Social Icons

Pages

Rabu, 10 September 2008

PELAJARAN DARI PERANG UHUD (Bagian 1)

Setelah orang-orang kafir Quraisy menderita kekalahan dalam Perang Badar, tokoh-tokoh mereka yang masih hidup kembali ke kota Makkah. Abu Sufyan bin Harb tiba di Makkah beserta kafilah dagangnya. Sementara itu, Abdullah bin Abu Rabi‘ah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Shafwan bin Umayyah berjalan bersama-sama dengan orang-orang Quraisy yang kehilangan ayah, anak, dan saudara dalam Perang Badar. Mereka menjumpai Abu Sufyan bin Harb, lalu berkata kepadanya maupun kepada para pedagang Quraisy yang turut bersamanya, “Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah membunuh orang-orang terbaik kalian dan membinasakan orang-orang pilihan kalian. Oleh karena itu, bantulah kami dengan kekayaan kalian untuk memeranginya. Mudah-mudahan kami bisa membalaskan dendam atas kematian orang-orang kita.”





Setelah orang-orang kafir Quraisy menderita kekalahan dalam Perang Badar, tokoh-tokoh mereka yang masih hidup kembali ke kota Makkah. Abu Sufyan bin Harb tiba di Makkah beserta kafilah dagangnya. Sementara itu, Abdullah bin Abu Rabi‘ah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Shafwan bin Umayyah berjalan bersama-sama dengan orang-orang Quraisy yang kehilangan ayah, anak, dan saudara dalam Perang Badar. Mereka menjumpai Abu Sufyan bin Harb, lalu berkata kepadanya maupun kepada para pedagang Quraisy yang turut bersamanya, “Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah membunuh orang-orang terbaik kalian dan membinasakan orang-orang pilihan kalian. Oleh karena itu, bantulah kami dengan kekayaan kalian untuk memeranginya. Mudah-mudahan kami bisa membalaskan dendam atas kematian orang-orang kita.”

Abu Sufyan dan para pedagang Quraisy menerima permintaan Abdullah bin Abu Rabi‘ah dan kawan-kawannya. Berita tentang telah berkumpul dan bersiap-siapnya orang-orang Quraisy untuk memerangi kaum Muslim sampai pada hari Jumat, sebelum orang-orang Quraisy itu bergerak ke luar Makkah. Informasi tersebut diperoleh Rasulullah saw. melalui keberadaan Abbas bin Abdul Muthalib, pamannya yang masih tinggal di kota Makkah. Ia bertindak sebagai informan bagi Rasulullah saw.

Menghadapi situasi semacam itu, Rasulullah saw. bermusyawarah dengan para sahabatnya, apakah pertempuran menghadapi orang-orang Quraisy akan dihadapi di luar kota Madinah atau bertahan di dalam kota Madinah. Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabat, “Jika kalian menghendaki, kalian bisa tetap (bertahan) di Madinah dan membiarkan mereka di tempat mereka singgah. Jika mereka tetap berada di tempat tersebut, tempat itu menjadi tempat yang paling buruk. Jika mereka datang kepada kita maka kita akan memerangi mereka.”


Abdullah bin Ubay bin Salul memiliki pendapat yang sama dengan Rasulullah saw., yaitu tidak perlu (berperang) keluar dari kota Madinah menyongsong orang-orang Quraisy. Namun, beberapa orang dari kaum Muslim yang dimuliakan Allah untuk gugur sebagai syuhada di Perang Uhud dan peperangan lainnya, yang tidak turut serta di dalam Perang Badar, berkata, “Wahai Rasulullah, keluarlah bersama kita menyongsong musuh agar mereka tidak melihat kita sebagai orang-orang pengecut yang tidak memiliki nyali menghadapi mereka.”

Para sahabat yang menghendaki pertempuran dengan menyongsong keluar menghadapi orang-orang Quraisy tetap berada di tempat Rasulullah saw. Beliau masuk ke rumahnya lalu mengenakan baju besinya. Saat itu hari Jumat dan kejadiannya adalah setelah usai shalat. Beliau lalu menjumpai para sahabatnya. Mereka merasa menyesal atas perilaku mereka sebelumnya yang memaksa berperang keluar kota Madinah. Karena itu, tatkala Rasulullah saw. bertemu dengan para sahabat, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah memaksamu keluar dan hal itu tidak pantas kami lakukan. Jika engkau kehendaki, silakan (peperangan) tidak dilakukan keluar dari Madinah. Mudah-mudahan Allah memberi shalawat kepadamu.”


Rasulullah saw bersabda, “Jika Nabi telah mengenakan baju besi, maka ia tidak pantas untuk menanggalkannya, melainkan ia harus berperang (keluar).”

Kemudian Rasulullah saw. berangkat disertai 1.000 orang prajurit. Rasulullah saw. menunjuk Ibnu Ummi Maktum menjadi imam sementara kaum Muslim di Madinah selama kepergiannya.
Rasulullah saw. bersama para sahabatnya tiba di asy-Syauth, yang terletak antara Madinah dan Uhud. Abdullah bin Ubay bin Salul beserta sepertiga pasukannya tiba-tiba memisahkan diri dari Rasulullah saw. Abdullah bin Ubay bin Salul berkata, “Ia (yakni Rasulullah saw.) menuruti pendapat para sahabatnya dan tidak mengikuti pendapatku. Wahai manusia, untuk apa kita membunuh diri kita sendiri di tempat seperti ini?”

Setelah itu, Abdullah bin Ubay bin Salul pulang kembali ke Madinah bersama para pengikutnya, yaitu orang-orang munafik dan orang-orang yang dihinggapi keragu-raguan. Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul dan pengikutnya bersikukuh pulang ke Madinah, Abdullah bin Amr bin Haram berkata, “Wahai musuh-musuh Allah, mudah-mudahan Allah menjauhkan kalian, dan Dia akan membuat Nabi-Nya tidak memerlukan kalian.”


Rasulullah saw. meneruskan perjalanannya dan singgah di jalan menuju Gunung Uhud, tepatnya di lembah yang berdekatan dengan Gunung Uhud, dan menghadapkan pasukannya ke Uhud. Beliau berkata, “Janganlah salah seorang dari kalian berperang sampai aku memerintahkannya.”

Beberapa Pelajaran
1. Dalam peristiwa Perang Uhud ini Rasulullah saw. menampakkan kebesarannya sebagai seorang pemimpin dan komandan perang, yaitu sikap beliau untuk mengambil suara terbanyak (mayoritas) dalam hal pelaksanaan praktis hukum Islam, tanpa mengubah legislasi dan kepastian hukum, betapapun pendapat mayoritas itu berbeda dengan pendapat yang diambil oleh beliau.

Sebagaimana kita ketahui, jihad fi sabilillah adalah wajib dan bersifat pasti. Yang beliau terapkan adalah menyangkut uslûb (cara) menghadapi musuh yang kafir; apakah pasukan Muslim akan menghadapi pasukan kafir dengan bertahan di dalam kota Madinah ataukah menyongsong musuh di luar kota Madinah? Keduanya tidak mengubah maupun membatalkan hukum jihad fi sabilillah yang bersifat fixed. Karena itu, kaum Muslim tetap menjalankan hukum jihad.


Fenomena tersebut mengajarkan kepada kita satu hal—dalam topik syûrâ dan masyûrah—bahwa yang menyangkut kajian, pembahasan, atau dialog yang berujung pada pengambilan keputusan, jika topik tersebut menyangkut uslûb (cara) pelaksanaan hukum Islam yang telah pasti—dan bukan menyangkut hukum atas perkara tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak—maka pengambilan keputusan ada di tangan mayoritas.

2. Pengkhianatan Abdullah bin Ubay bin Salul, yang menarik diri kembali ke kota Madinah beserta 300 orang pengikutnya, dengan alasan menolak pendapat mayoritas kaum Muslim (yang menghendaki menyongsong musuh ke luar kota Madinah), merupakan dalih yang dibuat-buat. Alasan yang sebenarnya hanyalah keengganan melaksanakan jihad fi sabilillah. Seandainya mereka turut

[AF]