Social Icons

Pages

Rabu, 10 September 2008

Bilal bin Robah

Sebagai keturunan Afrika mewarisi warna kulit hitam, rambut keriting, dan postur tubuh yang tinggi. Khas orang Habasyah ( Ethiopia sekarang ). Bilal pada mulanya adalah budak milik Umayyah bin Kholaf, salah seorang bangsawan Makkah. Karena keislamannya diketahui tuannya, Bilal disiksa dengan amat keras, hingga mengundang reaksi dari Abu Bakar yang kemudian membebaskannya dengan sejumlah tebusan. Karena tebusan ini, Bilal mendapat sebutan Maula Abu Bakar , atau orang yang dibeli untuk bebas oleh Abu Bakar, bukan untuk dijadikan budak kembali.

Muhammad bin Ibrahim at-Taimy meriwayatkan , suatu ketika Rasulullah wafat dan belum dikubur, Bilal mengumandangkan adzan. Saat Bilal menyeru : Asyhadu anna Muhammmadarrasulullah…., orang-orang yang ada dimasjid menangis. Tatkala Rasulullah telah dikubur, Abu Bakar berkata "Adzanlah wahai Bilal". Bilal menjawab, "Kalau engkau dahulu membebaskanku demi kepentingannmu, aku akan laksanakan, Tapi jika demi Allah, maka biarkan aku memilih kemauanku." Abu Bakar berkata "Aku membebaskanmu hanya demi Allah'. Bilal berkata," Sungguh aku tak ingin adzan untuk seorang pun sepenimggal Rasulullah ". Kata Abu Bakar, "Kalau begitu terserah kau".
Zurr bin Hubaisy berkisah, Yang pertama menampakkan ke-Islaman adalah Rasulullah, kemudian Abu Bakar, Ammar dan ibunya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad. Rasulullah dilindungi pamannya, Abu Bakar dibela sukunya, Adapun yang lain orang-orang musyrik menyiksa mereka dengan memakai baju besi dibawah terik matahari. Dari semua itu yang paling terhinakan adalah Bilal karena paling lemah posisinya ditengah masyarakat.
Orang-orang musyrik menyerahkannya kepada anak-anak untuk diarak ramai-ramai dijalan-jalan Makkah. Ia tetap tegar dengan selalu menyatakan , Ahad…Ahad… Bilal mendapat pendidikan zuhud langsung dari Rasulullah. Suatu ketika Rasulullah datang kepada Bilal yang disisinya ada seonggok kurma. Rasulullah : "Untuk apa ini, Bilal ?" Bilal, "Ya, Rasulullah aku mengumpulkannya sedikit demi sedikit untukmu dan untuk tamu-tamu yang datang kepadamu." Rasulullah, "Apakah kamu tak mengira itu mengandung asap neraka ?" Infakkanlah, jangan takut tidak mendapat jatah dari Pemilik Arsy."
Buraidah mengisahkan, suatu pagi Rasulullah memanggil Bilal, berkata , " Ya Bilal, dengan apa kamu mendahuluiku masuk syurga ? Aku mendengar gemerisikmu didepanku. Aku ditiap malam mendengar gemerisikmu." Jawab Bilal "Aku setiap berhadats langsung berwudhu dan sholat dua raka`at." Sabda Nabi S.A.W," Ya, dengan itu ".
Oleh Karena itulah Bilal dijuluki sebagai mua'dzin pertama yang selalu suci. Dia merupakan mukmin yang sangat kuat pendiriannya tentang Islam, dia pula yang ketika disiksa orang-orang musyrik selalu mengatakan "ahad" yang maksudnya Tuhan hanya satu yaitu Allah SWT.

Hamzah bin Abdul Muthalib

Thabarani telah mengeluarkan dari Al-Harits At-Taimi dia berkata: Adalah Hamzah bin Abdul Mutthalib r.a. pada hari pertempuran di Badar membuat tanda dengan bulu burung Na'amah (Bangau). Sesudah selesai peperangan, maka seorang dari kaum Musyrikin bertanya: Siapa orang yang bertanda dengan bulu burung Na'amah itu? Maka orang berkata: Dialah Hamzah bin Abdul Mutthalib. Sahut orang itu lagi: Dialah orang yang banyak mepermalukan kita di dalam peperangan itu. (Majma'uz Zawa'id 6:81)

Bazzar mengeluarkan dari Abdul Rahman bin Auf ra. dia berkata: Bertanya Umaiyah bin Khalaf kepadanya: Hai Abdullah! Siapa orang yang memakai bulu burung Na'amah di dadanya pada perang Badar itu? jawabku: Dia itu paman Muhammad, dialah Hamzah bin Abdul Mutthalib ra. Berkata lagi Umaiyah bin Khalaf: Dialah orang yang banyak mempermalukan kita dengan senjatanya sehingga dia dapat membunuh banyak orang di antara kita. (Majma'uz Zawa'id 6:81)
Hakim telah mengeluarkan dari Sabir bin Abdullah ra. dia berkata: Rasulullah SAW mencari-cari Hamzah pada hari Ubud setelah selesai peperangan, dan setelah semua orang berkumpul di sisinya: Di mana Hamzah? Maka salah seorang di situ menjawab: Tadi, saya lihat dia berperang di bawah pohon di sana, dia terus menerus mengatakan: Aku singa Allah, dan singa RasulNya! Ya Allah, ya Tuhanku! Aku mencuci tanganku dari apa yang dibawa oleh mereka itu, yakni Abu Sufyan bin Harb dan tentera Quraisy. Dan aku memohon uzur kepadamu dari apa yang dibuat oleh mereka itu dan kekalahan mereka, yakni tentera Islam yang melarikan diri! Lalu Rasulullah SAW pun menuju ke tempat itu, dan didapati Hamzah telah gugur. Sewaktu Beliau melihat dahinya, Beliau menangis, dan melihat mayatnya dicincang-cincang, Beliau menarik nafas panjang. Kemudian Beliau berkata: Tidak ada kain kafan buatnya?! Maka segeralah seorang dari kaum Anshar membawakan kain kafan untuknya. Berkata Jabir seterusnya, bahwa Rasulullah SAW telah berkata: Hamzah adalah penghulu semua orang syahid nanti di sisi Allah pada hari kiamat. (Hakim 3:199)
Ibnu Ishak telah mengeluarkan dari Ja'far bin Amru bin Umaiyah Adh-Dhamri, dia berkata: Aku keluar bersama Abdullah bin Adiy bin Al-Khiyar pada zaman Mu'awiyah ra... dan disebutkan ceritanya hingga kami duduk bersama Wahsyi (pembunuh Hamzah ra.), maka kami berkata kepadanya: Kami datang ini untuk mendengar sendiri darimu, bagaimana engkau membunuh Hamzah ra. Wahsyi bercerita: Aku akan memberitahu kamu berdua, sebagaimana aku telah memberitahu dahulu kepada Rasulullah SAW ketika Beliau bertanya ceritanya dariku.
Pada mulanya, aku ini adalah hamba kepada Jubair bin Muth'im, dan pamannya yang bernama Thu'aimah bin Adiy telah mati terbunuh di perang Badar. Pada saat kaum Quraisy keluar untuk berperang di Uhud, Jubair berkata kepadaku: Jika engkau dapat membunuh Hamzah, paman Muhammad untuk menuntut balas kematian pamanku di Badar, engkau akan aku merdekakan. Begitu tentara Quraisy keluar ke medan Uhud, aku turut keluar bersama mereka. Aku seorang Habsyi yang memang mahir untuk melempar pisau , dan sebagaimana biasanya orang Habsyi, jarang-jarang tidak mengenai sasaran apabila melempar. Apabila kedua belah pihak bertempur di medan Uhud itu, aku keluar mencari-cari Hamzah untuk kujadikan sasaranku, hingga aku melihatnya di antara orang yang bertarung, seolah-olahnya dia unta yang mengamuk, terus memukul dengan pedangnya segala apa yang datang menyerangnya, tiada seorang pun yang dapat melawannya. Aku pun bersiap untuk menjadikannya sasaranku. Aku lalu bersembunyi di balik batu berdekatan dengan pohon yang dia sedang bertarung, sehingga sewaktu dia datang berdekatan denganku, mudahlahlah aku melemparkan pisau racunku itu.
Tatkala dia dalam keadaan begitu, tiba-tiba datang menyerangnya Sibak bin Abdul Uzza. Hamzah melihat Sibak datang kepadanya, lalu dia berteriak: Ayo ke sini, siapa yang mau mencari mati! Disabetnya dengan sekali ayunan kepalanya berguling di tanah. Maka pada ketika itulah, aku terus mengacung-acungkan pisau bengkokku itu, dan saat aku rasa sudah tepat sasaranku, aku pun melemparkannya ke Hamzah mengenai bawah perutnya terus rnenembu bawah selangkangnya. Dia mencoba menerkamku, tetapi dia sudah tidak berdaya lagi, aku lalu meninggalkannya di situ hingga dia mati. Kemudian aku kembali lagi untuk mengambil pisau bengkokku itu, dan aku membawanya ke perkemahan kami. Aku duduk di situ menunggu, dan aku tidak punya tujuan yang lain, kecuali membunuh Hamzah agar aku dapat dimerdekakan oleh tuanku.
Kami kembali ke Makkah, seperti yang dijanjikan oleh tuanku, aku dimerdekakan. Aku terus tinggal di Makkah. Dan apabila kota Makkah ditaklukkan oleh Rasulullah SAW aku pun melarikan diri ke Tha'if dan menetap di sana. Ketika rombongan orang-orang Tha'if bersiap-siap hendak menemui Rasulullah SAW untuk memeluk Islam, aku merasa serba salah tidak tahu ke mana harus melarikan diri. Aku berfikir, apakah aku harus melarikan diri ke Syam, atau ke Yaman, ataupun ke negeri-negeri lainnya, sampai kapan aku akan menjadi orang buruan?! Demi Allah, aku merasakan diriku susah sekali. Tiba-tiba ada orang yang datang kepadaku memberi nasehat: Apa yang engkau takutkan? Muhammad tidak membunuh orang yang masuk ke dalam agamanya, dan menyaksikan syahadat kebenaran! Aku tidak punya jalan lain kecuali menerima nasehat itu. Aku pun menuju ke Madinah untuk menemui Rasulullah SAW. Tanpa diduga tiba-tiba Beliau melihatku berdiri di hadapannya menyaksikan syahadat kebenaran itu. Beliau lalu menoleh kepadaku seraya berkata: Apakah engkau ini Wahsyi? Jawabku: Saya, wahai Rasulullah! Beliau berkata lagi: Duduklah! Ceritakanlah bagaimana engkau rnembunuh Hamzah?! Aku lalu menceritakan kepadanya seperti aku menceritakan sekarang kepada kamu berdua.
Setelah selesai bercerita, Beliau berkata kepadaku: Awas! Jangan lagi engkau datang menunjukkan wajahmu kepadaku! Karena itu aku terus-menerus menjauhkan diri dari Rasulullah SAW supaya Beliau tidak melihat wajahku lagi, sehinggalah Beliau wafat meninggalkan dunia ini. Kemudian saat kaum Muslimin keluar untuk berperang dengan Musailimah Al-Kazzab, pemimpin kaum murtad di Yamamah, aku turut keluar untuk berperang melawannya. Aku bawa pisau bengkok yang membunuh Hamzah itu. Ketika orang-orang sedang bertempur, aku mencuri-curi masuk dan aku lihat Musailimah sedang berdiri dan di tangannya pedang yang terhunus, maka aku pun membuat persiapan untuk melemparnya dan di sebelahku ada seorang dari kaum Anshar yang sama tujuan denganku. Aku terus mengacung-acungkan pisau itu ke arahnya, dan setelah aku rasa bidikanku sudah cukup tepat, aku pun melemparkannya, dan mengenainya, lalu orang Anshar itu menghabisi hidupnya dengan pedangnya. Aku sendiri tidak memastikan siapa yang membunuh Musailimah itu, apakah pisau bengkokku itu, ataupun pedang orang Anshar tadi, hanya Tuhan sajalah yang lebih mengetahui. Jika aku yang membunuhnya, maka dengan demikian aku telah membunuh orang yang terbaik pada masa hidup Rasulullah SAW dan aku juga membunuh orang yang paling jahat sesudah masa Beliau. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 4:18)
Bukhari telah mengeluarkan dari Ja'far bin Amru sebagaimana cerita yang sebelumnya, ketika orang ramai berbaris untuk berperang, keluarlah Sibak bin Abdul Uzza sambil berteriak: Siapa yang akan melawanku? Hamzah pun datang untuk melawannya, lalu Hamzah berkata kepadanya: Hai Sibak! Hai putera Ummi Anmar, tukang sunnat orang perempuan! Apakah engkau hendak melawan Allah dan RasulNya? Hamzah lalu menghantamnya dengan suatu pukulan yang keras menghabisinya


LEBIH HEBAT DARI BERZINA

Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyung. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahwa ia berada dalam duka cita yang mencekam. Kerudungnya menangkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa rias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah meruyak hidupnya. Ia melangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa a.s.
Diketuknya pintu pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam "Silakan masuk". Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala ia berkata, "Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya, Doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji saya." "Apakah dosamu wahai wanita ayu?" tanya Nabi Musa as terkejut. "Saya takut mengatakannya." jawab wanita cantik. "Katakanlah jangan ragu-ragu!" desak Nabi Musa. Maka perempuan itupun terpatah bercerita, "Saya ......telah berzina." Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak.

Perempuan itu meneruskan, "Dari perzinaan itu saya pun......lantas hamil. Setelah anak itu lahir, langsung saya....... cekik lehernya sampai......tewas", ucap wanita itu seraya menagis sejadi-jadinya. Nabi musaberapi-api matanya. Dengan muka berang ia menghardik," Perempuan bejad, enyah kamu dari sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!"...teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata karena jijik.
Perempuan berewajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. Dia terantuk-antuk ke luar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan. Ia tak tahu harus kemana lagi hendak mengadu. Bahkan ia tak tahu mau di bawa kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya. Ia tidak tahu bahwa sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya, "Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertobat dari dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?" Nabi Musa terperanjat. "Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?" Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril.
"Betulkah ada dosa yang lebih besar dari pada perempuan yang nista itu?" "Ada!" jawab Jibril dengan tegas. "Dosa apakah itu?" tanya Musa kian penasaran. "Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina".
Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.
Nabi Musa menyadari, orang yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa sembahyang itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti ia seakan-akan menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah-olah menganggap Tuhan tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya. Sedang orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh berarti masih mempunyai iman didadanya dan yakin bahwa Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Tuhan pasti mau menerima kedatangannya.
Dikutip dari buku 30 kisah teladan - KH > Abdurrahman Arroisy) Dalam hadist Nabi SAW disebutkan : Orang yang meninggalkan sholat lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang membakar 70 buah Al-Qur'an, membunuh 70 nabi dan bersetubuh dengan ibunya di dalam Ka'bah.
Dalam hadist yang lain disebutkan bahwa orang yang meninggalkan sholat sehingga terlewat waktu, kemudian ia mengqadanya, maka ia akan disiksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah delapan puluh tahun. Satu tahun terdiri dari 360 hari, sedangkan satu hari di akherat perbandingannya adalah seribu tahun di dunia.
Demikianlah kisah Nabi Musa dan wanita pezina dan dua hadist Nabi, mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi kita dan timbul niat untuk melaksanakan kewajiban sholat dengan istiqomah.


Bila Al Qur'an bisa bicara!

"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya." (QS Al A'raaf [7] : 36).

Bila Al Qur'an bisa bicara!
Waktu engkau masih kanak-kanak, kau laksana kawan sejatiku. Dengan wudu' aku kau sentuh dalam keadaan suci. Aku kau pegang, kau junjung dan kau pelajari. Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hari. Setelah usai engkaupun selalu menciumku mesra.
Sekarang engkau telah dewasa...
Nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku...
Apakah aku bacaan usang yang tinggal sejarah...
Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak menambah pengetahuanmu. Atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil yang belajar mengaji saja?

Sekarang aku engkau simpan rapi sekali hingga kadang engkau lupa dimana menyimpannya. Aku sudah engkau anggap hanya sebagai perhiasan rumahmu. Kadang kala aku dijadikan mas kawin agar engkau dianggap bertaqwa. Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan syetan. Kini aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dalam kesepian. Di atas lemari, di dalam laci, aku engkau pendamkan.

Dulu...pagi-pagi...surah-surah yang ada padaku engkau baca beberapa halaman. Sore harinya aku kau baca beramai-ramai bersama temanmu di surau. Sekarang... pagi-pagi sambil minum kopi...engkau baca Koran pagi atau nonton berita TV. Waktu senggang..engkau sempatkan membaca buku karangan manusia. Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah Yang Maha Perkasa, Engkau campakkan, engkau abaikan dan engkau lupakan...

Waktu berangkat kerjapun kadang engkau lupa baca pembuka surah2ku (Basmalah). Di perjalanan engkau lebih asyik menikmati musik duniawi. Tidak ada kaset yang berisi ayat Alloh yang terdapat padaku di laci mobilmu. Sepanjang perjalanan radiomu selalu tertuju ke stasiun radio favoritmu. Aku tahu kalau itu bukan Stasiun Radio yang senantiasa melantunkan ayatku.

Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja. Di Komputermu pun kau putar musik favoritmu. Jarang sekali engkau putar ayat-ayatku melantun E-mail temanmu yang ada ayat-ayatkupun kadang kau abaikan. Engkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu.

Benarlah dugaanku bahwa engkau kini sudah benar-benar melupakanku. Bila malam tiba engkau tahan nongkrong berjam-jam di depan TV. Menonton pertandingan Liga Italia , musik atau Film dan Sinetron laga. Di depan komputer berjam-jam engkau betah duduk Hanya sekedar
membaca berita murahan dan gambar sampah.

Waktupun cepat berlalu...aku menjadi semakin kusam dalam lemari. Mengumpul debu dilapisi abu dan mungkin dimakan kutu. Seingatku hanya awal Ramadhan engkau membacaku kembali. Itupun hanya beberapa lembar dariku. Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu dulu. Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar lagi setiap membacaku.

Apakah Koran, TV, radio , komputer, dapat memberimu pertolongan? Bila engkau di kubur sendirian menunggu sampai kiamat tiba...... Engkau akan diperiksa oleh para malaikat suruhanNya. Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada padaku engkau dapat selamat melaluinya.

Sekarang engkau begitu enteng membuang waktumu... Setiap saat berlalu...kuranglah jatah umurmu... Dan akhirnya kubur senantiasa menunggu kedatanganmu. Engkau bisa kembali kepada Tuhanmu sewaktu-waktu. Apabila malaikat maut mengetuk pintu rumahmu.

Bila aku engkau baca selalu dan engkau hayati... Di kuburmu nanti.... Aku akan datang sebagai pemuda gagah nan tampan. Yang akan membantu engkau membela diri. Bukan koran yang engkau baca yang akan membantumu dari perjalanan di alam akhirat. Tapi Akulah "Qur'an" kitab sucimu. Yang senantiasa setia menemani dan melindungimu

Peganglah aku lagi . .. bacalah kembali aku setiap hari Karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci. Yang berasal dari Alloh, Tuhan Yang Maha Mengetahui. Yang disampaikan oleh Jibril
kepada Muhammad Rasulullah.

Keluarkanlah segera aku dari lemari atau lacimu... Jangan lupa bawa kaset yang ada ayatku dalam laci mobilmu. Letakkan aku selalu di depan meja kerjamu Agar engkau senantiasa mengingat Tuhanmu.

Sentuhilah aku kembali...
Baca dan pelajari lagi aku....
Setiap datangnya pagi dan sore hari
Seperti dulu....dulu sekali...
Waktu engkau masih kecil , lugu dan polos...
Di surau kecil kampungmu yang damai
Jangan biarkan aku sendiri....
Dalam bisu dan sepi....

"Utamakan SELAMAT dan SEHAT untuk duniamu,
Utamakan SHOLAT dan ZAKAT untuk akhiratmu"


Belajar Dari Binatang

Tiga binatang kecil menjadi nama dari surah di dalam Al-Qur’an, yaitu An-Naml (semut), Al Ankabut (laba-laba), dan An Nahl (lebah).

Semut menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa henti. Konon, binatang kecil ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun sedangkan usiahnya sendiri tidak sampai sati tahun. Ia pun dikenal sebagai pekerja keras bahkan ia mampu memikul beban yang melebihi ukuran tubuhnya.
Lain lagi dengan Laba-laba. Binatang ini sangat dikenal dengan sarangnya yang sangat unik. Sekilas tampak luarnya sangat rapuh, namun bagi binatang sebangsa serangga sekali ia tertangkap di sarang itu maka sarang itu seperti menggulung dan menyedot tenaga binatang yang terperangkap itu. Luar biasa!!
Tetapi, bukan hanya sarangnya yang dasyat. Kata para ahli, ketika binatang ini selesai melakukan perkawinan, sang betina tak segan-segan menghabisi pejantannya dengan cara menyeratnya dengan sarang itu hingga mati. Bahkan telur-telur yang sudah menetas yang jumlahnya ratusan hingga ribuan itu berdesak-desakkan dan saling memangsa diantara mereka. Sebuah potret kehidupan yang sadis dan sangat mengerikan!!!.
Akan halnya lebah. Inilah model kehidupan binatang memiliki karateristik yang nyaris sempurna tanpa cacat. Tidak ada bagian bagian dari kehidupannya yang tidak bermanfaat. Bahkan sengatan yang menjadi senjata mereka pun bias menjadi obat. Mulai dari tempat tinggalnya yang berbentuk segi enam sehingga para ahli menyebutkan bahwa bentuk seperti ini adalah bentuk sarang paling efisien, jauh dari pemborosan.
Makanya pun tidak semabarangan. Ia hanya mau makan dengan yang baik-baik saja, dari kembang dan bunga yang manis dan bersih. Lebah mengolah makananya dan hasil olahanya menjadi madu yang dikenal sebagai makanan terbaik diantara jenis makanan yang ada.
Dari aspek sumber daya dan potensi diri, masyarakat lebih dikenal sebagai tipikal masyarakat binatang yang sangat produktif, berdedikasi tinggi dan penuh kedisiplinan. Tidak ada satupun diantara mereka yang tidak memiliki peran (pengangguran). Subahanallah!
Ayat-ayat Allah SWT diatas tentu semuanya dihadirkan dalam kerangka kepentingan manusia. Agar manusia bisa mengambil pelajaran untuk menyukseskan amanah yang diembannya yaitu sebagai hamba-Nya sekaligus sebagai califa Allah SWT dimuka bumi ini.
Kita semua tentu sadar bahwa disekeliling masih banyak bahkan mungkin kebanyakan orang yang secara tidak sadar menjalani kehidupanya persis layaknya semut. Mereka berkeliaran disetiap jengkal sudut bumi ini tanpa rasa risihmempertontonkan keserakahan dan kerakusannya. Mereka berlebih-lebihan dalam mengingkari kewajibanya.
Demikian juga manusia tipikal laba-laba. Mereka tidak lagi berpikir makanan apa yang kita makan hari ini? Tetapi, yang mereka pikirkan adalah “siapa yang kita makan hari ini”.
Siapapun dan dimanapun mereka, semua manusia berpotensi menjadi manusia dengan “style” semut atau manusia super serakah layaknya laba-laba. Yang jelas, kedua tipe kehidupan ini semuanya tercela dan membawa lepada kebinasaan. Nah, agar manusia selamat dari fitnah hidup seperti ini maka ia perlu relajar meskipun harus “berguru” lepada binatang yang namanya lebah. Sebab, bukankah semua ini adalah ayat-ayat Allah SWT ?.

Created by ita


PERJANJIAN HUDAIBIYAH (Bagian 2)

Baiat ar-Ridhwan
Utusan dari pihak Quraisy tetap tidak berhasil meyakinkan penduduk Makkah, bahwa maksud kedatangan Rasulullah saw. dan rombongannya adalah untuk menunaikan umrah. Perundingan di antara kedua belah pihak menemui jalan buntu. Masing-masing pihak bersikukuh dengan maksudnya. Rasulullah saw. ingin tetap terus mengunjungi Baitullah, sementara pihak Quraisy tidak mengizinkannya dan menghalang-halangi kedatangan kaum Muslim.

Akhirnya, Rasulullah saw. mengambil inisiatif, memanggil Khirasy bin Umayah al-Khuzai, lalu mengutusnya guna menemui orang-orang Quraisy. Beliau menyerahkan untanya kepada Khirasy bin Umayah dan memerintahkan untuk menyampaikan pesan kepada orang-orang Qurasiy. Tatkala Khirasy bin Umayah sampai di tempat orang-orang Quraisy, mereka justru menyembelih unta yang ditunggangi Khirasy, dan bermaksud hendak membunuh Khirasy bin Umayah. Akan tetapi, hal itu dicegah oleh sebagian lainnya. Mereka melepaskan Khirasy dan kembali ke tempat Rasulullah saw.
Di tengah-tengah ketegangan yang semakin memuncak, pihak Quraisy melakukan provokasi agar Rasulullah saw. terpancing melakukan peperangan. Dengan itu, pihak Quraisy mempunyai alasan bahwa Rasulullah saw. yang pertama kali memulai peperangan, dan untuk itu layak dihukum. Pihak Quraisy juga ingin menunjukkan bahwa kunjungan Rasulullah saw. ke Baitullah hanyalah kedok untuk melakukan serangan tiba-tiba terhadap penduduk Makkah.
Akan tetapi, provokasi mereka menemui kegagalan. Rasulullah saw. tetap tidak terpancing untuk melakukan serangan atau memulai peperangan. Pihak Quraisy pun menunggu-nunggu langkah apa yang akan dilakukan Rasulullah saw. selanjutnya.
Kemudian Rasulullah saw. memanggil Utsman bin Affan, memerintahkannya untuk menemui Abu Sufyan bin Harb dan tokoh-tokoh Quraisy lainnya, sekaligus menjelaskan kepada mereka bahwa beliau tidak datang untuk berperang, namun untuk mengunjungi Baitullah dan mengagungkannya.
Utsman bin Affan berangkat ke Makkah dan berjumpa dengan Abban bin Said bin al-Ash. Abban bin Said memberikan perlindungan kepadanya hingga ia bisa menyampaikan pesan Rasulullah saw. Sesudah itu Utsman menjumpai Abu Sufyan bin Harb dan tokoh-tokoh Quraisy, lalu menyampaikan pesan Rasulullah saw kepada mereka. Selesai menyampaikan pesannya, mereka berkata kepada Utsman, "Apabila engkau ingin melakukan thawaf, silakan saja."
Utsman bin Affan menjawab, "Aku tidak akan melakukan thawaf hingga Rasulullah saw yang memulai thawaf."
Utsman bin Affan ditahan oleh orang-orang Quraisy di tempat mereka. Akan tetapi, berita yang sampai kepada Rasulullah saw. dan kaum Muslim adalah Utsman bin Affan dibunuh. Berita yang masih simpang-siur mengenai Utsman membuat Rasulullah saw. dan kaum Muslim mempertimbangkan langkah-langkah berikutnya.
Tatkala Rasulullah saw. memperoleh berita bahwa Utsman bin Affan dibunuh, beliau bersabda, "Kita tidak pulang hingga mengalahkan kaum tersebut."
Beliau lalu mengajak kaum Muslim untuk berbaiat. Lalu berlangsunglah Baiat ar-Ridhwan yang dilakukan di bawah pohon. Mereka bertekad bulat, jika memang benar Utsman bin Affan dibunuh, mereka akan menyerang dan memerangi penduduk Makkah sampai mati.
Akan tetapi, tidak lama kemudian Utsman bin Affan kembali ke perkemahan Rasulullah saw. Ia melaporkan apa yang telah dilihat dan dilakukannya. Sementara itu, ketegangan di antara kedua belah pihak mulai mencair.

Perjanjian Hudaibiyah
Kemudian orang-orang Quraisy mengutus Suhail bin Amr, saudara Bani Amir bin Luai kepada Rasulullah saw. Mereka berkata kepada Suhail, "Pergilah kepada Muhammad, berdamailah dengannya, dan isi perdamaian itu adalah bahwa ia harus pergi dari tempat kita tahun ini. Demi Allah, orang-orang tidak boleh memperbincangkan kita bahwa ia datang kepada kami dengan kekerasan."
Suhail bin Amr berjumpa dengan Rasulullah saw. Melihat kedatangannya, Rasulullah saw bersabda, "Orang-orang Quraisy menginginkan perdamaian dengan mengutus orang ini."
Perundingan berlangsung sangat alot. Jalannya perundingan disaksikan oleh seluruh rombongan Rasulullah saw. Tatkala segala sesuatunya sudah beres dan tinggal penulisan (teks perjanjian), Umar bin al-Khaththab berdiri dan mendatangi Abu Bakar. Ia tampak kurang berkenan dengan berbagai klausul perjanjian, tetapi jawaban Abu Bakar tidak memuaskannya. Kemudian Umar mendatangi Rasulullah saw. dan bertanya kepada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah, bukankah engkau adalah utusan Allah?"
Rasulullah saw menjawab, "Ya, memang benar."
Umar bertanya lagi, "Bukankah kita ini adalah kaum Muslim?"
Rasulullah saw. Menjawab, "Ya, memang benar."
Umar berkata lagi, "Bukankah mereka itu adalah orang-orang musyrik?"
Rasulullah saw. Menjawab, "Ya, memang benar."
Umar berkata, "Jika demikian, mengapa kita menerima kehinaan untuk agama kita?"
Lalu Rasulullah saw. Menjawab, "Aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak akan menentang perintah Allah dan Dia tidak akan melalaikan aku."
Sesaat kemudian, Rasulullah saw. memanggil Ali bin Abi Thalib ra. dan berkata kepadanya, "Tulislah: Bismillâhirrahmânirrahîm."
Suhail bin Amr menukas, "Aku tidak mengenal kata-kata itu. Tulis saja Bismikallâhumma.
Rasulullah saw. pun berkata kepada Ali, "Tulislah Bismikallâhumma."
Ali bin Abi Thalib pun menuliskannya. Rasulullah saw. melanjutkan perkataannya kepada Ali, "Tulislah: Ini adalah perjanjian antara Rasulullah dan Suhail bin Amr."
Suhail bin Amr menukas, "Jika aku memandangmu sebagai Rasulullah, aku pasti tidak akan memerangimu. Tulis saja namamu dan nama ayahmu."
Rasulullah saw. pun berkata kepada Ali, "Tulislah: Ini adalah perjanjian antara Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amr. Keduanya berjanji untuk menghentikan perang selama 10 tahun. Masing-masing pihak memberikan keamanan selama jangka waktu tersebut. Masing-masing pihak saling menahan diri terhadap pihak lainnya. Barangsiapa di antara orang-orang Quraisy datang kepada Muhammad tanpa izin pemiliknya (walinya), maka ia harus dikembalikan kepadanya. Barangsiapa di antara pengikut Muhammad pergi kepada orang-orang Quraisy, maka ia tidak dikembalikan kepadanya. Kita harus menjalankan isi perjanjian. Pencurian dan pengkhianatan tidak diperbolehkan. Barangsiapa ingin bergabung dengan perjanjian Muhammad, maka ia masuk ke dalamnya. Barangsiapa yang ingin bergabung dengan perjanjian orang-orang Quraisy, maka ia pun masuk ke dalamnya."
Orang-orang Khuza'ah berdiri, lalu berkata, "Kami bergabung ke dalam perjanjiannya Muhammad."
Orang-orang Bani Bakr juga berdiri lalu berkata, "Kami bergabung ke dalam perjanjiannya orang-orang Quraisy."
Isi perjanjian tersebut lanjutannya adalah: Engkau (Muhammad) pulang dari tempat kami tahun ini dan tidak boleh memasuki Makkah pada tahun ini. Tahun depan kami keluar Makkah, kemudian engkau memasuki Makkah dengan para sahabatmu. Engkau berada di sana selama tiga hari dengan membawa senjata layaknya seorang musafir, yaitu pedang di sarungnya dan tidak diperkenankan membawa persenjataan lainnya.
Setelah menyelesaikan perjanjian, Rasulullah saw. berjalan ke arah hewan sembelihannya, lalu menyembelihnya; beliau pun duduk dan mencukur rambutnya (tahallul). Kaum Muslim yang masih memendam kekecewaan terhadap klausul Perjanjian Hudaibiyah, tatkala menyaksikan beliau menyembelih hewan sembelihan dan mencukur rambut, mereka pun segera mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah saw.
Usai menyelesaikan seluruh keperluan kaum Muslim, Rasulullah saw. kembali ke kota Madinah. Pada saat beliau berada diantara Makkah dan Madinah, turunlah surat al-Fath. Sejak peristiwa ini tidak ada orang yang membicarakan Islam melainkan ia pasti masuk ke dalamnya. Dalam jangka waktu dua tahun setelah peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, orang-orang yang masuk Islam jumlahnya sama dengan jumlah orang-orang yang masuk Islam sebelum periode tersebut, bahkan lebih banyak lagi. [AF]

PERJANJIAN HUDAIBIYAH (Bagian1)

Perjanjian Hudaibiyah merupakan peristiwa monumental dalam sirah Rasulullah saw. Peristiwa ini menunjukkan kepiawaian Rasulullah saw. dalam melakukan perundingan, visinya yang amat luas dan jauh ke depan, serta kemahirannya bermanuver politik terhadap musuh-musuhnya. Peristiwanya sendiri terjadi pada bulan Dzulqa'dah, akhir tahun keenam setelah Hijrah.

Latar Belakangnya
Melalui orang-orang yang ditugaskan untuk mencari informasi mengenai manuver-manuver politik dan militer yang akan dilakukan musuh-musuhnya (yaitu kafir Quraisy dan kaum Yahudi Khaibar), Rasulullah saw. mendengar adanya persekutuan rahasia antara orang-orang Yahudi Khaibar dan orang-orang Quraisy Makkah. Kedua belah pihak sepakat untuk menghadapi Rasulullah saw. secara bersama-sama. Di Jazirah Arab, tinggal mereka saja yang memiliki kekuatan dan potensi untuk melenyapkan Daulah Islamiyah. Rasulullah saw. membuat pertimbangan untuk menyelesaikan perkara ini dan menetapkan untuk menghadapi orang-orang Quraisy terlebih dulu. Saat itu akan memasuki bulan Dzulhijjah. Beliau memanfatkan hal itu dengan melakukan manuver politik yang menggunakan kamuflase ibadah umrah (haji). Beliau keluar dari Madinah dengan mempropagandakan serta mengekspose bahwa kunjungannya ke Makkah adalah untuk melakukan umrah dan bukan untuk berperang.
Rasulullah saw. mengajak orang-orang Arab dan orang-orang Badwi yang ada di sekitar Madinah untuk pergi bersama beliau, karena khawatir orang-orang Quraisy memerangi atau melarang beliau mengunjungi Baitullah. Beliau berangkat bersama para sahabat dari Muhajirin maupun Anshar dan orang-orang Arab lainnya. Beliau membawa serta hewan-hewan sembelihan dan mengenakan pakaian ihram untuk umrah. Hal ini dilakukan beliau untuk menunjukkan bahwa beliau keluar untuk mengunjungi Baitullah dan mengagungkannya, bukan untuk berperang. Apalagi beliau memerintahkan kepada kaum Muslim dan rombongan agar hanya membawa pedang saja, sama sekali tidak membawa peralatan dan logistik perang. Ini adalah strategi Rasulullah saw. yang sangat brilian, untuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya. Menurut sebagian riwayat, rombongan yang turut serta kali ini berjumlah 1400 orang.

Perundingan Alot dan Melelahkan
Keberangkatan Rasulullah saw. ke kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji diketahui oleh orang-orang kafir Quraisy. Mereka mengerahkan sekelompok orang di daerah Dzi Thuwa, untuk mencegah masuknya rombongan Rasulullah saw. ke kota Makkah. Sekelompok prajurit lainnya yang dipimpin oleh Khalid bin Walid (yang waktu itu belum memeluk Islam) bergerak ke wilayah Kuraul Ghamim. Karena itu, rombongan Rasulullah saw. menghindari jalan umum, dan melalui jalanan yang tidak biasa dan sangat sulit dilalui untuk menembus penghadangan musuh, hingga tiba di daerah yang dikenal dengan nama Hudaibiyah.
Pasukan berkuda yang dipimpin Khalid bin Walid, yang dikirimkan pihak Quraisy untuk menghalang-halangi Rasulullah saw. beserta rombongannya, terkejut tatkala mendengar Rasulullah saw. dan rombongannya berhasil melewati mereka melalui jalan lain yang tidak biasa. Akhirnya, mereka kembali. Penduduk Makkah bimbang tentang apa yang harus dilakukan terhadap Muhammad saw. dan rombongannya. Apabila mereka memeranginya, itu berarti mereka telah melanggar kesucian Baitullah dan keharaman bulan-bulan haram; seluruh kabilah-kabilah Arab pasti akan memusuhi mereka. Akan tetapi, jika Muhammad saw. dan rombongannya dibiarkan, berarti kekalahan politik akan menimpa penduduk Makkah, dan kebinasaan mungkin akan dihadapi mereka. Lagi pula, bukan tidak mungkin Muhammad saw. hanya menjadikan ibadah umrah ini sebagai kedok bagi maksud yang sebenarnya, yaitu rombongan kaum Muslim sesampainya di Baitullah akan menyerang secara tiba-tiba penduduk Makkah. Keraguan merayapi tokoh-tokoh Quraisy. Hingga saat itu mereka tidak tahu apa maksud manuver Rasulullah saw. ini. Untuk memastikan apa maksud Muhammad saw. dan rombongannya mengunjungi Baitullah, mereka mengirimkan utusan.
Tidak lama kemudian, beliau didatangi Budail bin Warqa al-Khuzai disertai beberapa orang dari suku Khuza'ah yang diutus oleh pihak Quraisy. Mereka berbicara dan menanyakan alasan kedatangan beliau ke Makkah. Beliau menjelaskan kepada mereka bahwa kedatangannya bukan untuk berperang, namun untuk mengunjungi Baitullah dan mengagungkannya. Budail bin Warqa al-Khuzai beserta kawan-kawannya lalu kembali ke tempat orang-orang Quraisy, dan berkata kepada mereka, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian terlalu cepat bertindak terhadap Muhammad. Muhammad datang bukan untuk berperang, melainkan untuk mengunjungi Baitullah. Jadi, wasapadalah dan tolaklah dengan cara yang kasar."
Orang-orang Quraisy berkata, "Apabila ia datang untuk tujuan tersebut dan bukan untuk berperang, maka ia tidak boleh masuk ke tempat kita dengan kekerasan untuk seterusnya, dan ia tidak boleh menggali kapak peperangan dengan kita."
Penjelasan Budail hanya semakin membuat penduduk Makkah ragu. Untuk kedua kalinya mereka mengutus Mikraz bin Hafsh bin al-Akhyaf menjumpai Rasulullah saw. Tatkala beliau menyaksikan kedatangannya, beliau bersabda, "Orang ini adalah pengkhianat."
Mikraz bin Hafsh tiba di tempat beliau, lalu berbicara dengan beliau. Beliau mengatakan dengan kata-kata yang sama sebagaimana yang dikatakan kepada Budail bin Warqa. Sesudah itu Mikraz bin Hafsh kembali kepada orang-orang Quraisy dan menceritakan kepada mereka apa yang dikatakan Rasulullah saw.
Rupanya penjelasan Mikraz juga tidak memuaskan penduduk Makkah, lalu mereka mengutus al-Hulais bin al-Qamah guna menemui Rasulullah saw. Tatkala Rasulullah saw. mengetahui kedatangannya, beliau bersabda, "Orang ini berasal dari kaum yang suka beribadah. Oleh karena itu, tempatkan hewan sembelihan di hadapannya agar ia bisa menyaksikannya."
Ketika al-Hulais bin al-Qamah menyaksikan hewan sembelihan itu dari sisi lembah, dan hewan-hewan tersebut dikalungi sebagai tanda akan disembelih dan bulu-bulunya telah rusak karena terlalu lama berada di tempat ia akan disembelih, maka ia pun segera pulang menjumpai orang-orang Quraisy tanpa berjumpa dengan Rasulullah saw., karena rasa hormatnya kepada beliau. Ia pun menceritakan apa yang disaksikannya kepada orang-orang Quraisy. Lalu orang-orang Quraisy pun berkata kepadanya, "Duduklah engkau, karena engkau adalah orang kampung yang bodoh."
Hulais bin al-Qamah marah mendengar perkataan orang-orang Quraisy. Ia berkata, "Hai orang-orang Quraisy, demi Allah, kami bersekutu dan mengikat perjanjian dengan kalian tidak untuk hal ini. Pantaskah orang yang menghendaki untuk mengagungkan Baitullah itu tidak boleh datang kepadanya? Demi Zat yang jiwa al-Hulais berada di tangan-Nya, kalian harus mengizinkan Muhammad untuk mengunjungi Baitullah, atau aku keluar dari persekutuan kalian bersama orang-orang Ahabisy."
Orang-orang Quraisy pun menukas, "Tahan dirimu, wahai al-Hulais, hingga kami bisa mengambil apa yang kami ridhai untuk kami."
Untuk keempat kalinya orang-orang Quraisy mengutus Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi untuk pergi kepada Rasulullah. Tatkala Urwah tiba di tempat Rasulullah saw., ia duduk di hadapannya, lalu berkata, "Hai Muhammad, engkau mengumpulkan orang banyak kemudian membawa mereka kepada keluargamu untuk membunuh mereka? Orang-orang Quraisy telah keluar bersama kaum wanita dan anak-anak mereka dengan memakai kulit-kulit harimau. Mereka telah bersumpah, tidak akan mengizinkanmu masuk ke tempat mereka untuk selama-lamanya. Demi Allah, dengan mereka sepertinya kami melihat pengikut kalian akan menyingkir darimu besok pagi."
Rasulullah saw. menjelaskan kepada Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi seperti yang beliau katakan kepada utusan-utusan yang sebelumnya, bahwa beliau datang bukan untuk berperang. Urwah bin Mas'ud kemudian kembali kepada orang-orang Quraisy, seraya berkata kepada mereka, "Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah mengunjungi Kisra di kerajaannya, Kaisar di kerajaannya, dan Najasy di kerajaannya. Demi Allah, aku tidak pernah menyaksikan seorang pemimpin di mata rakyatnya sebagaimana Muhammad di depan para sahabatnya. Sungguh, aku menyaksikan suatu kaum yang tidak akan menyerahkannya kepada siapapun untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, pikirkanlah pendapat kalian." (Bersambung). [AF]


PERANG THAIF

Pembagian Ghanimah
Sepulangnya dari Thaif, Rasulullah saw. kembali ke Ji’ranah, tempat dikumpulkannya tawanan perang dan harta rampasan dari kabilah Hawazin. Di Ji’ranah Rasulullah saw. didatangi oleh utusan dari kabilah Hawazin. Pada waktu itu Rasulullah saw. membawa tawanan (sebagai sabiy) kabilah Hawazin sebanyak 6.000 orang, terdiri dari anak-anak dan kaum wanita, begitu juga unta dan kambing yang tidak terhitung banyaknya.

Sesudah salat zuhur, utusan kabilah Hawazin berdiri dan berkata sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw. bersabda kepada utusan kabilah Hawazin, lalu bertanya kepada mereka mengenai Malik bin Auf an-Nashri, "Apa yang tengah ia kerjakan?:
Utusan kabilah Hawazin menjawab, "Malik bin Auf an-Nashri sedang berada di Thaif."
Rasulullah saw. bersabda, "Katakan kepada Malik bahwa jika ia datang kepadaku dalam keadaan Islam, aku akan mengembalikan keluarga dan hartanya kepadanya, dan aku berikan 100 ekor unta."
Berita itu pun disampaikan kepada Malik bin Auf an-Nashri. Ia keluar dari Thaif untuk menjumpai Rasulullah saw. Ia lalu masuk Islam dan keislamannya baik. Rasulullah saw. mengangkat Malik bin Auf an-Nashri sebagai pemimpin yang mengontrol orang-orang dari kaumnya yang telah memeluk Islam. Kabilah-kabilah dari kaumnya yang masuk Islam antara lain, Tsumalah, Salamah, dan Fahm. Bersama-sama kabilah tersebut Malik bin Auf memerangi orang-orang Tsaqif.
Rasulullah saw. memberikan bagian kepada para muallaf, yaitu tokoh-tokoh kaumnya. Dengan pemberian tersebut Rasulullah saw. ingin menaklukan hati mereka. Rasulullah saw. memberikan kepada Abu Sufyan bin Harb 100 unta, Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb 100 unta, Hakim bin Hizam 100 unta, al-Harits bin al-Harits bin Kaldah saudara Bani Abduddar 100 unta, al-Harits bin Hisyam 100 unta, Suhail bin Amr 100 unta, Huwaithib bin Abdul Uzza bin Abu Qais 100 unta, al-Ala’ bin Jariyah ats-Tsaqafi sekutu dari Bani Zuhrah 100 unta, Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr 100 unta, al-Aqra bin Habis at-Tamimi 100 unta, Malik bin Auf al-Nashri 100 unta, dan Shafwan bin Umayah 100 unta.
Rasulullah saw. juga memberikan unta yang jumlahnya di bawah 100 ekor kepada sejumlah orang-orang Quraisy, seperti Makhramah bin Naufal az-Zukhri, Umair bin Wahb al-Jumahi, dan Hisyam bin Amr saudara Bani Amir bin Luai’.
Tatkala Rasulullah saw. membagi-bagikan harta rampasan perang kepada orang-orang Quraisy, kabilah-kabilah Arab, dan tidak memberikannya sedikitpun kepada kaum Anshar, maka kaum Anshar merasa sedih, sehingga mereka mempersoalkan hal ini. Salah seorang kaum Anshar berkata, "Demi Allah, Rasulullah saw telah bertemu dengan kaumnya."
Saad bin Ubadah mendatangi Rasulullah saw. seraya berkata kepada beliau, "Kaum Anshar telah berkumpul untuk bertemu denganmu."
Rasulullah saw. mendatangi mereka. Beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya dengan perkara yang layak diterima-Nya, lalu bersabda, "Wahai seluruh kaum Anshar, apa sebenarnya maksud dari ucapan kalian yang sampai kepadaku? Apa pula maksud kecaman kalian terhadapku? Bukankah aku datang kepada kalian yang saat itu tersesat, kemudian Allah memberi petunjuk kepada kalian. Kalian saat itu miskin kemudian Allah menjadikan kalian kaya. Kalian saat itu saling bermusuhan kemudian Allah menyatukan hati kalian."
Kaum Anshar bereaksi, "Hal itu memang benar. Allah dan Rasul-Nya yang paling utama."
Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, "Mengapa kalian tidak menjawab pertanyaanku, wahai kaum Anshar?"
Kaum Anshar berkata, "Kami harus menjawab bagaimana, wahai Rasulullah? Sebab, karunia dan keutamaan itu adalah milik Allah dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw. selanjutnya bersabda:

Demi Allah, apabila kalian menghendaki, kalian pasti berbicara, kalian berkata benar dan dibenarkan. Kalian (pasti) akan mengatakan, engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, kemudian kami membenarkanmu. Engkau dalam kondisi terlantar, kemudian kami menolongmu. Engkau dalam kondisi terusir, kemudian kami melindungimu. Engkau dalam kondisi miskin, kemudian kami membantumu.
Wahai kaum Anshar, apakah kalian mempersoalkan dunia yang amat remeh, yang dengannya aku ingin menundukkan hati salah satu kaum agar mereka memeluk Islam, sedangkan aku menyerahkan kalian kepada keislaman kalian?
Wahai kaum Anshar, tidakkah kalian ridha sekiranya orang-orang itu pulang membawa kambing-kambing dan unta-unta, sementara kalian pulang dengan membawa Rasulullah ke tempat kalian? Demi Zat Yang jiwa Muhammad berada di tang-Nya, kalaulah tidak karena peristiwa hijrah, (pasti) akan menjadi salah satu dari kaum Anshar. Apabila manusia melewati salah satu jalan, sementara kaum Anshar melewati jalan yang lain, maka aku pasti akan melewati jalan yang dilalui oleh kaum Anshar.
Ya Allah, sayangilah kaum Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum Anshar.

Kaum Anshar pun menangis sampai jenggot mereka basah oleh airmata. Mereka berkata, "Kami ridha dengan Rasulullah sebagai bagian dari kami."
Sesudah itu Rasulullah saw pergi, dan kaum Anshar pun membubarkan diri.
Dengan peristiwa ini Rasulullah saw. menetapkan Madinah sebagai tempat tinggalnya, tidak tinggal di kota Makkah, meskipun Makkah baru saja ditaklukkan. Beliau mengangkat Atab bin Usaid sebagai wakilnya (sebagai wali) di kota Makkah, untuk mengatur dan mengurus seluruh kebutuhan penduduk Makkah. Beliau menugaskan Muadz bin Jabal untuk mengajarkan penduduk Makkah mengenai ajaran Islam. [Abu Fuad]


PERANG MU’TAH

Pada bulan Jumada al-Ula tahun kedelapan Hijriah, Rasulullah saw. mengirimkan pasukannya ke wilayah Syam. Beliau menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan yang membawahi 3.000 prajurit. Rasulullah saw. bersabda, "Jika Zaid gugur, yang menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan adalah Ja‘far bin Abu Thalib. Jika Ja‘far bin Abu Thalib gugur, yang menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan adalah Abdullah bin Rawahah."
Kekuatan militer yang dikirimkan Rasulullah saw. ke Mu‘tah adalah pasukan khusus, sama sekali tidak melibatkan dan memobilisasi kaum Muslim di Madinah, seperti yang beliau biasa lakukan dalam peperangan lainnya. Prajurit-prajurit yang diberangkatkan adalah orang-orang yang bertakwa, berani, tangguh, dan taat kepada para komandannya.

Pada bulan Jumada al-Ula tahun kedelapan Hijriah, Rasulullah saw. mengirimkan pasukannya ke wilayah Syam. Beliau menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan yang membawahi 3.000 prajurit. Rasulullah saw. bersabda, "Jika Zaid gugur, yang menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan adalah Ja‘far bin Abu Thalib. Jika Ja‘far bin Abu Thalib gugur, yang menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan adalah Abdullah bin Rawahah."
Kekuatan militer yang dikirimkan Rasulullah saw. ke Mu‘tah adalah pasukan khusus, sama sekali tidak melibatkan dan memobilisasi kaum Muslim di Madinah, seperti yang beliau biasa lakukan dalam peperangan lainnya. Prajurit-prajurit yang diberangkatkan adalah orang-orang yang bertakwa, berani, tangguh, dan taat kepada para komandannya.
Pasukan kaum Muslim berjalan dan singgah di Mu’an, kawasan Syam. Di sana mereka mendapatkan informasi bahwa pasukan Hiraklius telah tiba di Ma’ab, kawasan Balqa’, dengan membawa serta 100.000 prajurit Romawi; selain 100.000 prajurit gabungan dari Lakhm, Judzam, al-Yaqin, Bahra, dan Baly. Pasukan kedua ini dipimpin salah seorang dari Baly dan dari Irasyah yang bernama Malik bin Zafilah.
Mendengar informasi tersebut kaum Muslim berkemah di Mu’an selama dua malam untuk merundingkan langkah-langkah selanjutnya. Sebagian di antara mereka berkata, "Kita kirim saja surat kepada Rasulullah saw. dan kita jelaskan jumlah musuh agar beliau mengirimkan bantuan, lalu memerintahkan kita pulang."
Namun, Abdullah bin Rawahah memberikan support kepada mereka seraya berkata, "Wahai kaum Muslim, demi Allah, sesuatu yang kalian takuti sebenarnya adalah perkara yang kalian cari selama ini, yaitu mati syahid. Kita tidak memerangi musuh atas dasar jumlah yang besar dan kekuatan yang besar, tetapi atas dasar agama Islam ini, yang dengan itu Allah memuliakan kita. Berangkatlah kalian, niscaya kalian akan mendapatkan salah satu dari dua kebaikan, kemenangan atau mati syahid."
Kaum Muslim pun bereaksi dengan berkata, "Abdullah bin Rawahah berkata benar."
Pasukan yang dipimpin Zaid bin Haritsah lalu melanjutkan perjalanannya hingga tiba di perbatasan al-Balqa, di Desa Masyarif. Mereka bertemu dengan pasukan Romawi dan pasukan gabungan orang-orang Arab. Kedua belah pihak saling mendekat, tetapi kaum Muslim menggeser posisinya ke Desa Mu’tah. Di tempat itu kedua belah pihak bertemu. Kedua pasukan bertemu dan terjadilah pertempuran dahsyat; pasukan kaum Muslim yang berjumlah 3.000 prajurit melawan pasukan gabungan musuh yang berjumlah 200.000 prajurit. Zaid bin Haritsah bertempur sambil memegang bendera perang Rasulullah saw. sampai ia gugur terkena lemparan tombak musuh. Bendera diambil-alih oleh Ja‘far bin Abu Thalib. Peperangan pun semakin sengit Ja’far terus menyerang musuh hingga gugur.
Sesaat sebelum syahidnya Ja‘far bin Abu Thalib, ia memegang bendera perang dengan tangan kanannya, namun tangan kanannya putus terkena sabetan pedang musuh. Kemudian ia memegang bendera itu dengan tangan kirinya, namun sabetan pedang musuh memutuskan tangan kirinya. Lalu ia mendekap bendera perang dengan sisa kedua lengannya hingga ia pun gugur. Usianya saat itu baru 33 tahun. Allah Swt. memberinya ganjaran dalam bentuk dua buah sayap di surga dan ia dapat terbang kemana pun yang dikehendakinya. Ada yang mengatakan bahwa salah seorang prajurit Romawi berhasil membunuhnya dengan membelah dua badannya (dari atas ke bawah, pen.).
Begitu Ja‘far gugur, Abdullah bin Rawahah mengambil-alih bendera perang. Ia maju dengan mengendarai kudanya. Sejenak ia bimbang seraya berkata, "Wahai diriku, aku bersumpah, engkau harus terjun ke medan perang. Engkau harus terjun ke medan perang, atau aku yang akan memaksamu terjun….Wahai diriku, apabila engkau tidak terbunuh, maka engkau tetap akan mati. Itulah kendali kematian yang telah mengenaimu. Apa yang engkau idam-idamkan telah diberikan kepadamu. Apabila engkau menjalankan perbuatan dua orang (maksudnya Zaid bin Haritsah dan Ja‘far bin Abu Thalib), maka engkau memperoleh petunjuk."
Kemudian Abdullah bin Rawwahah terjun ke medan perang. Saat itu ia didatangi oleh saudara sepupunya yang membawa sekerat daging. Abdullah bin Rawahah mengambil daging tersebut lalu menggigitnya. Namun, ia tertegun mendengar teriakan perang dari kedua kubu. Lalu ia membuang daging itu, mengambil pedangnya, kemudian bertempur hingga gugur sebagai syahid.
Setelah Abdullah bin Rawahah gugur, kaum Muslim kemudian mengangkat Khalid bin Walid sebagai komandan perang. Ia mengambil-alih bendera perang dan melanjutkan peperangan melawan musuh hingga menjelang malam.
Malam harinya kaum Muslim berunding dengan Khalid bin Walid sampai ia memutuskan untuk menggunakan taktik guna menggentarkan pasukan musuh. Ibn Walid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum Muslim pada pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yang datang dengan membuat debu-debu beterbangan. Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan kaum Muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3.000 orang pasukan saja merasa kewalahan menghadapi pasukan kaum Muslim, apalagi jika datang pasukan bala bantuan. Karena itu, pasukan musuh akhirnya mengundurkan diri dari medan perang, kembali ke daerah perkotaan di Syam.
Mundurnya pasukan Romawi dari medan Mu’tah dan kembalinya mereka ke benteng-benteng di wilayah perkotaan menunjukkan bahwa target yang dicanangkan Rasulullah saw. berhasil dicapai. Kerajaan Romawi tidak lagi memandang sebelah mata kekuatan Daulah Islamiyah. Mereka amat paham, bahwa seruan untuk memeluk Islam, atau ajakan untuk bergabung dalam satu bendera Islam, adalah ajakan sungguh-sungguh, yang jika tidak mereka respon, berarti akan berhadapan dengan para mujahid Muslim, yang akan menghancurkan hambatan-hambatan masuknya Islam ke tanah Syam dan kekuasaan Romawi. Kesungguhan Nabi saw. dalam hal ini sudah ditunjukkan dengan pengiriman ekspedisi militer ke Mu’tah.
[AF]

PERANG KHAIBAR

Sekembalinya dari Hudaibiyah, Rasulullah saw. tinggal di Madinah selama bulan Dzulhijjah dan sebagian bulan Muharram. Di akhir bulan Muharram beliau segera mempersiapkan langkah berikutnya yang telah beliau jadikan khiththah dalam politik luar negerinya, yaitu berangkat menuju Khaibar. Langkah sebelumnya telah berhasil dengan gemilang. Melalui Perjanjian Hudaibiyah, beliau mampu memecah koalisi politik dan militer (kafir Quraisy dan kaum Yahudi) sekaligus mengisolasi pengaruh politik Makkah dari kawasan Jazirah Arab. Rasulullah saw. merasa aman dari ancaman yang berasal dari Selatan (kota Makkah). Tinggal menuntaskan ancaman dari wilayah Utara (yaitu Khaibar) dengan menyerang mereka secara tiba-tiba dan tak terduga.


Sekembalinya dari Hudaibiyah, Rasulullah saw. tinggal di Madinah selama bulan Dzulhijjah dan sebagian bulan Muharram. Di akhir bulan Muharram beliau segera mempersiapkan langkah berikutnya yang telah beliau jadikan khiththah dalam politik luar negerinya, yaitu berangkat menuju Khaibar. Langkah sebelumnya telah berhasil dengan gemilang. Melalui Perjanjian Hudaibiyah, beliau mampu memecah koalisi politik dan militer (kafir Quraisy dan kaum Yahudi) sekaligus mengisolasi pengaruh politik Makkah dari kawasan Jazirah Arab. Rasulullah saw. merasa aman dari ancaman yang berasal dari Selatan (kota Makkah). Tinggal menuntaskan ancaman dari wilayah Utara (yaitu Khaibar) dengan menyerang mereka secara tiba-tiba dan tak terduga.
Rasulullah saw. menunjuk Numailah bin Abdullah al-Laitsi sebagai imam sementara di Madinah selama kepergiannya ke Khaibar dan menyerahkan bendera perang yang berwarna putih (liwa) kepada Ali bin Abi Thalib.
Rasulullah saw. dan pasukannya menempuh perjalanannya dengan sangat cepat untuk memberi kesan serangan dadakan. Kaum Muslim tiba di Khaibar malam hari. Pagi harinya para pekerja di Khaibar yang biasa berangkat pagi-pagi untuk bekerja dengan membawa sekop dan keranjang tidak menyangka bahwa di depan benteng-benteng mereka telah berkemah pasukan kaum Muslim. Tatkala mereka menyaksikan Rasulullah saw. dan pasukannya, mereka terkejut seraya berteriak, "Muhammad bersama pasukannya!" Mereka lari terbirit-birit. Rasulullah saw. bersabda, "Allâhu akbar, hancurlah Khaibar. Apabila kita tiba di pekarangan suatu kaum, sungguh amat buruk pagi hari kaum yang telah diperingatkan."
Rasulullah saw. menguasai kebun-kebun Khaibar sedikit demi sedikit, satu demi satu. Benteng penduduk Khaibar yang pertama kali beliau taklukkan adalah Benteng Na’im, lalu Benteng al-Qamush, dan kemudian Benteng Bani Abu al-Huqaiq. Dari mereka, Rasulullah saw. memperoleh banyak tawanan wanita, di antaranya Shafiyah binti Huyay bin Akhthab, istri Kinanah bin ar-Rabi’ bin Abu al-Huqaiq. Shafiyah inilah yang kemudian diperistri beliau.
Setelah berhasil menaklukkan benteng-benteng Khaibar dan perkebunannya, Rasulullah saw. meneruskan perjalanannya hingga tiba di dua benteng lainnya, yaitu al-Wathih dan as-Sulalim. Kedua benteng Khaibar inilah yang ditaklukkan paling akhir.
Rasulullah saw. mengepung penduduk Khaibar di kedua benteng mereka, yaitu al-Wathih dan as-Sulalim. Tatkala mereka yakin akan kalah, mereka meminta beliau untuk mengasingkan (mengusir mereka) ke suatu tempat dan tidak perlu membunuh mereka, sebagaimana yang dilakukan terhadap Bani Qainuqa dan Bani Nadhir di Madinah. Beliau menerima permintaan mereka. Saat itu beliau sudah menguasai semua kebun penduduk Khaibar, as-Syiqq, Nathah, dan al-Katibah. Beliau juga telah menguasai benteng lainnya, kecuali benteng al-Wathih dan as-Sulalim.
Akhirnya, Rasulullah saw. berdamai dengan mereka. Hasil perjanjian tersebut dianggap menguntungkan kedua belah pihak. Orang-orang Yahudi Khaibar dibiarkan tinggal di sana, dengan syarat, hasil kebun mereka dibagi dua dengan beliau, dan jika beliau ingin mengusir mereka maka beliau berhak melakukannya kapan saja. Rasulullah saw. juga melakukan perjanjian seperti itu dengan penduduk Fadak. Dengan demikian. Khaibar termasuk fa’i bagi kaum Muslim, sedangkan Fadak khusus milik Rasulullah saw. karena tidak ditaklukkan melalui pasukan berkuda maupun pejalan kaki.

Pembagian Khaibar
Harta kekayaan Khaibar yang dibagi-bagi adalah asy-Syiqq, Nathah, dan al-Katibah. Asy-Syiqq dan Nathah dibagikan kepada kaum Muslim karena memang bagian mereka. Untuk al-Katibah, seperlimanya untuk Allah, Rasulullah saw., sanak kerabat beliau, anak-anak yatim, orang-orang miskin, makanan untuk istri-istri beliau, dan makanan untuk orang yang menjadi penghubung beliau dengan penduduk Fadak yang membawa perdamaian. Di antara mereka adalah Muhaiyyishah bin Mas‘ud, saat itu diberi 30 wasq gandum dan 30 wasq kurma. Khaibar dibagi-bagikan kepada para sahabat yang turut hadir dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, yang turut serta dalam Perang Khaibar, dan yang tidak turut hadir, yaitu Jabir bin Abdullah bin Amr bin Haram. Rasulullah saw. memberikan kepadanya bagian sebagaimana orang yang turut serta dalam Perang Khaibar.
Lembah Khaibar mencakup as-Surair dan Khas. Kedua lembah itu diberikan Rasulullah saw. kepada Jabir bin Abdullah. Nathah dan Syiqq memiliki 15 bagian. Nathah dibagi-bagi lagi menjadi lima bagian dan asy-Syiqq tiga belas bagian; lalu dibagi menjadi 1.800 bagian. Sebab, jumlah bagian para sahabat terhadap harta kekayaan Khaibar adalah 1.800 bagian. Pasukan pejalan kaki berjumlah 1.400 orang dan pasukan berkuda berjumlah 200 orang. Setiap kuda memperoleh dua bagian dan penunggangnya satu bagian. Setiap bagian memiliki seorang koordinator yang membawahi 100 orang, sehingga jumlah total bagian tersebut adalah 18 buah.
Rasulullah saw. membagi al-Katibah, yaitu lembah Khas, kepada sanak keluarganya dan beberapa lelaki dan wanita kaum Muslim. Beliau memberi Fathimah 200 wasq, Ali bin Abi Thalib 100 wasq, Usamah bin Zaid 200 wasq biji-bijian, Aisyah Ummul Mukminin 200 wasq, Abu Bakar bin Abu Quhafah 100 wasq, Aqil bin Abu Thalib 140 wasq, anak-anaknya Ja‘far 50 wasq, Rabi‘ah bin al-Harits 100 wasq, ash-Shalth bin Makhramah dan dua orang anaknya 100 wasq, 40 wasq di antaranya untuk ash-Shalth, Qais bin Makhramah 30 wasq, Abu al-Qasim bin Makhramah 40 wasq, anak-anak perempuan Ubaidah bin al-Harits dan anak perempuan al-Hushain bin al-Harits 100 wasq, anak-anak Ubaid bin Abdu Yazid 60 wasq, anak Aus bin Makhramah 30 wasq, Misthah bin Atsatsah dan anak Ilyas 50 wasq, Ummu Rumaitsah 40 wasq, Nu’aim bin Hindun 30 wasq, Buhainah binti al-Harits 30 wasq, Uzair bin Abdu Yazid 30 wasq, Ummu al-Hakam binti az-Zubair bin al-Muthalib 30 wasq, Jumanah binti Abu Thalib 30 wasq, Ummu al-Arqam 50 wasq, Abdurrahman bin Abu Bakar 40 wasq, Hamnah binti Jahsy 30 wasq, Ummu az-Zubair 40 wasq, Dzuba’ah binti az-Zubair 40 wasq, anak Abu Khunais 30 wasq, Ummu Thalib 40 wasq, Abu Bashrah 20 wasq, Numailah al-Kalbi 50 wasq, Abdullah bin Wahb dan kedua anaknya 90 wasq, kedua anaknya memperoleh 40 wasq dari bagian tersebut, Ummu Habib binti Jahsy 30 wasq, Malku bin Abdah 30 wasq, dan istri-istri beliau 700 wasq.
Demikianlah, batu-batu besar yang selama ini menghambat perjalanan dakwah kaum Muslim di daerah Jazirah Arab seluruhnya runtuh, dan jalan untuk menaklukkan seluruh kawasan Hijaz dan Nejd sudah di pelupuk mata.
Sejak ditaklukkannya daerah Khaibar, Fadak, Wadi al-Qurra, dan sekitarnya, khtiththah politik luar negeri Rasulullah saw. memiliki corak yang berbeda dengan sebelumnya. Sebab, sejak itu beliau mulai berhadap-hadapan secara langsung dengan negara-negara dan kekuatan adidaya saat itu, yaitu Romawi (Byzantium) dan Persia. [AF]

PERANG BADAR AL-KUBRA

Selama hampir dua tahun setelah hijrah Rasulullah saw. ke Madinah, beliau telah mengirimkan beberapa sariyah (ekspedisi militer tanpa kesertaan Rasul) dan ghazwah. Hingga saat itu, seluruh manuver militer tersebut belum menghadapi perang terbuka secara besar-besaran melawan pihak kafir Quraisy, sampai akhirnya terjadi peristiwa Perang Badar al-Kubra.

Penyebab Peristiwa Badar ini adalah sebagai berikut:



Rasulullah saw. mendengar bahwa Abu Sufyan bin Harb kembali dari Syam bersama kafilah dagang Quraisy yang mengangkut hasil perniagaan yang sangat banyak milik orang-orang Quraisy. Kafilah dagang Abu Sufyan terdiri dari 30 atau 40 orang Quraisy. Sama dengan strategi yang dijalankan dalam ekspedisi militer sebelumnya, saat ini pun Rasul saw. bermaksud untuk mencegat kafilah dagang Quraisy itu. Beliau mengajak kaum Muslim keluar.
Kaum Muslim menyambut ajakan Rasulullah saw. Rasulullah saw. keluar dari Madinah bersama sahabat-sahabatnya setelah bulan Ramadhan berjalan beberapa malam. Beliau keluar dari Madinah pada hari Senin, tanggal 8 Ramadhan.
Di dalam perjalanannya, Rasulullah saw. memperoleh informasi mengenai keberangkatan orang-orang Quraisy untuk melindungi unta-unta dan harta perniagaan mereka. Itu dilakukan setelah Abu Sufyan mengirimkan kurir untuk mengabarkan keadaannya kepada penduduk Makkah. Rasulullah saw. meminta pendapat dari para sahabatnya. Abu Bakar berdiri dan berkata (menyampaikan pendapatnya) dengan baik. Umar bin Khaththab juga berdiri dan berkata (menyampaikan pendapatnya) dengan baik. Miqdad bin Amr berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, teruslah berjalan seperti yang diperlihatkan Allah kepadamu, karena sesungguhnya kami turut serta bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu sebagaimana yang dikatakan Bani Israel kepada Musa, 'Pergilah engkau dan Tuhanmu, berperanglah, sesungguhnya kami duduk-duduk (saja) di sini (QS al-Maidah [5]: 24). Namun, (kami akan berkata), 'Pergilah engkau dan Tuhanmu berperang. Sesungguhnya kami turut serta berperang bersamamu dan bersama Allah.'"
Rasulullah saw. mendoakan Miqdad bin Amr. Rasulullah saw. gembira dengan ucapan para sahabatnya dan memperoleh semangat. Beliau bersabda, "Berangkatlah kalian dan bergembiralah, karena Allah telah menjanjikan dua kelompok kepadaku. Demi Allah, sepertinya aku tengah melihat tempat kematian kaum tersebut (orang-orang Quraisy)."
Tatkala Rasulullah saw. memerintahkan pasukannya untuk berhenti dan hendak membuat markas di suatu tempat dekat mata air Badar, Hubab bin Mundzir bin Jamuh bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah (pemilihan) tempat ini termasuk tempat yang ditentukan Allah dan kita tidak boleh memajukannya atau pun mengakhirkannya? Ataukah (penentuan) tempat ini termasuk pendapat, (strategi) perang, dan tipudaya?"
Rasulullah saw. menjawab, "(Penetapan) tempat ini termasuk pendapat, (strategi) perang, dan tipudaya."
Hubab bin Mundzir berkata lagi, "Wahai Rasulullah, (kalau begitu) ini bukanlah tempat yang tepat. Pergilah bersama para sahabat hingga tiba di mata air yang paling dekat dengan orang-orang Quraisy. Kita berhenti di sana, lalu kita menutup dan menimbunnya. Kemudian kita membangun kolam, memenuhi kolam tersebut dengan air. Kita berperang melawan orang-orang Quraisy dalam kondisi kita bisa minum, sementara mereka tidak bisa minum."
Rasulullah saw. menjawab, "Sungguh engkau memberi pendapat yang tepat."
Lalu Rasulullah saw. dan para sahabatnya berjalan lagi. Sesampainya di mataair Badar beliau berhenti. Beliau memerintahkan pengaliran mataair, dan membangun kolam dekat dengan mataair tersebut, mengisinya dengan air, dan para sahabat melemparkan tempat-tempat airnya ke kolam tersebut.
Dengan demikian, Rasulullah saw. dan pasukannya terlebih dulu sampai di Badar, dan memanfaatkannya dengan membangun markas, mengatur strategi perang—jika perang terjadi di tempat itu, dan mengatur posisi pasukannya hingga pasukan musuh datang.
Orang-orang Quraisy tiba keesokan harinya di tempat itu. Tatkala Rasulullah saw. melihat mereka tengah menuruni bukit pasir, beliau bersabda, "Ya Allah, inilah orang-orang Quraisy datang dengan pongah dan kesombongannya memusuhi-Mu, mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, berikanlah pertolongan-Mu yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, binasakanlah mereka pagi ini."
Perang Badar akhirnya pecah pada hari Jumat, pagi hari tanggal 17 Ramadhan. Rasulullah saw. memohon kepada Allah Swt., meminta pertolongan yang dijanjikan kepadanya. Dalam doanya Rasulullah saw. berkata, "Ya Allah, apabila Engkau membinasakan kelompok ini (yakni para sahabat) pada hari ini, maka Engkau tidak akan disembah."
Setelah didahului oleh perang tanding di antara kedua belah pasukan, perang pun pecah. Setelah perang usai dan rombongan besar pasukan musuh tercerai-berai melarikan diri ke kota Makkah, mayat-mayat orang musyrik yang terserak di medan Perang Badar dilemparkan oleh kaum Muslim ke dalam sumur.
Jumlah keseluruhan kaum Muslim, baik dari kaum Muhajirin maupun kaum Anshar yang hadir di dalam Perang Badar, yang memperoleh bagian ghanîmah dan pahala jihad adalah 314 orang. Rinciannya, dari kaum Muhajirin sebanyak 83 orang; dari kaum Anshar (al-Aus) sebanyak 61 orang; dan dari kaum Anshar (al-Khazraj) sebanyak 170 orang.
Jumlah syuhada Perang Badar dari kaum Muhajirin sebanyak 6 orang; syuhada Perang Badar dari kaum Anshar sebanyak 8 orang; jumlah keseluruhan korban dari pihak Quraisy di perang Badar adalah 70 orang; jumlah orang-orang Quraisy yang tertawan juga 70 orang. Tawanan Perang Badar yang harus ditebus oleh orang-orang musyrik saat itu adalah 4.000 sampai 1.000 dirham untuk setiap orang tawanan, kecuali tawanan yang tidak memiliki apa-apa, maka Rasulullah saw. membebaskannya tanpa uang tebusan.
Atas pertolongan Allah Swt., kaum Muslim memperoleh kemenangan gemilang, dan wajah-wajah kaum kafir tersungkur tertimpa kehinaan. Sejak itu, posisi Negara Islam di Madinah semakin kuat dan berwibawa di depan seluruh kabilah di Jazirah Arab.
[AF]

PELAJARAN DARI PERANG UHUD (Bagian 2)

Rasulullah saw. meninggalkan Madinah menuju Uhud pada hari Sabtu, 7 Syawal, 32 bulan setelah beliau berhijrah . Dalam Perang Uhud, pada awalnya pasukan kaum Muslim berhasil mendesak pasukan Quraisy hingga sebagian barisan mereka mundur. Namun, pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah saw. untuk tetap berada pada posisi mereka.
Kejadian itu dituturkan oleh salah seorang sahabat. Yahya bin Abbad bin Abdullah bin az-Zubair berkata kepadaku, dari ayahnya, Abbad, dari Abdullah bin az-Zubair, dari Zubair:




Demi Allah, aku melihat gelang kaki Hindun binti Utbah dan kawan-kawannya yang tercecer tidak diambil. Tiba-tiba saja pasukan pemanah keluar menuju perkemahan (kaum Quraisy) tatkala kita berhasil memporakporandakan pertahanan musuh. Mereka (pasukan panah) membiarkan punggung kita menghadap pasukan berkuda musuh. Akhirnya, kita disambut oleh pasukan berkuda musuh dari belakang kita. Lalu seorang penyeru pasukan Quraisy berkata, "Sesungguhnya Muhammad telah terbunuh." Kita pun mengalami kekalahan. Musuh telah mengalahkan kita setelah sebelumnya kita berhasil mengalahkan para pemegang bendera mereka sampai seseorang dari kita mendekat ke arah musuh.

Akhirnya, pertahanan kaum Muslim porak-poranda, dan mereka diserang oleh musuh-musuhnya. Karena pertahanan kaum Muslim terbuka, musuh berhasil masuk menuju tempat Rasulullah saw., kemudian melempari beliau dengan batu hingga beliau terjatuh. Batu mengenai gigi beliau, yaitu antara gigi depan dan gigi taring; melukai wajah dan bibir beliau hingga mengucurkan darah. Orang yang melempar beliau dengan batu adalah Utbah bin Abi Waqash.
Rumor mengenai telah terbunuhnya Rasulullah saw. menggema di medan Uhud. Beberapa pasukan Muslim bahkan terpengaruh. Qasim bin Abdurrahman bin Rafi’, saudara Bani Abi bin an-Najjar, berkata bahwa Anas bin an-Nadhr, paman Aus bin Malik, tiba di tempat Umar bin al-Khaththab dan Thalhah bin Ubaidillah, bersama beberapa dari kaum Muhajirin dan Anshar yang tengah berhenti bertempur. Anas bin an-Nadhr berkata, "Mengapa kalian duduk-duduk?"
Mereka menjawab, "Rasulullah saw. telah terbunuh."
Anas bin an-Nadhr berkata, "Jika memang begitu, apa yang akan kita lakukan dalam kehidupan ini sepeninggal beliau? Berjuanglah kalian (sampai mati) sebagaimana gugurnya Rasulullah saw."
Usai berkata demikian, Anas bin an-Nadhr maju ke tengah-tengah musuh dan bertempur habis-habisan hingga ia gugur. Anas bin Malik diberi nama Anas karena meniru nama Anas bin an-Nadhr, pamannya. Humaid ath-Thawil menuturkan bahwa Anas bin Malik berkata, "Saat itu, aku menemukan 70 luka (tebasan) pada tubuh Anas bin an-Nadhr, dan tidak ada yang mengenalinya selain saudara perempuannya yang mengenalinya melalui jari-jarinya."
Beberapa saat kemudian, rumor bahwa Rasulullah saw. telah terbunuh hanyalah prasangka dan kebohongan. Tatkala kaum Muslim mengetahui Rasulullah saw. masih hidup, mereka pun bangkit menyongsong beliau.
Rasulullah saw. berjalan menuju Gunung Uhud bersama beberapa sahabatnya. Tiba-tiba pasukan berkuda Quraisy mendaki gunung itu. Rasulullah saw. bersabda, "Ya Allah, tidak pantas mereka berada di atas kami."
Kemudian Umar bin al-Khaththab bersama beberapa orang dari kaum Muslim melawan mereka dan berhasil membuat mereka turun kembali dari gunung.
Peperangan mereda. Pihak Quraisy menarik diri dari medan perang dengan perasaan menang. Sementara itu, pasukan kaum Muslim terpukul menyaksikan korban dari pihak mereka. Sebagian korban yang gugur, seperti Hamzah, kondisi jenazahnya amat mengenaskan.

Pelajaran dari Perang Uhud
Pelajaran paling berharga dari Perang Uhud adalah adanya kesalahan fatal yang dilakukan pasukan pemanah yang melanggar perintah komandan militer. Komandan mereka, Abdullah bin Zubair, telah mengingatkan mereka akan instruksi Rasulullah saw. yang harus dipatuhi, yaitu jangan sekali-kali meninggalkan posisi mereka. Akan tetapi, peringatan itu tidak mereka hiraukan, bahkan mereka meninggalkan celah yang seharusnya mereka jaga. Inilah kesalahan mereka.
Pasukan kaveleri Qurays yang dipimpin Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) tidak menytia-nyiakan kesempatan ini. Mereka berputar mengelilingi bukit untuk menerobos dari belakang melalui celah yang ditinggalkan itu.
Akibat serangan itu, pasukan Islam menjadi kocar-kacir; banyak di antara mereka yang terbunuh dan melarikan diri; banyak juga yang terluka, termasuk Rasulullah saw. Beliau terluka cukup serius akibat kepungan pasukan kafir yang berhasil menerobos sampai ke hadapan beliau. Mereka lalu menyerang beliau sampai gigi geraham beliau patah. Mereka juga berhasil membunuh Mush’ab bin Umair – pemegang bendera (raya’) perang --- di hadapan Rasulullah saw. Rasul pun segera memberikan bendera itu kepada Ali bin Abi Thalib. (lihat Sirah Rasul).
Sekalipun demikian, Rasulullah saw sebagai panglima perang yang jenius dalam memimpin perang, mampu menerobos dan memecahkan kepungan itu sehingga pasukan Qurays yang sudah di atas angin tidak mampu menyelsaikan perang dengan tuntas.
Dalam perhitungan militer, gugurnya 70 orang syuhada (10% dari 700 personel) tidak menjatuhkan kekuatan kaum Muslim. Fakta sejarah menunjukkan bahwa sekalipun ada opini kalah dalam Perang Uhud, tentara kaum Muslim tetap siaga dalam menjaga negara dan membela agama mereka. [FA]


PELAJARAN DARI PERANG UHUD (Bagian 1)

Setelah orang-orang kafir Quraisy menderita kekalahan dalam Perang Badar, tokoh-tokoh mereka yang masih hidup kembali ke kota Makkah. Abu Sufyan bin Harb tiba di Makkah beserta kafilah dagangnya. Sementara itu, Abdullah bin Abu Rabi‘ah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Shafwan bin Umayyah berjalan bersama-sama dengan orang-orang Quraisy yang kehilangan ayah, anak, dan saudara dalam Perang Badar. Mereka menjumpai Abu Sufyan bin Harb, lalu berkata kepadanya maupun kepada para pedagang Quraisy yang turut bersamanya, “Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah membunuh orang-orang terbaik kalian dan membinasakan orang-orang pilihan kalian. Oleh karena itu, bantulah kami dengan kekayaan kalian untuk memeranginya. Mudah-mudahan kami bisa membalaskan dendam atas kematian orang-orang kita.”





Setelah orang-orang kafir Quraisy menderita kekalahan dalam Perang Badar, tokoh-tokoh mereka yang masih hidup kembali ke kota Makkah. Abu Sufyan bin Harb tiba di Makkah beserta kafilah dagangnya. Sementara itu, Abdullah bin Abu Rabi‘ah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Shafwan bin Umayyah berjalan bersama-sama dengan orang-orang Quraisy yang kehilangan ayah, anak, dan saudara dalam Perang Badar. Mereka menjumpai Abu Sufyan bin Harb, lalu berkata kepadanya maupun kepada para pedagang Quraisy yang turut bersamanya, “Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah membunuh orang-orang terbaik kalian dan membinasakan orang-orang pilihan kalian. Oleh karena itu, bantulah kami dengan kekayaan kalian untuk memeranginya. Mudah-mudahan kami bisa membalaskan dendam atas kematian orang-orang kita.”

Abu Sufyan dan para pedagang Quraisy menerima permintaan Abdullah bin Abu Rabi‘ah dan kawan-kawannya. Berita tentang telah berkumpul dan bersiap-siapnya orang-orang Quraisy untuk memerangi kaum Muslim sampai pada hari Jumat, sebelum orang-orang Quraisy itu bergerak ke luar Makkah. Informasi tersebut diperoleh Rasulullah saw. melalui keberadaan Abbas bin Abdul Muthalib, pamannya yang masih tinggal di kota Makkah. Ia bertindak sebagai informan bagi Rasulullah saw.

Menghadapi situasi semacam itu, Rasulullah saw. bermusyawarah dengan para sahabatnya, apakah pertempuran menghadapi orang-orang Quraisy akan dihadapi di luar kota Madinah atau bertahan di dalam kota Madinah. Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabat, “Jika kalian menghendaki, kalian bisa tetap (bertahan) di Madinah dan membiarkan mereka di tempat mereka singgah. Jika mereka tetap berada di tempat tersebut, tempat itu menjadi tempat yang paling buruk. Jika mereka datang kepada kita maka kita akan memerangi mereka.”


Abdullah bin Ubay bin Salul memiliki pendapat yang sama dengan Rasulullah saw., yaitu tidak perlu (berperang) keluar dari kota Madinah menyongsong orang-orang Quraisy. Namun, beberapa orang dari kaum Muslim yang dimuliakan Allah untuk gugur sebagai syuhada di Perang Uhud dan peperangan lainnya, yang tidak turut serta di dalam Perang Badar, berkata, “Wahai Rasulullah, keluarlah bersama kita menyongsong musuh agar mereka tidak melihat kita sebagai orang-orang pengecut yang tidak memiliki nyali menghadapi mereka.”

Para sahabat yang menghendaki pertempuran dengan menyongsong keluar menghadapi orang-orang Quraisy tetap berada di tempat Rasulullah saw. Beliau masuk ke rumahnya lalu mengenakan baju besinya. Saat itu hari Jumat dan kejadiannya adalah setelah usai shalat. Beliau lalu menjumpai para sahabatnya. Mereka merasa menyesal atas perilaku mereka sebelumnya yang memaksa berperang keluar kota Madinah. Karena itu, tatkala Rasulullah saw. bertemu dengan para sahabat, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah memaksamu keluar dan hal itu tidak pantas kami lakukan. Jika engkau kehendaki, silakan (peperangan) tidak dilakukan keluar dari Madinah. Mudah-mudahan Allah memberi shalawat kepadamu.”


Rasulullah saw bersabda, “Jika Nabi telah mengenakan baju besi, maka ia tidak pantas untuk menanggalkannya, melainkan ia harus berperang (keluar).”

Kemudian Rasulullah saw. berangkat disertai 1.000 orang prajurit. Rasulullah saw. menunjuk Ibnu Ummi Maktum menjadi imam sementara kaum Muslim di Madinah selama kepergiannya.
Rasulullah saw. bersama para sahabatnya tiba di asy-Syauth, yang terletak antara Madinah dan Uhud. Abdullah bin Ubay bin Salul beserta sepertiga pasukannya tiba-tiba memisahkan diri dari Rasulullah saw. Abdullah bin Ubay bin Salul berkata, “Ia (yakni Rasulullah saw.) menuruti pendapat para sahabatnya dan tidak mengikuti pendapatku. Wahai manusia, untuk apa kita membunuh diri kita sendiri di tempat seperti ini?”

Setelah itu, Abdullah bin Ubay bin Salul pulang kembali ke Madinah bersama para pengikutnya, yaitu orang-orang munafik dan orang-orang yang dihinggapi keragu-raguan. Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul dan pengikutnya bersikukuh pulang ke Madinah, Abdullah bin Amr bin Haram berkata, “Wahai musuh-musuh Allah, mudah-mudahan Allah menjauhkan kalian, dan Dia akan membuat Nabi-Nya tidak memerlukan kalian.”


Rasulullah saw. meneruskan perjalanannya dan singgah di jalan menuju Gunung Uhud, tepatnya di lembah yang berdekatan dengan Gunung Uhud, dan menghadapkan pasukannya ke Uhud. Beliau berkata, “Janganlah salah seorang dari kalian berperang sampai aku memerintahkannya.”

Beberapa Pelajaran
1. Dalam peristiwa Perang Uhud ini Rasulullah saw. menampakkan kebesarannya sebagai seorang pemimpin dan komandan perang, yaitu sikap beliau untuk mengambil suara terbanyak (mayoritas) dalam hal pelaksanaan praktis hukum Islam, tanpa mengubah legislasi dan kepastian hukum, betapapun pendapat mayoritas itu berbeda dengan pendapat yang diambil oleh beliau.

Sebagaimana kita ketahui, jihad fi sabilillah adalah wajib dan bersifat pasti. Yang beliau terapkan adalah menyangkut uslûb (cara) menghadapi musuh yang kafir; apakah pasukan Muslim akan menghadapi pasukan kafir dengan bertahan di dalam kota Madinah ataukah menyongsong musuh di luar kota Madinah? Keduanya tidak mengubah maupun membatalkan hukum jihad fi sabilillah yang bersifat fixed. Karena itu, kaum Muslim tetap menjalankan hukum jihad.


Fenomena tersebut mengajarkan kepada kita satu hal—dalam topik syûrâ dan masyûrah—bahwa yang menyangkut kajian, pembahasan, atau dialog yang berujung pada pengambilan keputusan, jika topik tersebut menyangkut uslûb (cara) pelaksanaan hukum Islam yang telah pasti—dan bukan menyangkut hukum atas perkara tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak—maka pengambilan keputusan ada di tangan mayoritas.

2. Pengkhianatan Abdullah bin Ubay bin Salul, yang menarik diri kembali ke kota Madinah beserta 300 orang pengikutnya, dengan alasan menolak pendapat mayoritas kaum Muslim (yang menghendaki menyongsong musuh ke luar kota Madinah), merupakan dalih yang dibuat-buat. Alasan yang sebenarnya hanyalah keengganan melaksanakan jihad fi sabilillah. Seandainya mereka turut

[AF]

Kamis, 04 September 2008

Selamat dan Sukses

Segenap Pengurus FKMKI Unhas

Mengucapkan
Barakallahu Fii Kum

Kepada
Wisudawan & Wisudawati Unhas

Pada Acara Wisuda ke-3 di Baruga A.P Pettarani Unhas tanggal 4 September 2008

Semoga Ilmu yang diperoleh bisa bermanfaat bagi Agama, Nusa Bangsa dan Negara.