Social Icons

Pages

Rabu, 10 September 2008

PERJANJIAN HUDAIBIYAH (Bagian1)

Perjanjian Hudaibiyah merupakan peristiwa monumental dalam sirah Rasulullah saw. Peristiwa ini menunjukkan kepiawaian Rasulullah saw. dalam melakukan perundingan, visinya yang amat luas dan jauh ke depan, serta kemahirannya bermanuver politik terhadap musuh-musuhnya. Peristiwanya sendiri terjadi pada bulan Dzulqa'dah, akhir tahun keenam setelah Hijrah.

Latar Belakangnya
Melalui orang-orang yang ditugaskan untuk mencari informasi mengenai manuver-manuver politik dan militer yang akan dilakukan musuh-musuhnya (yaitu kafir Quraisy dan kaum Yahudi Khaibar), Rasulullah saw. mendengar adanya persekutuan rahasia antara orang-orang Yahudi Khaibar dan orang-orang Quraisy Makkah. Kedua belah pihak sepakat untuk menghadapi Rasulullah saw. secara bersama-sama. Di Jazirah Arab, tinggal mereka saja yang memiliki kekuatan dan potensi untuk melenyapkan Daulah Islamiyah. Rasulullah saw. membuat pertimbangan untuk menyelesaikan perkara ini dan menetapkan untuk menghadapi orang-orang Quraisy terlebih dulu. Saat itu akan memasuki bulan Dzulhijjah. Beliau memanfatkan hal itu dengan melakukan manuver politik yang menggunakan kamuflase ibadah umrah (haji). Beliau keluar dari Madinah dengan mempropagandakan serta mengekspose bahwa kunjungannya ke Makkah adalah untuk melakukan umrah dan bukan untuk berperang.
Rasulullah saw. mengajak orang-orang Arab dan orang-orang Badwi yang ada di sekitar Madinah untuk pergi bersama beliau, karena khawatir orang-orang Quraisy memerangi atau melarang beliau mengunjungi Baitullah. Beliau berangkat bersama para sahabat dari Muhajirin maupun Anshar dan orang-orang Arab lainnya. Beliau membawa serta hewan-hewan sembelihan dan mengenakan pakaian ihram untuk umrah. Hal ini dilakukan beliau untuk menunjukkan bahwa beliau keluar untuk mengunjungi Baitullah dan mengagungkannya, bukan untuk berperang. Apalagi beliau memerintahkan kepada kaum Muslim dan rombongan agar hanya membawa pedang saja, sama sekali tidak membawa peralatan dan logistik perang. Ini adalah strategi Rasulullah saw. yang sangat brilian, untuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya. Menurut sebagian riwayat, rombongan yang turut serta kali ini berjumlah 1400 orang.

Perundingan Alot dan Melelahkan
Keberangkatan Rasulullah saw. ke kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji diketahui oleh orang-orang kafir Quraisy. Mereka mengerahkan sekelompok orang di daerah Dzi Thuwa, untuk mencegah masuknya rombongan Rasulullah saw. ke kota Makkah. Sekelompok prajurit lainnya yang dipimpin oleh Khalid bin Walid (yang waktu itu belum memeluk Islam) bergerak ke wilayah Kuraul Ghamim. Karena itu, rombongan Rasulullah saw. menghindari jalan umum, dan melalui jalanan yang tidak biasa dan sangat sulit dilalui untuk menembus penghadangan musuh, hingga tiba di daerah yang dikenal dengan nama Hudaibiyah.
Pasukan berkuda yang dipimpin Khalid bin Walid, yang dikirimkan pihak Quraisy untuk menghalang-halangi Rasulullah saw. beserta rombongannya, terkejut tatkala mendengar Rasulullah saw. dan rombongannya berhasil melewati mereka melalui jalan lain yang tidak biasa. Akhirnya, mereka kembali. Penduduk Makkah bimbang tentang apa yang harus dilakukan terhadap Muhammad saw. dan rombongannya. Apabila mereka memeranginya, itu berarti mereka telah melanggar kesucian Baitullah dan keharaman bulan-bulan haram; seluruh kabilah-kabilah Arab pasti akan memusuhi mereka. Akan tetapi, jika Muhammad saw. dan rombongannya dibiarkan, berarti kekalahan politik akan menimpa penduduk Makkah, dan kebinasaan mungkin akan dihadapi mereka. Lagi pula, bukan tidak mungkin Muhammad saw. hanya menjadikan ibadah umrah ini sebagai kedok bagi maksud yang sebenarnya, yaitu rombongan kaum Muslim sesampainya di Baitullah akan menyerang secara tiba-tiba penduduk Makkah. Keraguan merayapi tokoh-tokoh Quraisy. Hingga saat itu mereka tidak tahu apa maksud manuver Rasulullah saw. ini. Untuk memastikan apa maksud Muhammad saw. dan rombongannya mengunjungi Baitullah, mereka mengirimkan utusan.
Tidak lama kemudian, beliau didatangi Budail bin Warqa al-Khuzai disertai beberapa orang dari suku Khuza'ah yang diutus oleh pihak Quraisy. Mereka berbicara dan menanyakan alasan kedatangan beliau ke Makkah. Beliau menjelaskan kepada mereka bahwa kedatangannya bukan untuk berperang, namun untuk mengunjungi Baitullah dan mengagungkannya. Budail bin Warqa al-Khuzai beserta kawan-kawannya lalu kembali ke tempat orang-orang Quraisy, dan berkata kepada mereka, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian terlalu cepat bertindak terhadap Muhammad. Muhammad datang bukan untuk berperang, melainkan untuk mengunjungi Baitullah. Jadi, wasapadalah dan tolaklah dengan cara yang kasar."
Orang-orang Quraisy berkata, "Apabila ia datang untuk tujuan tersebut dan bukan untuk berperang, maka ia tidak boleh masuk ke tempat kita dengan kekerasan untuk seterusnya, dan ia tidak boleh menggali kapak peperangan dengan kita."
Penjelasan Budail hanya semakin membuat penduduk Makkah ragu. Untuk kedua kalinya mereka mengutus Mikraz bin Hafsh bin al-Akhyaf menjumpai Rasulullah saw. Tatkala beliau menyaksikan kedatangannya, beliau bersabda, "Orang ini adalah pengkhianat."
Mikraz bin Hafsh tiba di tempat beliau, lalu berbicara dengan beliau. Beliau mengatakan dengan kata-kata yang sama sebagaimana yang dikatakan kepada Budail bin Warqa. Sesudah itu Mikraz bin Hafsh kembali kepada orang-orang Quraisy dan menceritakan kepada mereka apa yang dikatakan Rasulullah saw.
Rupanya penjelasan Mikraz juga tidak memuaskan penduduk Makkah, lalu mereka mengutus al-Hulais bin al-Qamah guna menemui Rasulullah saw. Tatkala Rasulullah saw. mengetahui kedatangannya, beliau bersabda, "Orang ini berasal dari kaum yang suka beribadah. Oleh karena itu, tempatkan hewan sembelihan di hadapannya agar ia bisa menyaksikannya."
Ketika al-Hulais bin al-Qamah menyaksikan hewan sembelihan itu dari sisi lembah, dan hewan-hewan tersebut dikalungi sebagai tanda akan disembelih dan bulu-bulunya telah rusak karena terlalu lama berada di tempat ia akan disembelih, maka ia pun segera pulang menjumpai orang-orang Quraisy tanpa berjumpa dengan Rasulullah saw., karena rasa hormatnya kepada beliau. Ia pun menceritakan apa yang disaksikannya kepada orang-orang Quraisy. Lalu orang-orang Quraisy pun berkata kepadanya, "Duduklah engkau, karena engkau adalah orang kampung yang bodoh."
Hulais bin al-Qamah marah mendengar perkataan orang-orang Quraisy. Ia berkata, "Hai orang-orang Quraisy, demi Allah, kami bersekutu dan mengikat perjanjian dengan kalian tidak untuk hal ini. Pantaskah orang yang menghendaki untuk mengagungkan Baitullah itu tidak boleh datang kepadanya? Demi Zat yang jiwa al-Hulais berada di tangan-Nya, kalian harus mengizinkan Muhammad untuk mengunjungi Baitullah, atau aku keluar dari persekutuan kalian bersama orang-orang Ahabisy."
Orang-orang Quraisy pun menukas, "Tahan dirimu, wahai al-Hulais, hingga kami bisa mengambil apa yang kami ridhai untuk kami."
Untuk keempat kalinya orang-orang Quraisy mengutus Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi untuk pergi kepada Rasulullah. Tatkala Urwah tiba di tempat Rasulullah saw., ia duduk di hadapannya, lalu berkata, "Hai Muhammad, engkau mengumpulkan orang banyak kemudian membawa mereka kepada keluargamu untuk membunuh mereka? Orang-orang Quraisy telah keluar bersama kaum wanita dan anak-anak mereka dengan memakai kulit-kulit harimau. Mereka telah bersumpah, tidak akan mengizinkanmu masuk ke tempat mereka untuk selama-lamanya. Demi Allah, dengan mereka sepertinya kami melihat pengikut kalian akan menyingkir darimu besok pagi."
Rasulullah saw. menjelaskan kepada Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi seperti yang beliau katakan kepada utusan-utusan yang sebelumnya, bahwa beliau datang bukan untuk berperang. Urwah bin Mas'ud kemudian kembali kepada orang-orang Quraisy, seraya berkata kepada mereka, "Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah mengunjungi Kisra di kerajaannya, Kaisar di kerajaannya, dan Najasy di kerajaannya. Demi Allah, aku tidak pernah menyaksikan seorang pemimpin di mata rakyatnya sebagaimana Muhammad di depan para sahabatnya. Sungguh, aku menyaksikan suatu kaum yang tidak akan menyerahkannya kepada siapapun untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, pikirkanlah pendapat kalian." (Bersambung). [AF]