Social Icons

Pages

Selasa, 03 Juni 2008

Memburu Husnul Khatimah

Amr bin Tsabit bin Aqyasy. Demikian sebagian ahli sejarah sering menulis namanya. Ia seorang penduduk asli Madinah. Ibunya saudara Hudzaifah Ibnul Yaman.

Dalam lembaran sejarah, namanya memang tak banyak disebut. Kiprahnya dalam medan jihad tak banyak diketahui. Hal ini bisa dipahami karena Ushairam, julukan yang sering dilekatkan pada tokoh ini, memang tak banyak berkiprah. Dibandingkan dengan para sahabat Rasulullah saw yang lain, tokoh ini tidak ada apa-apanya. Bahkan pahala untuk dirinya pun, ia tak sempat berbuat. Ia belum sempat melakukan apa-apa ketika ajal menjemput. Pun sekadar melaksanakan shalat satu rakaat saja, ia belum sempat kerjakan.

Dituturkan oleh Abu Hurairah, pada zaman jahiliyah Amr bin Tsabit bin Aqyasy mempunyai “tuhan”. Itulah yang menyebabkan enggan masuk Islam ketika Mush’ab bin Umair datang ke Madinah. Bahkan saat Rasulullah saw tiba di Madinah pun Amr belum juga tersentuh hidayah. Ia tetap musyrik bertuhankan patung. Dalam kondisinya yang tetap seperti itu, para sahabat berbondong-bondong ke medan Uhud. Ia ditinggal sendirian.

“Di mana anak-anak pamanku?” tanyanya pada orang-orang. “Berangkat ke Uhud!” salah seorang menjawab. Ia pun menanyakan beberapa sahabatnya yang lain. Namun semua temannya yang ia tanyakan, berangkat ke medan Uhud. Menghadapi kenyataan itu, Amr segera mengambil senjata, naik ke atas hewan tunggangannya dan bergabung dengan kaum Muslimin di medan jihad Uhud.

Ajal di tangan Allah. Takdir menetapkan Amr terluka parah. Ia dibawa pulang oleh para sahabat Rasulullah saw. Menjelang ajal menjemput, Muadz bib Jabal sempat mengonfirmasi perihal keberangkatannya ke medan Uhud. “Saya berperang karena Allah!” jawab Amr. Abu Daud dalam haditsnya menegaskan, tokoh ini gugur sebagai syahid dan masuk surga.

Kisah yang dituturkan lagi oleh Hani al-Haj dalam bukunya Sirah Rijal Haular Rasul ini memberikan pelajaran menarik. Bahwa, rahmat dan ampunan Allah teramat luas. Seumur hidupnya Amr belum pernah shalat. Namun dikatakan, ia masuk surga.

Kisah ini seharusnya menjadi angin segar bagi para pendosa: koruptor, pencuri dan pelaku tindak kejahatan lainnya. Pintu taubat tak pernah tertutup. Ia terbuka bagi semua hamba Allah yang mau bertaubat. Kapan pun.

Rentetan musibah yang melanda negeri ini, seharusnya menyentakkan kesadaran kita. Tsunami, longsor, kelaparan, dan gempa bumi, bukan gejala alam biasa. Ini teguran Allah pada kita. Semua.

Rentetan bencana ini semestinya membangunkan tidur para pendosa. Sangat boleh jadi, musibah ini adalah lonceng bagi para koruptor, perampok uang rakyat dan pelaku kejahatan lainnya untuk segera bertaubat.

Yang menyebabkan seorang hamba masuk surga bukan semata banyaknya amal, tapi rahmat Allah. Banyak amal hanyalah salah satu cara meraih ridha Allah. Kehidupan seorang hamba ditentukan di penghujung hayatnya. Tiket seseorang menuju surga benar-benar dipastikan di akhir hidupnya.

Rasulullah saw bersabda,”...Sesungguhnya seorang di antara kalian mengerjakan amalan penghuni neraka sehingga jarak dirinya dengan neraka tinggal sejengkal. Namun ketentuan mendahuluinya sehingga ia mengerjakan amalan penghuni surga. Maka, ia pun masuk (surga),” (HR Bukhari Muslim).

Tak ada yang abadi di dunia ini kecuali sang Pencipta. Semua makhluk pasti binasa. Kapan pun waktunya. Kekayaan, ketenaran dan jabatan, tak bisa membuat orang kekal. Semua akan berakhir pada kepunahan. Allah berfirman,”Semua yang ada di bumi itu akan binasa,”(QS ar Rahman: 26).

Akhir kehidupan di dunia merupakan awal kehidupan akhirat. Ia menjadi tiket untuk menentukan pilihan : surga atau neraka. Karenanya, mempersiapkan tiket menuju surga seharusnya menjadi agenda utama setiap Muslim. Kesuksesan di dunia ditandai dengan keberhasilan mempersiapkan tiket tersebut. Ibarat para penonton yang mau masuk dalam sebuah gedung pertunjukkan, mereka harus mempersiapkan tiket. Tiket itulah yang akan dibawa dan diberikan pada penjaga pintu pertunjukkan.