Social Icons

Pages

Sabtu, 19 Desember 2009

Menjawab Syubhat Tentang Abu Hurairah Radhiallahu’anhu (1)

Mencela dan melecehkan para sahabat dengan penghinaan dan tuduhan ngawur merupakan cara-cara pengikut iblis dan musuh-musuh Islam(1). Tujuan mereka sebenarnya hanyalah berusaha mencela dan merendahkan para saksi kebenaran islam dan hendak mencela Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan menyatakan beliau memiliki sahabat-sahabat yang jelek dan tidak memilih sahabat yang baik saja.

Akhirnya dengan cara ini mereka ingin menghancurkan agama islam dan memadamkan cahayanya. Namun Allah tidak ingin cahaya agamaNya padam, bahkan Allah menyempurnakan cahaya agamaNya walaupun kaum kafir pengikut iblis tidak suka dan marah. Biarlah mereka mampus dengan kemarahan dan kedengkiannya.

Mereka hendak memadamkan sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan slogan yang tampak luarnya rahmah dan ilmiah namun di dalamnya menyimpan dendam kesumat dan penipuan besar serta kepandiran.

Slogan studi kritis hadits, studi ilmiyah dan kebebasan berpendapat, ini semua hanyalah semu dan fatamorgana, tujuannya hanya satu menghancurkan Islam dengan segala cara. Oleh sebab itu berhati-hatilah wahai kaum muslimin dari racun yang mereka tebarkan dimana-mana untuk merusak aqidah dan syariat kita.

Diantara para sahabat yang mereka serang adalah perawi hadits Nabi terbanyak Abu Hurairah Radhiallahu’anhu dengan melemparkan tuduhan ngawur dan kritikan tanpa dasar, namun dibungkus dengan kata-kata indah dan ilmiyah sehingga banyak menipu kaum muslimin yang belum mengenal aqidah dan syariat islam.

Maka dalam makalah singkat ini kita coba mengungkap beberapa tuduhan yang dilontarkan musuh islam kepada tokoh besar kita Abu Hurairah Radhiallahu’anhu yang terzahlimi dengan mencoba membantah dan membedahnya dengan tetap terus memohon kepada Allah kemudahan dan petunjuknya.

Diantara syubhat yang dilontarkan dengan zhalim oleh para musuh Islam adalah;

Syubhat 1

Mereka(2) menyatakan: “Berbeda dengan para sahabat lain, para ahli sejarah tidak dapat memastikan nama sebenarnya dari Abu Hurairah, namanya dizaman jahiliyah maupun dizaman Islam. Begitu pula asal usulnya.”. (3)

Juga menyatakan : “Abu Hurairah bukan sahabat besar, bukan dari kaum muhajirin bukan Anshor, bukan penyair Rasul, bukan keluarga Rasul, malah asal-usulnya, orang tuanya, bahkan nama aslinyapun tidak diketahui orang.”. (4)

Bantahan


Memang Abu Hurairah Radhiallahu’anhu terkenal dengan "kunyah" (julukannya) melebihi namanya. Namun pernyataan diatas tidak benar seluruhnya dan tidak dapat dijadikan alasan untuk melecehkan Abu Hurairah. Adapun sejarah Abu Hurairah Radhiallahu’anhu pada masa jahiliyah memang tidak dikenal, namun, demikian itu satu kewajaran, karena bangsa Arab -seluruhnya- tenggelam dalam ke-jahiliyah-an dan terkungkung di wilayah jazirahnya saja.

Mereka tidak peduli dengan keadaan dunia. Begitu juga dunia tidak peduli dengan keadaan dan kondisi mereka, kecuali yang berhubungan dengan perniagaan, karena melintasi wilayah mereka.

Baru, ketika Islam datang, Allah memuliakan dan menjadikan mereka sebagai pengemban risalahNya, jadilah setiap individu dari mereka memiliki sejarah yang ditulis menjadi bahan pembicaraan. Dan para perawi, selalu memperhatikan berita mereka, serta mereka memiliki murid yang mengambil ilmu dan petunjuk dari mereka.

Para ahli sejarah sudah memahami, bahwa terkenalnya seseorang dengan gelar atau julukan merupakan perkara biasa dan wajar. Bahkan, terkadang seseorang berselisih dalam hal nama dan kun-yah (julukan)nya, sebagaimana terjadi atas khalifah pertama, beliau dikenal dengan gelarnya Abu Bakar. Begitu juga dengan Abu Ubaidah, Abu Dujanah dan Abu Darda’. Mereka merupakan tokoh besar dan pahlawan dari kalangan sahabat. Namun lebih dikenal dengan gelar-gelar mereka, hingga sebagian besar manusia tidak mengetahui nama mereka yang sebenarnya. Belum pernah kita dengar pada kurun waktu tertentu, bahwa kedudukan dan keturunan dapat menentukan penghargaan intelektualitas.(5)

Karenanya, celaan dan pelecehan terhadap julukan Abu Hurairah dan ketenaran beliau dengannya melebihi namanya adalah tidak benar. Apalagi para ulama Islam telah me-rajih-kan nama beliau di zaman Jahiliyah adalah Abdus Syamsi dan setelah masuk Islam adalah Abdurrahman. Kemudian tuduhan beliau tidak jelas asal usulnya juga satu kebodohan dari mereka (para penuduh ini) karena asal-usul dan nasabnya cukup terhormat.(6)

Apakah ihwal Abu Hurairah Radhiallahu’anhu dalam hal ini berbeda dengan ihwal sahabat-sahabat Nabi lainnya? Lalu, mengapa ketiak-jelasan sejarah kehidupan Abu Hurairah Radhiallahu’anhu pada masa jahiliyah merusak kedudukan dan menghancurkan posisi beliau dalam Islam? Apakah ada dalam Kitabullah, bahwa orang yang tidak dikenal sejarahnya sebelum Islam harus direndahkan dan dilecehkan posisi dan kedudukannya serta meragukan terhadap semua riwayatnya dari hadits-hadits Rasul? Maha Suci Allah, sesungguhnya ini merupakan tuduhan dan tipu daya yang besar.(7)

Syubhat 2

Mereka menyatakan: “Abu Hurairah ada di Madinah hanya 1 tahun 9 bulan di Shuffah. Abu Hurairah datang kepada Rasulullah pada bulan Safar tahun 7 Hijriyah, setelah perang Khaibar dan tinggal di emperan masjid Madinah (Shuffah) sampai bulan Zulqaidah tahun 8 Hijriyah, karena pada bulan itu ia disuruh Rasul ke Bahrain menemani Al Ala’ Al Hadhrami sebagai Muadzdzin“.(8)

Bantahan:


Pernyataan ini tidak benar, sebab Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bersahabat dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sekitar 4 tahun lebih.(9) Sebagaimana ditegaskan oleh Humaid bin Abdurrahman Al Himyari dalam pernyataannya,

لَقِيتُ رَجُلًا صَحِبَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعَ سِنِينَ كَمَا صَحِبَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ

“Aku berteman dan berjumpa dengan orang-orang yang bersahabat dengan Nabi sebagaimana persahabatan Abu Hurairah dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam selama empat tahun.”. (10)

Sedang kepergiannya menemani Al ‘Alaa’ Al Hadhrami tidak menunjukkan beliau menetap di sana sampai Rasulullah meninggal, apalagi adanya riwayat yang menyatakan beliau ber-mulazamah dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam selama empat tahun di atas. Demikian juga pendapat yang didukung riwayat otentik menunjukkan beliau ikut serta perang Khaibar walaupun tidak seluruhnya (11) dan mengikuti haji bersama Abu Bakar Ash Shidiq Radhiallahu’anhu tahun 9 H.

Syubhat 3

Mereka menyatakan : “Ia sendiri menceritakan bahwa ia mendatangi Rasul bukan karena ia mendapat hidayah atau karena kecintaannya kepada Nabi seperti yang lain, tapi untuk mendapatkan makanan. Dalam riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim, Abu Hurairah berkata: “Aku adalah seorang miskin, aku bersahabat dengan Rasul Allah untuk mengisi perutku.” (12)

Dan dalam riwayat lain: “Untuk memenuhi perutku yang lapar.” Dalam riwayat Muslim: “Aku melayani Rasul Alllah untuk mengisi perutku.” Atau Aku menetap dengan Rasul Allah untuk mengisi perutku” kemudian menyatakan lagi : “Ia juga punya hobi makan, karena kesukaannya yang berlebihan akan makanan, maka sering juga disebut sebagai pembawa ‘hadist lesung’ (lesung -al-mihras- , alat untuk menumbuk dan mengulek makanan. Lihat, “Hadits Lalat” dan “Hadits Pundi-pundi”) (13)

Bantahan:


Riwayat-riwayat yang dipakai mereka sebagai dasar tuduhan mereka terhadap Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, bahwa beliau melakukan aktivitas mendengar hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hanya untuk mencari sesuap nasi yang mengenyangkan perutnya dalam kata lain melakukannya hanya karena sedikit dunia yang rendah, memang diriwayatkan secara shahih dengan lafadz:

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ إِنَّكُمْ تَقُولُونَ إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ يُكْثِرُ الْحَدِيثَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقُولُونَ مَا بَالُ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ لَا يُحَدِّثُونَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ وَإِنَّ إِخْوَتِي مِنْ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمْ صَفْقٌ بِالْأَسْوَاقِ وَكُنْتُ أَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مِلْءِ بَطْنِي فَأَشْهَدُ إِذَا غَابُوا وَأَحْفَظُ إِذَا نَسُوا وَكَانَ يَشْغَلُ إِخْوَتِي مِنْ الْأَنْصَارِ عَمَلُ أَمْوَالِهِمْ وَكُنْتُ امْرَأً مِسْكِينًا مِنْ مَسَاكِينِ الصُّفَّةِ أَعِي حِينَ يَنْسَوْنَ

“Sesungguhnya Abu Hurairah berkata: ‘Kalian akan menyatakan, bahwa Abu Hurairah banyak meriwayatkan hadits. Dan Allahlah tempat (untuk membuktikan) janji. Juga mengatakan ‘Mengapa orang-orang Al Muhajirin dan Anshar tidak banyak meriwayatkan hadits, seperti periwayatan Abu Hurairah?’ Sungguh, saudara- saudaraku dari Muhajirin disibukkan dengan jual-beli di pasar. Sedangkan saudara- saudaraku dari Anshar disibukkan oleh pengelolaan harta mereka. Adapun aku seorang miskin yang selalu mengikuti Rasulullah selama perutku berisi. Aku hadir saat mereka tidak hadir, dan aku ingat dan paham saat mereka lupa.” (14)

Pernyataan Beliau di lafadz pertama “Allah-lah tempat (membuktikan) janji” pengertiannya, bahwa Allah akan menghisabku jika aku sengaja berdusta, (dan) sekaligus akan menghisab orang-orang yang menuduhku dengan tuduhan yang keji. (15) Adapun pernyataan beliau: “selama perutku berisi“, yakni merasa telah puas dengan sesuap makanan, sehingga beliau tidak pernah tidak hadir di sisi Nabi. (16)

Kalau demikian tuduhan atas beliau sangat dipaksakan sekali dan tidak ilmiah. Hal itu karena Abu Hurairah tidak sekedar menceritakan persahabatannya yang sama-sama dimiliki sahabat lainnya semata. Namun, Beliau dalam pernyatannya tersebut ingin juga menceritakan keistimewaan (yang dimilikinya). Keistimewaan tersebut adalah kebersamaan Beliau bersama Rasulullah yang tidak dimiliki oleh yang lainnya.

Keistimewaan tersebut beliau jelaskan dengan caranya (yang) tawadhu’, dengan menyatakan: “Selama perutku berisi“, lalu menyebutkan keistimewaan para sahabat lainnya, sebagai orang-orang yang mampu dan kuat mencari penghidupan. Hal ini, demi Allah, merupakan akhlak yang luar biasa.(17)

Tuduhan Abu Hurairah banyak makan dan bersemangat mendapatkan makanan serta bersahabat dengan Nabi hanya karena makanan, bukan karena hidayah Islam atau kecintaan pada beliau merupakan tuduhan keji yang hanya dilontarkan orang yang hasad atau orang yang memiliki kerusakan syaraf. Jika tidak, bagaimana mungkin seorang yang berakal dapat membenarkan pemahaman, bahwa Abu Hurairah sanggup meninggalkan negerinya, kabilah dan tanah airnya demi menjumpai Rasul hanya (sekadar) untuk makan dan minum semata?

Apakah Abu Hurairah di kabilahnya tidak mendapatkan makan dan minum? Lalu untuk apa Abu Hurairah datang ke Madinah? Apakah di negerinya ia tidak bisa mendapat makanan dan minuman sebagaimana yang diperoleh para petani dan pedagang di sana? Tuduhan ini betul-betul pelecehan terhadap sahabat yang mulia ini. Dan para penuduh lebih layak dilecehkan dan diragukan keikhlasannya dari beliau. Hingga sampai sejauh inikah kebutaan hati dan kedengkian mereka?

Kemudian dalam pernyataan mereka ini terdapat penyimpangan makna, karena dalam riwayat tersebut bukan dengan lafadz Shuhbah (bersahabat), namun yang benar, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dengan lafadz ‘Alzamu‘ (selalu menemani dan mengikuti).

Demikian juga Imam Muslim meriwayatkannya dengan lafadz: “Aku adalah seorang miskin yang melayani Rasul selama perutku berisi”. Hal ini menunjukkan penyimpangan yang jelas dari pernyataan beliau, sebab kata “persahabatan” (shuhbah) tidak sama dengan kta “mulazamah” dan “al khidmah” (melayani dan membantu).

Sehingga pernyataan beliau ini jelas-jelas untuk menjelaskan sebab banyaknya periwayatan beliau terhadap hadits-hadits Nabi seperti telah jelas dari alur pernyataannya. Demikian juga para penuduh ini disamping telah melakukan tahrif (penyimpangan) di atas juga memotong pernyataan beliau yang merubah konotasi maknanya, sehingga terfahami bahwa pendorong utama persahabatan beliau adalah mencari sesuap makanan.

Padahal semua itu, beliau katakan untuk menjelaskan sebab pendorong menjadi sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Demikianlah, tahrif (menyimpangkan sesuatu dari lafadz atau makna sebenarnya) sudah menjadi adat kebiasaan orang yang menyimpang dari jalan yang lurus dan penyembah hawa nafsu.

Lalu, darimana mereka mengklaim diri mereka mampu mengungkapkan secara benar dan jelas sebab persahabatan Abu Hurairah dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam? Apakah mereka lebih tahu dari Rasulullah yang telah memberikan pengakuan dan pujiannya kepada Abu Hurairah? (18)

Mereka tidak cukup hanya dengan itu, bahkan menyatakan, bahwa makna lafadz (عَلَى) pada perkataan Abu Hurairah Radhiallahu’anhu (’عَلَى مِلء بَطْنِيْ) bermakna untuk yang menunjukkan sebab. Ini juga merupakan kedustaan dan penipuan lain, sekaligus sebagai bukti mereka selalu mencari jalan untuk menjatuhkan pribadi Abu Hurairah.

Pernyataan Abu Hurairah ini telah difahami dengan benar oleh para ulama Islam, seperti pernyataan Imam Nawawi ketika menjelaskan perkataan Abu Hurairah (ala mil’i bathni): “Maknanya aku senantiasa mulazamah dengan Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku rela dengan makananku. Aku tidak mengumpulkan harta untuk simpanan dan tidak untuk yang lainnya. Dan akupun tidak berusaha menambah porsi makanan bagiku. sedangkan maksud pernyataan beliau ‘melayani‘, bukan sebagai upaya untuk memperoleh gaji atau upah”.(19)

Sehingga jelaslah kebatilan tuduhan ini.

(bersambung)

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
_______________

1) Semua tuduhan dan kecaman dalam pembahasan ini diambil dengan huruf per huruf dari buku “Saqifah, Awal Perselisihan Umat” karya seorang syiah dari Lampung yang bernama O. Hashem, cetakan ketiga tahun 1415 H -1994 M, terbitan penerbit Al Muntazhar, Jakarta barat.

Buku ini sebenarnya hanya menukil tuduhan dan kecaman para pendahulunya dari kalangan orang syiah dan musuh-musuh Islam. Maka hendaklah kaum muslimin berhati-hati terhadap buku ini karena berisi kebohongan dan kelicikan dalam mengolah kata sehingga dapat mengelabuhi kaum muslimin yang tidak memiliki dasar pengetahuan islam yang baik.

Kemudian jawabannya kami ambilkan dari kitab Difa’un ‘An Abi Hurairah karya Abdul Mun’im Shalih Al ‘Ali Al ‘Izzi, tanpa tahun, Dar Al Syuruq, Bairut, As Sunnah Qabla Al Tadwin karya Dr. Muhammad ‘Ajaaj Al Khathib, cetakan kelima tahun 1401 H, Dar El Fikar, Bairut, dan kitab-kitab hadits serta beberapa referinsi lainnya.

2) Kami gunakan kata ‘mereka‘ disini karena tuduhan ini juga dilontarkan orang lain, baik di Indonesia atau di negara lain agar lebih bersifat umum. Karena penulis buku Saqifah hanya mengekor dan menukil dari orang lain, diantaranya Abu Rayah (dimesir) atau orang-orang syi’ah lainnya.

3) Saqifah, op.cit hlm 12

4) ibid hlm 20.

5) Dikutip dari kitab Difa’un ‘An Abu Hurairah dari pernyataan Al Ustadz Al Khathib dalam kitab Abu Hurairah Rawiyatul ISlam, halaman 213.

6) Insya Allah akan disajikan pembahasan Abu Hurairah Pribadi menganggumkan. (- ibnu abdillah)

7) Dikutip dari pernyataan Dr. As Siba’i dalam Sunnah Wa Makanatuha, halaman 307.

8) Saqifah op.cit hlm 11

9) Siar A’lami An Nubala, karya Al Dzahabiy, Tahqiq Syu’aib Al Arnauth, Maktabah Al Risalah, Bairut hlm II/426.

10) Musnad Ahmad,no. 16793; Abu Dawud, dalam Sunannya, kitab Al Thoharoh, Bab Al Nahyu ‘an Dzalika no 73 hlm I/19; Al Nasa’i, dalam sunannya kitan Al Ziinaah bab Al Akhdzi ‘An Al Syaarib no. 4968 hlm I/130 dengan sanad-sanad yang shahih.

11) Lihat Riwayat-riwayat tersebut dalam kitab Difa’ ‘An Abi Hurairoh karya Abdul Mun’im Al’Izzi. Hlm 25-26.

12) Saqifah op.cit 12

13) ibid hlm 14.

14) Al Bukhari,dalam Shahihnya, kitab Al Buyu’ Bab Ma Ja’a Fi Qaulihi Ta’ala Faidza Qadhaita Al Sholat no. 1906 – III/135. dan Ahmad bin Hambal dalam Musnad Ahmad hadits no. 7273

15) Fathul Bari, karya Ibnu Hajar, tanpa tahun, Maktabah Al Salafiyah, hlm V/28.

16) Fathul Bari, op.cit IV/288.

17) Dari pernyataan Al Mualimi rahimahullah dalam Al Anwaar Al Kaasyifah, halaman 147.

18) Lihat hadits - hadits tentang pujian Rasulullah kepadanya. (Insya Allah disajikan bersama Artikel Abu Hurairah pribadi yang mengagumkan - ibnu abdillah)

19) Syarh An Nawawi terhadap Shahih Muslim, tashhih Syeikh Kholil Ma’muun Syeihaa, cetakan ketiga tahun 1317 H, Dar Al Ma’rifah, Baerut hlm XV/270.