Syeikh yang terpelajar menulis bukunya yang berjudul Fiqih Zakat (Fiqh of Zakah), di mana dia memperoleh gelar PhD., pada tahun 1973. Tiga puluh enam tahun kemudian, beliau mempublikasikan bukunya yang berjudul Fiqih Jihad (Fiqh of Jihad), dan dalam mukadimah buku tersebut beliau menyatakan:
Saya merasa berkewajiban untuk melakukan penulisan tentang topik ini setelah Allah membuka dadaku untuk itu. Beberapa kali, sejak saya menyelesaikan buku Fiqh Zakat, terlintas dalam pikiran saya ide untuk menulis sebuah buku serupa mengenai Fiqih Jihad. Dan, beberapa kali punya kawan-kawan terhormat yang meminta saya untuk menulis tentang hal ini di mana masyarakat luas terpecah-belah. Namun, saya meminta maaf kepada mereka, memberikan alasan bahwa saya tidak memiliki semangat untuk melakukan tugas seperti itu.
Meskipun demikian, saya menulis beberapa potongan tentang hal ini di masa lalu, menunggu saat yang tepat untuk menulisnya dengan cara yang reguler, cara yang tidak terputus-putus. Hal ini karena tema jihad adalah salah satu dari berbagai topik mendasar yang harus diarahkan melalui penulisan yang sistematis dalam rangka untuk (memenuhi) kebutuhan kaum muslimin, secara khusus, dan dunia, secara umum, agar memiliki pengetahuan yang benar tentang jihad, jauh dari melewati batas ekstrim dan – sebaliknya – kelalaian.
Meskipun pada dasarnya Fiqih Zakat mengarahkan zakat sebagai salah satu kewajiban yang dikenakan oleh Islam kepada kaum muslimin dan salah satu pilar dasar Islam (rukun Islam), hal ini juga dianggap sebagai jenis jihad; ini adalah jihad dengan harta. Jenis jihad ini, sangat dihormati dan sangat diperlukan, baik pada saat ini maupun saat yang lain.
Pentingnya Jihad dalam Fiqh yang Ditulis Yusuf Al-Qardhawi
Dari baris paling pertama pada mukadimah, Syeikh Yusuf Al-Qardhawi mengilustrasikan pentingnya kewajiban yang telah lepas ini dan bahaya yang dihasilkan untuk ummat saat ini dan yang akan datang. Beliau mengatakan:
Tanpa jihad, garis batas ummat akan dilanggar, darah orang-orang yang ada di dalamnya akan semurah debu, tempat-tempat sucinya akan tidak lebih baik dari pasir di gurun, dan ummat tidak akan bernilai signifikan di mata musuh-musuhnya. Sebagai akibatnya, si pengecut akan mengambil hati untuk menyerang ummat, budak akan tampak di atas dengan arogan, musuh-musuh akan menguasai lahannya, mendominasinya, dan mengontrol orang-orangnya. Ini karena Allah SWT telah menjauhkan rasa takut dari hati para musuh dalam menghadapi ummat.
Jauh di masa lalu, ummat ini akan diberikan kemenangan atas musuhnya dengan jaminan rasa kagum yang ditanamkan Allah SWT ke dalam hati musuh untuk jarak satu bulan perjalanan. Lebih serius dari hal itu – atau katakanlah, salah satu alasan dibalik itu – adalah kenyataan bahwa ummat telah mengabaikan jihad, atau mungkin bahkan menghapuskannya dari agenda. Ummat telah menghapusnya dalam berbagai aspek-aspeknya: fisik, spiritual, intelektual, dan kultural.
Ke-moderat-an Syeikh Al-Qardhawi dan Fiqh Jihad
Syeikh Al-Qardhawi berbicara tentang sikap orang-orang tentang jihad, membaginya ke dalam tiga kategori. Mengenai kategori pertama, beliau mengatakan,
Ini adalah sebuah kategori yang berusaha untuk memberikan selubung kelalaian terhadap jihad dan menjauhkan jihad dari kehidupan ummat. Mereka, malahan, menganggapnya sebagai kepedulian dan peran utama mereka meningkatkan nilai-nilai spiritual dan amal-amal kebajikan ummat – sebagaimana klaim mereka –, dan mempertimbangkan hal ini sebagai jihad yang utama: perjuangan terus-menerus melawan setan dan hawa nafsu seseorang.
Mengenai kategori kedua, beliau mengatakan,
Sebagai lawan dari kategori di atas, di sana ada yang lain lagi yang mempersepsikan jihad sebagai sebuah “perjuangan melawan seluruh dunia”. Mereka tidak membedakan antara yang memerangi kaum muslimin, berdiri di jalan dakwah, atau yang mencoba menjauhkan mereka dari agamanya, dan mereka yang melebarkan jembatan perdamaian kepada kaum muslimin dan menawarkan rekonsiliasi serta pemulihan hubungan dengan mereka, tidak menggunakan pedang kepada mereka dan tidak mendukung musuh dalam melawan mereka.
Menurut kategori ini, semua orang kafir adalah sama. Orang-orang yang tergolong kategori ini percaya bahwa ketika kaum muslimin memiliki kemampuan, mereka berkewajiban untuk memerangi orang-orang kafir hanya dengan pertimbangan kekafiran mereka, yang mereka anggap sebagai alasan yang memadai untuk memerangi orang-orang kafir tersebut.
Beliau lalu memilih pendekatan moderat yang direpresentasikan oleh kategori ketiga, beliau mengatakan,
Kategori ketiga adalah “ummat yang moderat” (ummat pertengahan) di mana Allah SWT telah memberi petunjuk kepada pendekatan moderat dan diberikan pengetahuan, kebijaksanaan, dan pemahaman yang dalam mengenai syariah dan realitas. Oleh karenanya, kategori ini tidak tergelincir kepada kelalaian dari kategori pertama yang berusaha untuk membiarkan hak ummat tanpa dipersenjatai dengan kekuatan, Al-Qur’an-nya tidak dijaga dengan pedang, serta rumah dan tempat-tempat sucinya tanpa penjaga untuk melindungi dan mempertahankan mereka.
Demikian juga, kategori ini tidak jatuh pada tindakan berlebihan dan ekstrimisme dari kategori kedua yang berusaha untuk memerangi orang-orang yang damai, dan mendeklarasikan perang melawan semua orang tanpa membeda-bedakan; putih atau hitam, di Timur atau di Barat. Tujuan mereka melakukan hal itu adalah untuk mengarahkan orang-orang ke (jalan) Allah SWT, mengantarkan mereka yang terbelenggu ke Surga dan membawa mereka secara paksa dengan tangan ke jalan yang lurus.
Mereka (kategori kedua itu) lebih lanjut menambahkan bahwa tujuan mereka adalah untuk menghilangkan hambatan-hambatan di depan orang-orang itu yang dibentuk oleh rezim yang zhalim yang tidak memungkinkan mereka untuk menyampaikan firman Allah dan seruan Rasul-Nya kepada masyarakat, sehingga mereka dapat mendengar dengan keras dan jelas dan bebas dari segala noda.
Kepada Siapa Buku Ini Ditujukan?
Iman Al-Qardhawi me-list beberapa kategori orang-orang yang membutuhkan buku ini dalam rangka untuk memperoleh sebuah pemahaman yang akurat terhadap tema jihad dengan jalan yang bebas dari kelalaian dan berlebihan. Seakan-akan kategori-kategori ini memadukan berbagai kategori dari seluruh masyarakat, muslim dan non-muslim, pemerintah dan yang diperintah, orang-orang sipil dan militer, dan para pemikir serta intelektual. Beliau memaparkan 10 kategori yang saya pikir mencakup kategori dari seluruh lapisan masyarakat.
1. Ulama Syariah. Kategori pertama yang membutuhkan studi semacam ini adalah para ulama bidang Syariah dan para imam fiqih, sebagaimana kebanyakan dari mereka menyuguhkan konsep-konsep yang sudah baku dan warisan budaya tentang jihad. Mereka, sebagai contoh, mempertahankan bahwa jihad adalah kewajiban kolektif dari ummat dan bahwa kewajiban ini mengharuskan kita untuk menyerbu negara-negara non-muslim sedikitnya setahun sekali, bahkan jika mereka tidak menunjukkan sikap permusuhan terhadap kita, hingga kini, daripada, mereka membentangkan tangan perdamaian dan rekonsiliasi. Meskipun pendapat ini menentang banyak ayat-ayat Al-Qur’an, efek dari ayat-ayat demikian – sebagaimana yang telah kami indikasikan di atas – ditiadakan dalam pandangan mereka atas dasar bahwa ayat-ayat tersebut telah dimansukh!
2. Mahasiswa-mahasiswa bidang ilmu hukum: Demikian juga, studi ini dibutuhkan oleh para ahli undang-undang dan para spesialis dalam hukum internasional, banyak dari mereka telah membentuk pandangan mereka sendiri tentang Islam dan Syariah, khususnya tentang jihad, perang, dan perdamaian. Mereka telah memperoleh pandangan-pandangan tersebut dari kutipan terkenal tertentu dari beberapa buku maupun dari informasi yang disebarkan oleh beberapa penulis dan yang disampaikan dari mulut ke mulut. Orang-orang tersebut sampai batas tertentu tidak bisa disalahkan, karena para ulama Syariah sendiri bingung dalam hal ini. Maka apa yang akan terjadi dengan orang biasa?
3. Para Islamis: Lebih dari yang lain, studi tentang hal ini dibutuhkan oleh para Islamis. Oleh para “Islamis” di sini maksudnya adalah beberapa kelompok Islam yang bekerja dalam mendukung hal-hal Islami, dan yang disebut oleh beberapa pihak sebagai “kelompok politik Islam”. Kelompok-kelompok itu biasanya termasuk pemuda kebangkitan Islam di bawah bendera mereka masing-masing di berbagai negara, baik di dalam maupun di luar dunia Islam. Oleh karena itu, kelompok seperti ini, dengan perbedaan kecenderungan dan sikap mereka, apakah moderat atau ekstremis, benar-benar membutuhkan studi tentang hal ini, khususnya mereka yang dikenal dengan “kelompok kekerasan”.
4. Para sejarawan: Para sejarawan juga membutuhkan studi ini, khususnya mereka yang tertarik dengan biografi Nabi dan sejarah Islam, dan mereka yang mengintepretasikan berbagai peperangan yang dilakukan oleh Nabi SAW dengan cara yang tidak benar dan tidak adil, dengan memandang bahwa Rasulullah-lah yang memulai serangan dan perlawanan kepada para musyrikin. Mereka memberi contoh seperti perang Badar, penaklukan Mekah, dan perang Hunain. Mereka juga menyebutkan bahwa Nabi SAW memulai invasi melawan Yahudi di tempat dan di benteng mereka, menyebutkan perang Bani Qainuqa dan Bani An-Nadir, dan juga perang Tabuk di mana beliau memulai perang melawan Romawi.
Bersambung . ........
sumber: dakwatuna.com