Social Icons

Pages

Rabu, 10 September 2008

PERANG THAIF

Pembagian Ghanimah
Sepulangnya dari Thaif, Rasulullah saw. kembali ke Ji’ranah, tempat dikumpulkannya tawanan perang dan harta rampasan dari kabilah Hawazin. Di Ji’ranah Rasulullah saw. didatangi oleh utusan dari kabilah Hawazin. Pada waktu itu Rasulullah saw. membawa tawanan (sebagai sabiy) kabilah Hawazin sebanyak 6.000 orang, terdiri dari anak-anak dan kaum wanita, begitu juga unta dan kambing yang tidak terhitung banyaknya.

Sesudah salat zuhur, utusan kabilah Hawazin berdiri dan berkata sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw. bersabda kepada utusan kabilah Hawazin, lalu bertanya kepada mereka mengenai Malik bin Auf an-Nashri, "Apa yang tengah ia kerjakan?:
Utusan kabilah Hawazin menjawab, "Malik bin Auf an-Nashri sedang berada di Thaif."
Rasulullah saw. bersabda, "Katakan kepada Malik bahwa jika ia datang kepadaku dalam keadaan Islam, aku akan mengembalikan keluarga dan hartanya kepadanya, dan aku berikan 100 ekor unta."
Berita itu pun disampaikan kepada Malik bin Auf an-Nashri. Ia keluar dari Thaif untuk menjumpai Rasulullah saw. Ia lalu masuk Islam dan keislamannya baik. Rasulullah saw. mengangkat Malik bin Auf an-Nashri sebagai pemimpin yang mengontrol orang-orang dari kaumnya yang telah memeluk Islam. Kabilah-kabilah dari kaumnya yang masuk Islam antara lain, Tsumalah, Salamah, dan Fahm. Bersama-sama kabilah tersebut Malik bin Auf memerangi orang-orang Tsaqif.
Rasulullah saw. memberikan bagian kepada para muallaf, yaitu tokoh-tokoh kaumnya. Dengan pemberian tersebut Rasulullah saw. ingin menaklukan hati mereka. Rasulullah saw. memberikan kepada Abu Sufyan bin Harb 100 unta, Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb 100 unta, Hakim bin Hizam 100 unta, al-Harits bin al-Harits bin Kaldah saudara Bani Abduddar 100 unta, al-Harits bin Hisyam 100 unta, Suhail bin Amr 100 unta, Huwaithib bin Abdul Uzza bin Abu Qais 100 unta, al-Ala’ bin Jariyah ats-Tsaqafi sekutu dari Bani Zuhrah 100 unta, Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr 100 unta, al-Aqra bin Habis at-Tamimi 100 unta, Malik bin Auf al-Nashri 100 unta, dan Shafwan bin Umayah 100 unta.
Rasulullah saw. juga memberikan unta yang jumlahnya di bawah 100 ekor kepada sejumlah orang-orang Quraisy, seperti Makhramah bin Naufal az-Zukhri, Umair bin Wahb al-Jumahi, dan Hisyam bin Amr saudara Bani Amir bin Luai’.
Tatkala Rasulullah saw. membagi-bagikan harta rampasan perang kepada orang-orang Quraisy, kabilah-kabilah Arab, dan tidak memberikannya sedikitpun kepada kaum Anshar, maka kaum Anshar merasa sedih, sehingga mereka mempersoalkan hal ini. Salah seorang kaum Anshar berkata, "Demi Allah, Rasulullah saw telah bertemu dengan kaumnya."
Saad bin Ubadah mendatangi Rasulullah saw. seraya berkata kepada beliau, "Kaum Anshar telah berkumpul untuk bertemu denganmu."
Rasulullah saw. mendatangi mereka. Beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya dengan perkara yang layak diterima-Nya, lalu bersabda, "Wahai seluruh kaum Anshar, apa sebenarnya maksud dari ucapan kalian yang sampai kepadaku? Apa pula maksud kecaman kalian terhadapku? Bukankah aku datang kepada kalian yang saat itu tersesat, kemudian Allah memberi petunjuk kepada kalian. Kalian saat itu miskin kemudian Allah menjadikan kalian kaya. Kalian saat itu saling bermusuhan kemudian Allah menyatukan hati kalian."
Kaum Anshar bereaksi, "Hal itu memang benar. Allah dan Rasul-Nya yang paling utama."
Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, "Mengapa kalian tidak menjawab pertanyaanku, wahai kaum Anshar?"
Kaum Anshar berkata, "Kami harus menjawab bagaimana, wahai Rasulullah? Sebab, karunia dan keutamaan itu adalah milik Allah dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw. selanjutnya bersabda:

Demi Allah, apabila kalian menghendaki, kalian pasti berbicara, kalian berkata benar dan dibenarkan. Kalian (pasti) akan mengatakan, engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, kemudian kami membenarkanmu. Engkau dalam kondisi terlantar, kemudian kami menolongmu. Engkau dalam kondisi terusir, kemudian kami melindungimu. Engkau dalam kondisi miskin, kemudian kami membantumu.
Wahai kaum Anshar, apakah kalian mempersoalkan dunia yang amat remeh, yang dengannya aku ingin menundukkan hati salah satu kaum agar mereka memeluk Islam, sedangkan aku menyerahkan kalian kepada keislaman kalian?
Wahai kaum Anshar, tidakkah kalian ridha sekiranya orang-orang itu pulang membawa kambing-kambing dan unta-unta, sementara kalian pulang dengan membawa Rasulullah ke tempat kalian? Demi Zat Yang jiwa Muhammad berada di tang-Nya, kalaulah tidak karena peristiwa hijrah, (pasti) akan menjadi salah satu dari kaum Anshar. Apabila manusia melewati salah satu jalan, sementara kaum Anshar melewati jalan yang lain, maka aku pasti akan melewati jalan yang dilalui oleh kaum Anshar.
Ya Allah, sayangilah kaum Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum Anshar.

Kaum Anshar pun menangis sampai jenggot mereka basah oleh airmata. Mereka berkata, "Kami ridha dengan Rasulullah sebagai bagian dari kami."
Sesudah itu Rasulullah saw pergi, dan kaum Anshar pun membubarkan diri.
Dengan peristiwa ini Rasulullah saw. menetapkan Madinah sebagai tempat tinggalnya, tidak tinggal di kota Makkah, meskipun Makkah baru saja ditaklukkan. Beliau mengangkat Atab bin Usaid sebagai wakilnya (sebagai wali) di kota Makkah, untuk mengatur dan mengurus seluruh kebutuhan penduduk Makkah. Beliau menugaskan Muadz bin Jabal untuk mengajarkan penduduk Makkah mengenai ajaran Islam. [Abu Fuad]