil. Mana
mungkin papan-papan itu terbentuk perahu tanpa ada yang menyusunnya. Kalau begitu,
mana mungkin jagat raya yang mahaluas ini berwujud, berjalan teratur dengan
sendirinya, tanpa ada yang mencipta dan yang mengaturnya. Bagaimana mungkin
darah, tulang, daging, kulit bisa terbentuk sendiri menjadi seperti kamu?''
Si ateis terdiam, tidak berkutik. Argumentasinya kalah oleh
ucapannya sendiri. Hadirin tertegun dan memuji kebesaran Allah, Subhanallah.
Benar kata nabi saw, ''Bertafakurlah tentang ciptaan Allah, dan jangan berpikir
tentang wujud Allah.'' Akal dan kekuatan kita tidak akan pernah bisa mengetahui
wujud Allah.