Social Icons

Pages

Rabu, 26 Agustus 2009

Fiqih Jihad Karya Yusuf Al-Qaradhawi (Sebuah Resensi Buku) IV

Pendekatan Al-Qardhawi dalam Memperkenalkan Fiqih Jihad
Yusuf Qardhawi

Yusuf Qardhawi

Kedudukan beliau, ulama, Al-Qardhawi, berbicara tentang pendekatannya dalam bukunya yang – sangat diharapkan – nyaman dan bermanfaat, mengatakan bahwa hal itu terletak pada enam pilar: yaitu, Al-Qur’anul karim, Sunnah yang suci, dan kekayaan Fiqih Islam. Selain itu, beliau mengatakan bahwa pendekatannya juga dibangun untuk membuat perbandingan antara undang-undang Ilahiyah dan sistem (hukum) positif, dengan memperhatikan realitas kontemporer di mana manusia hidup. Oleh karena itu, beliau juga mengadopsi pendekatan yang moderat sebagaimana yang selalu dia lakukan di setiap bukunya, penelitiannya, dan fatwanya. Dalam hal ini, Syeikh mengatakan,

Pendekatan yang saya adopsi dalam menulis buku ini tergantung pada sekelompok elemen:

Pertama, terutama bergantung pada teks-teks dari Al-Qur’anul karim, karena ini merupakan sumber yang pertama dan terpenting dalam Islam, di mana ini adalah kepastian dan tidak dapat dibantah. Hal ini telah dibuktikan secara pasti untuk menjadi (sumber yang) otentik/asli melalui sebuah mata rantai yang handal (tidak diragukan) dan tanpa ada gangguan, dihafal dalam hati, dilantunkan dengan ruh, dan ditulis dalam mushaf (salinan Al-Qur’an). Di sana tidak ada pertentangan tentang hal ini di kalangan para ulama.

Dari Al-Qur’an, kita bisa mendapatkan asli atau tidaknya (otentikasi/keaslian) sumber-sumber lain, termasuk sunnah Nabi itu sendiri. Oleh karena itu, keaslian dari Sunnah didirikan berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, kita memahami Al-Qur’an dalam terangnya gaya ekspresi, dengan bahasa literal dan metaforanya, mempertimbangkan urutan dan konteks, menghindari (penafsiran) yang dibuat-buat dan sembarangan, dan menyesuaikan teks-teks, yakin bahwa ayat-ayat dalam kitab yang mulia ini saling menegaskan kebenaran antar satu sama lain, dan saling menjelaskan satu sama lain.

Kedua, gambaran pada narasi-narasi Sunnah yang terjamin yang benar-benar asli disampaikan dari Nabi SAW. Hal ini termasuk apa-apa yang beliau katakan, perbuatannya, dan persetujuannya yang telah disampaikan dalam hadits-hadits dengan mata rantai narasi yang dapat dipercaya (shahih), tanpa ada missing link, keganjilan, dan faktor-faktor yang mengacaukan.

Selain itu, hadits-hadits tersebut tidak boleh kontradiksi dengan yang lebih kuat dan lebih otentik: ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits lain, atau apa-apa yang telah didirikan atas dasar pengetahuan dan alasan. Jadi, mereka harus ilustratif terhadap apa yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an, dan harus berjalan sesuai dengan Kitab dan neraca (keadilan) yang diturunkan oleh Yang Maha Kuasa.

Ketiga, penggunaan dari perbendaharaan fiqih Islam dan gambaran pada sumber daya nya yang melimpah, dengan tanpa bias dalam mendukung fiqih mazhab tertentu melawan mazhab yang lain, atau secara eksklusif berpegang teguh pada satu imam seraya mengabaikan imam yang lainnya. Sebaliknya, kita harus mempertimbangkan warisan yang besar ini untuk dimiliki oleh semua peneliti, sehingga mereka dapat menyelidiki hingga ke dalamnya, mengerti rahasia-rahasianya, dan memanfaatkan berbagai simpanan yang tersembunyi di dalamnya.

Ketika melakukan hal tersebut, seorang peneliti harus membandingkan berbagai sudut pandang yang berbeda, tanpa mengambil posisi fanatik dalam mendukung pendapat tertentu, atau secara permanen mengikuti mazhab tertentu. Kita dapat mengambil pendapat Abu Hanifah dalam kasus tertentu, pendapat Malik pada kasus lainnya, dan Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Dawud dalam kasus lainnya, dan seterusnya. Bahkan kita boleh – dalam beberapa hal – merujuk pada mazhab non-Sunni, seperti Zaydi, Ja’fari, atau mazhab Ibadi, jika mereka memberikan solusi yang dibutuhkan. Selain itu, kita boleh mengambil pendekatan mazhab yang sudah usang, seperti Al Awza’i, Ath-Thawri, atau At-Tabari.

Keempat, tidak cukup bagi kita dengan hanya membandingkan mazhab-mazhab dan pendapat-pendapat dalam fiqih Islam serta institusi-institusinya. Sebaliknya, kita juga boleh membandingkan fiqih dari Syariat Islam secara keseluruhan dengan hukum positif Barat. Tujuan dari perbandingan ini adalah untuk mengilustrasikan tingkat keaslian dari Syariat, ketegasan prinsip-prinsipnya, ketidakterikatannya terhadap hukum-hukum lain, dan perpaduan Syariat antara idealisme dan realisme, serta antara hukum Ilahi dan manusia.

Kelima, menghubungkan fiqih kepada realitas kontemporer Ummat dan seluruh dunia. Hal ini karena fiqih dibuat untuk memecahkan berbagai masalah dari individu muslim, keluarga muslim, masyarakat muslim, negara muslim, dan ummat muslim melalui perundang-undangan yang toleran dari Syariah.

Dengan demikian, fiqih ini mencari penyembuhan-penyembuhan atau pengobatan-pengobatan terhadap berbagai penyakit muslim (dengan menggali sumber) dari dalam – bukan dari luar – khazanah Syariah yang mulia ini. Hal ini juga menjawab setiap pertanyaan yang diangkat oleh individu atau masyarakat tentang agama dan kehidupan. Fiqih juga menuntun perjalanan peradaban Ummat dalam cahaya hukum syariah yang mulia.

Keenam, seperti halnya pada semua buku-buku dan penelitian-penelitian kami, dalam buku ini kami mengambil pendekatan yang Allah SWT hidayahkan kepada kami untuk memilih dan mendahulukan dakwah, tarbiyah, iftaa’, penelitian, reformasi dan renovasi, yaitu pendekatan moderat dan kelembutan.

Di antara aspek-aspek pendekatan fiqih ini, pemahaman dan ijtihad, adalah bahwa kita harus memperbaharui agama dari dalam dan melakukan ijtihad yang cocok dengan kehidupan dan perkembangan zaman kita sebagaimana imam-imam terdahulu kita melakukan ijtihad yang cocok dengan kehidupan dan zamannya. Kita harus menggunakan sumber-sumber pengetahuan dari apa-apa yang mana pandang-pandangan mereka berasal darinya, memahami sebagian teks dalam kerangka tujuan secara keseluruhan, dan merunut masalah-masalah ambigu kembali kepada masalah-masalah yang sudah jelas, serta merunut dari hal yang khusus ke umum.

Selain itu, kita harus ketat ketika hal ini mengarah pada hal-hal mendasar, dan membuat sesuatu lebih mudah ketika hal ini mengarah pada masalah-masalah sekunder, memadukan antara ketetapan Syariat dan variabel-variabel (faktor-faktor) zaman, dan menghubungkan teks asli dengan kenyataan yang masuk akal.

Hal ini juga mengharuskan kita untuk menghindari sikap memihak terhadap sebuah pendapat lama atau meninggi-ninggikan pemikiran baru; untuk mematuhi prinsip bahwa tujuan-tujuan itu tidak berubah, namun metode-metode bisa fleksibel; dan untuk mendapatkan manfaat dari apa saja yang bermanfaat dari pandangan-pandangan lama sebagaimana kita juga menyambut setiap pemikiran baru yang berguna.

Sebagai tambahan, kita harus mencari inspirasi dari masa lalu, hidup pada saat ini, dan melihat ke masa depan, menggali hikmah yang muncul dalam setiap bahtera, dan mengukur berbagai prestasi dari pihak lain terhadap nilai-nilai yang kita miliki, dan dengan demikian, menerima apa-apa yang cocok untuk kita dan mengabaikan yang tidak bermanfaat untuk kita, dan seterusnya.

Kemasyhuran beliau, ulama besar, Syeikh Al-Qardhawi telah membagi buku “Fiqih of Jihad” ke dalam sebuah pendahuluan, sembilan BAB, dan sebuah kesimpulan. Jadi, Insya Allah, kita akan mendapatkan tambahan resensi terhadap masalah-masalah lain yang diangkat oleh Imam dalam setiap bagian pada studinya ini. Kita memohon kepada Allah SWT untuk hidayah dan pertolongan-Nya

Sumber : Dakwatuna.com
Selesai.